KIAI
KECIL DAN KIAI BESAR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. KH
Bahauddin Nur Salim (Gus Baha) asal Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah sering
melontarkan pandangan segar tentang keislaman berbasis tafsir.
2. Gus
Baha’ menjelaskan umpama manusia sadar, pasti akan mendahulukan kepentingan
urusan akhirat dibanding kepentingan dunia.
3. Orang
hidup di dunia ini pada hakikatnya adalah orang mati.
4. Justru
pada saat mereka mati, saat itu mereka malah dianggap baru hidup.
5. Al-Quran
surah Yunus (surah ke-10) ayat 45.
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَن لَّمْ يَلْبَثُوٓا۟
إِلَّا سَاعَةً مِّنَ ٱلنَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ ۚ قَدْ خَسِرَ ٱلَّذِينَ
كَذَّبُوا۟ بِلِقَآءِ ٱللَّهِ وَمَا كَانُوا۟ مُهْتَدِينَ
Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu
itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka
tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat saja di siang hari (di waktu itu)
mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugi orang-orang yang mendustakan
pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.
6. Al-Qur’an
menjelaskan orang yang hidup sekarang sedang dalam kelalaian.
7. Akan
disingkap semua tirai hakikat itu pada hari kiamat kelak.
8.
Al-Quran surah Qaf (surah ke-50) ayat 22.
لَّقَدْ كُنتَ فِى غَفْلَةٍ مِّنْ هَٰذَا فَكَشَفْنَا عَنكَ غِطَآءَكَ
فَبَصَرُكَ ٱلْيَوْمَ حَدِيدٌ
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.
9. Bukti
orang hidup sekarang adalah orang mati secara hakikat, misalnya mereka sering
salah paham:
1) Menganggap
uang itu penting.
2) Kenal
dengan Obama itu penting.
3) Kenal
duta besar itu penting.
10. Kita
baru akan jadi paham kalau duit dan semua hal-hal tersebut kelak menjadi tidak
penting.
11. Agar
kita tahu dengan jelas hal-hal itu tidak penting, kita mesti menunggu sampai di
akhirat kelak.
12. Pada
saat mati kelak kita baru sadar bahwa harta, tahta, pengaruh, dan jumlah
pengikut, semuanya tak lagi dianggap penting.
13. Yang
penting besok di akhirat adalah lamanya menikmati sujud, memberi sedekah anak yatim, bersyukur bisa mengaji, dan sejenisnya.
14. Gara-gara
malas tidak salat tahajud dan meremehkan ibadah lainnya membuat orang menyesal
di akhirat.
15. Banyak
hal yang terasa remeh di dunia, tapi justru besar nilainya di akhirat.
16. Terkadang
ada fenomena tentang kiai.
17. Dia hanya
mengelola musala kecil reot, maka dilabeli sebagai kiai kecil.
18. Kiai
menjabat secara struktural ormas besar distempel sebagai kiai besar yang top,
hanya gara-gara jabatan yang ia sandang.
19. Bisa saja,
kelak di akhirat yang besar hanya jadi kulit saja.
20. Kiai dianggap
kecil tadi, malah bisa memberi syafa’at.
21. Sayangnya,
kiai atau ulama di akhirat mungkin boleh dendam.
22. Sehingga
ia tidak mau memberi syafaat kepada orang yang menganggapnya sebagai kecil di
dunia.
23. Padahal
ia menjadi orang besar di mata Allah.
24. Gus
Baha’ berpesan jangan suka melabeli ulama sebagai kiai kecil, karena mungkin saja
ia besar menurut Allah.
25. Dan
seperti ini banyak terjadi.
26. رُبَّ أَشْعَثَ، مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ
عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ
Banyak orang yang rambutnya semrawut,
compang-samping, ditolak masuk ke pintu-pintu masyarakat karena dianggap remeh,
tapi orang itu jika bersumpah atas nama Allah, pasti Allah mengabulkan permintaannya.
27. Ada
cerita Uwais Al-Qarni yang masyhur.
28. Ia tak
pernah mengikuti salat Jumat.
29. Ia
beralasan tidak punya pakaian yang cukup untuk menutupi aurat untuk pergi
Jumatan.
30. Uwais
tidak pernah berani mempunyai pakaian hingga 2 helai.
31. Dia khawatir,
jangan-jangan ia mempunyai pakaian 2 helai, sedangkan ada orang lain tak punya
pakaian sama sekali, ia kelak akan dihisab karenanya..
32. Sebab
standarnya, jika ada orang tidak punya pakaian, di sisi lain tetangganya punya pakaian
lebih dari kebutuhannya, maka harus diberikan.
33. Kalau
tidak, akan dimintai tanggung jawab oleh Allah, akan dihisab.
34. Berbeda
kalau punyanya hanya 1 pakaian saja.
35. Walaupun
dari sumber harta syubhat, tetap halal, dan tidak terkena hisab.
36. Sebab,
ia berpakaian semata-mata untuk menutup aurat yang hukumnya wajib.
37. Dalam
keadaan darurat untuk menjalankan kewajiban menutup aurat, umpama memakai harta
haram tetap diperbolehkan, karena darurat.
38. Makan
juga begitu.
39. Uwais
Al-Qarni tidak mau makan, kecuali kalau tidak makan, ia akan mati.
40. Jika terpaksa
yang ia makan itu haram, maka menjadi halal karena darurat.
41. Jika
lebih dari itu, maka terkena hisab.
42. Gus
Baha’ menjelaskan profil Uwais Al-Qarni di mata masyarakat tidak terkenal, tapi
namanya tenar di langit.
43. Artinya,
kiai kecil atau kiai besar tidak bisa diukur dengan pandangan masyarakat secara
kasat mata.
44. Karena
ukurannya bukan berdasar kealiman atau pengikutnya, tapi ketakwaannya.
45. Al-Quran
surah Al-Hujurat (surah ke-49) ayat 13.
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ
لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ
عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
46. Allah berfirman,“Sesungguhnya
yang paling mulia kalian di sisi Allah adalah kalian yang paling taqwa.”
47. Dalam
pandangan tasawuf, kita tidak bisa memetakan kiai besar dan kiai kecil jika
mengacu kedudukan mereka di sisi Allah.
48. Kecuali
pada ranah kredibilitas dan kapabilitas keilmuan.
49. Kita
baru bisa menilai kapasitas keilmuan seseorang dengan parameter atau patokan
yang sudah ditentukan oleh para ulama.
50. Sehingga
kita bisa mengambil mereka sebagai rujukan masalah agama.
51. Tapi jika
menyangkut mana yang paling mulia di sisi Allah, tidak ada yang bisa
mengklasifikan mana yang besar mana yang kecil.
(Sumber: internet Ahmad Mundzir)
0 comments:
Post a Comment