Monday, October 23, 2017

402. SENI

MEMAHAMI KESENIAN ISLAM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.


       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Kesenian Islam menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “seni” (menurut KBBI V) bisa diartikan “halus (tentang rabaan)”, “kecil dan halus”, “tipis dan halus”, “lembut dan tinggi (tentang suara)”, “mungil dan elok (tentang badan)”, “keahlian membuat karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya, dan sebagainya)”, dan “karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar biasa, seperti tari, lukisan, ukiran”.
      Para ulama menjelaskan bahwa kesenian Islam pada zaman Nabi Muhammad dan para sahabat tidak tampak jelas bahkan terasa adanya semacam pembatasan yang menghambat perkembangan kesenian, karena mungkin para seniman baru berhasil dalam karyanya apabila dia dapat berinteraksi dengan ide dan   menghayatinya secara sempurna sampai menyatu dengan jiwanya, lalu kemudian mencetuskannya dalam bentuk karya seni.
         Pada zaman Nabi dan para sahabat, baru memulai proses penghayatan nilai Islami, dan sebagian umat Islam baru dalam tahap upaya membersihkan gagasan Jahiliah yang telah meresap selama ini  dalam  benak  dan  jiwa  masyarakat, sehingga   Nabi dan para sahabat sangat hati-hati dalam membimbing umat Islam.
      Sehingga, berdasarkan konteks inilah kita harus memahami munculnya larangan terhadap penampilan karya seni tertentu, apalagi apresiasi Al-Quran terhadap seni sangat besar.
      Al-Quran secara tegas dengan  bahasa  yang  sangat  jelas berbicara tentang patung dalam  surah Al-Quran, yaitu surh Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 51-54.
    
۞ وَلَقَدْ آتَيْنَا إِبْرَاهِيمَ رُشْدَهُ مِنْ قَبْلُ وَكُنَّا بِهِ عَالِمِينَ إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ وَقَوْمِهِ مَا هَٰذِهِ التَّمَاثِيلُ الَّتِي أَنْتُمْ لَهَا عَاكِفُونَ
قَالُوا وَجَدْنَا آبَاءَنَا لَهَا عَابِدِينَ   قَالَ لَقَدْ كُنْتُمْ أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ 

    “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan) nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya, “Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya?” Mereka menjawab, “Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya”. Ibrahim berkata, “Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata”.
      Al-Quran surah  Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 56.

قَالَ بَلْ رَبُّكُمْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الَّذِي فَطَرَهُنَّ وَأَنَا عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ
 
    “Ibrahim berkata, “Sebenarnya Tuhanmu adalah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu”.
      Al-Quran surah  Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 58.

فَجَعَلَهُمْ جُذَاذًا إِلَّا كَبِيرًا لَهُمْ لَعَلَّهُمْ إِلَيْهِ يَرْجِعُونَ
  
   “Maka Ibrahim membuat berhala-berhala itu hancur berpotong-potong, kecuali yang terbesar (induk) dari patung-patung yang lain; agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya”.
      Sikap Al-Quran terhadap patung-patung itu, bukan sekadar menolaknya, tetapi merestui penghancurannya, dan Nabi Ibrahim membiarkan satu patung terbesar sebagai ajaran tauhid untuk membuktikan bahwa patung betapa pun besar dan indahnya, maka tidak layak untuk disembah.
      Al-Quran surah  Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 63-64.

قَالَ بَلْ فَعَلَهُ كَبِيرُهُمْ هَٰذَا فَاسْأَلُوهُمْ إِنْ كَانُوا يَنْطِقُونَ فَرَجَعُوا إِلَىٰ أَنْفُسِهِمْ فَقَالُوا إِنَّكُمْ أَنْتُمُ الظَّالِمُونَ

     “Ibrahim menjawab, “Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara. Maka mereka telah kembali kepada kesadaran mereka dan lalu berkata, “Sesungguhnya kamu sekalian adalah orang-orang yang menganiaya (diri sendiri)”,
      Nabi Ibrahim menyisakan satu patung terbesar difungsikan untuk satu tujuan yang  benar, sehingga masalahnya bukan patungnya,  tetapi sikap dan peranan dari patungnya atau berhalanya.
      Para ulama menjelaskan bahwa patung pada zaman Nabi Ibrahim itu terbuat dari kaca, marmer, dan tembaga, yang menampilkan para nabi, ulama, dan orang yang terhormat pada zaman terdahulu.
      Al-Quran surah Saba, surah ke-34 ayat 12-13 diuraikan tentang nikmat yang dianugerahkan  Allah  kepada  Nabi  Sulaiman, yaitu para jin membuatkan Sulaiman  gedung yang tinggi dan patung.

وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ ۖ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ ۖ وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ ۖ وَمَنْ يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ
    يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ ۚ اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

     “Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula) dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya adzab neraka yang apinya menyala-nyala. Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba Ku yang berterima kasih”.
      Patung pada zaman Nabi Sulaiman tidak disembah atau diduga akan  disembah, maka keterampilan membuat patung dan pemilikannya dinilai sebagai bagian dari anugerah Allah.
       Al-Quran surah Ali Imran, surah ke-3 ayat 49 menyatakan mukjizat Nabi Isa yaitu menciptakan patung berbentuk burung dari tanah liat dan setelah  ditiupnya, kreasinya   itu menjadi burung yang sebenarnya atas izin Allah.

وَرَسُولًا إِلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِ اللَّهِ ۖ وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
    
       “Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka), “Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman.”
      Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 110.

إِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلَىٰ وَالِدَتِكَ إِذْ أَيَّدْتُكَ بِرُوحِ الْقُدُسِ تُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلًا ۖ وَإِذْ عَلَّمْتُكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ ۖ وَإِذْ تَخْلُقُ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ بِإِذْنِي فَتَنْفُخُ فِيهَا فَتَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِي ۖ وَتُبْرِئُ الْأَكْمَهَ وَالْأَبْرَصَ بِإِذْنِي ۖ وَإِذْ تُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ بِإِذْنِي ۖ وَإِذْ كَفَفْتُ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَنْكَ إِذْ جِئْتَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ فَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْهُمْ إِنْ هَٰذَا إِلَّا سِحْرٌ مُبِينٌ

      “(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: "Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israel (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: "Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata."
      Allah membenarkan pembuatan patung burung oleh Nabi Isa, karena tidak khawatir akan disembah sehingga menjadi syirik, sehingga penolakan Al-Quran terhadap patung  bukan karena patungnya, tetapi karena kemusyrikan dan penyembahannya.
      Al-Quran surah Al-Araf, surah  ke-7 ayat 74 menyatakan kaum Nabi Shaleh pandai memahat gunung.

وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِنْ سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا ۖ فَاذْكُرُوا آلَاءَ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

      “Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum `Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan”.
      Al-Quran surah Al-Araf, surah ke-7 ayat 73.

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۗ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ قَدْ جَاءَتْكُمْ بَيِّنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ ۖ هَٰذِهِ نَاقَةُ اللَّهِ لَكُمْ آيَةً ۖ فَذَرُوهَا تَأْكُلْ فِي أَرْضِ اللَّهِ ۖ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

      “Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Shaleh. Ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.”
      Al-Quran surah Asy-Syuara, surah ke-26 ayat 155-156.

قَالَ هَٰذِهِ نَاقَةٌ لَهَا شِرْبٌ وَلَكُمْ شِرْبُ يَوْمٍ مَعْلُومٍ وَلَا تَمَسُّوهَا بِسُوءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَابُ يَوْمٍ عَظِيمٍ

      “Shaleh menjawab, “Ini seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu. Dan janganlah kamu sentuh unta betina itu dengan sesuatu kejahatan, yang menyebabkan kamu akan ditimpa oleh adzab hari yang besar”.
       Kaum Tsamud sangat pandai melukis dan memahat, serta membuat relief yang   indah bagaikan sesuatu yang hidup, dan menghiasi gunung di sekitar tempat tinggal mereka, tetapi kaum Tsamud tidak mau beriman, maka disodorkan mukjizat yang sesuai dengan keahlian mereka, yaitu seekor unta yang benar-benar hidup keluar dari sebuah batu karang.
      Kaum Tsamud heran melihat unta mukjizat itu makan dan minum, lalu mereka meminum susunya, sungguh penampilan unta itu sangat menakjubkan dan memesona dibandingkan dengan relief yang mereka buat.
     Sayangnya, kaum Tsamud keras kepala sehingga menyembelih unta itu, maka hukuman Allah jatuh menimpa mereka. 
       Keahlian seni pahat memahat adalah nikmat dari Allah yang harus disyukuri, serta harus mengantarkan kepada pengakuan dan kesadaran akan kebesaran Allah.
      Para ulama menjelaskan bahwa Islam mengharamkan patung karena agama Islam sangat tegas dalam memberantas segala bentuk kemusyrikan yang sudah mendarah daging dalam jiwa masyarakat Arab waktu itu.
      Sebagian besar berhala yang ada adalah berupa patung, maka Islam mengharamkan patung, karena patung itu dijadikan sarana bagi kemusyrikan, maka dalam konteks  inilah, hendaknya dipahami hadis yang melarang menggambar, melukis, dan memahat makhluk hidup.
      Apabila karya seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan  hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunah Nabi mendukungnya dan tidak menentangnya, karena itu adalah nikmat dari Allah yang diberikan kepada manusia.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment