BEDANYA AL-QURAN DAN HADIS
NABI
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi,
M.M.
Hadis (menurut KBBI V)
adalah sabda, perbuatan, dan takrir (ketetapan) Nabi Muhammad yang diriwayatkan
atau diceritakan oleh para sahabat untuk menjelaskan hukum Islam.
Hadis adalah segala
sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad tentang ucapan, perilaku,
perbuatan, dan ketetapan yang bersifat fisik dan psikis sebelum menjadi Nabi
dan sesudahnya.
Ulama “Ushul Fiqih”
membatasi pengertian:
1. Hadis adalah “perkataan
Nabi Muhammad yang berkaitan dengan hukum Islam”.
2. Sunah adalah
“perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad yang berkaitan dengan hukum
Islam”.
Para ulama tafsir
berpendapat tentang perintah patuh kepada Allah dan Rasul-Nya ditemukan dalam
Al-Quran dengan redaksi berbeda.
1. Perintah ke-1:
“Athi’u Allah wa
Rasul” .
(Patuhi Allah dan Rasul).
2. Perintah ke-2:
“Athi’u Allah wa
athi’uRasul”.
(Patuhi Allah dan patuhi
Rasul).
Perintah ke-1 mencakup
kewajiban patuh kepada Nabi dalam hal yang sejalan dengan perintah Allah.
Karena redaksi yang
dipakai mencukupkan sekali saja memakai kata “Athi’u”.
Yang artinya “Taati” atau
“Patuhi”.
Perintah ke-2 mencakup
kewajiban patuh kepada Nabi.
Meskipun dalam hal yang
tidak disebutkan secara eksplisit oleh Allah dalam Al-Quran.
Bahkan kewajiban patuh
kepada Nabi dilakukan terlebih dahulu, dalam kondisi tertentu.
Meskipun seseorang sedang
melakukan perintah Allah.
Misalnya, kasus Ubay
bin Kaab.
Ketika Ubay bin Kaab
sedang mengerjakan salat.
Ubay bin Kaab
dipanggil oleh Rasulullah.
Ubay bin Kaab menghentikan
salatnya dan mendatangi Nabi, meskipun salatnya belum
selesai.
Al-Quran surah An-Nisa
(surah ke-4) ayat 59.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ
وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي
شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Hai orang-orang
beriman, taati Allah dan taati Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunah), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.
Al-Quran surah An-Nisa
(surah ke-4) ayat 65.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ
فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا
قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka
(pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati
mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya.
Orang beriman menerima
semua ketetapan Nabi dengan penuh kesadaran dan kerelaan tanpa perasaan enggan
dan tanpa pembangkangan sedikit pun.
Itulah syarat keabsahan
keimanan seseorang.
Tetapi, di
sisi lain ada perbedaa antara hadis dan Al-Quran dalam redaksi dan
cara penyampaian atau penerimaannya.
Wahyu Allah.
1. Dalam redaksinya, diyakini
bahwa wahyu Al-Quran disusun langsung oleh Allah.
2. Malaikat Jibril hanya
sekadar menyampaikan kepada Nabi Muhammad.
3. Nabi Muhammad langsung
menyampaikannya kepada umatnya.
4. Demikian seterusnya dari
satu ke generasi berikutnya.
5. Redaksi wahyu Al-Quran
dipastikan tidak mengalami perubahan apa pun.
6. Karena sejak diterima oleh
Nabi, kemudian disampaikan kepada para sahabat.
7. Lalu ditulis dan dihafal
oleh banyak sahabat.
8. Kemudian disampaikan
secara mutawatir oleh banyak orang.
9. Yang mustahil akan sepakat
untuk berbohong.
10. Atas dasar ini, wahyu
dalam Al-Quran bersifat “Qath’i Wurud”.
11. Artinya sebuah “dalil yang
meyakinkan ”bahwa datangnya dari Allah berupa Al-Quran atau berasal dari Nabi
berupa hadis mutawatir.
12. Hadis mutawatir adalah
sifat hadis yang punya banyak sanad, yang diriwayatkan oleh banyak perawi pada
tingkat sanadnya.
13. Sehingga para perawi
mustahil bersepakat untuk berdusta atau memalsukan hadis.
HADIS NABI
1. Pada umumnya hadis Nabi
disampaikan secara orang per orang.
2. Dan sering muncul dengan
redaksi agak berbeda dengan redaksi yang diucapkan oleh Nabi.
3. Para ulama hadis
menjelaskan bahwa para sahabat sudah ada yang menuliskan teks hadis.
4. Tetapi umumnya penyampaian
atau penerimaan kebanyakan hadis yang ada sekarang hanya berdasar hafalan para
sahabat dan tabiin.
5. Sahabat adalah para
pemeluk Islam yang hidup sezaman dengan Nabi Muhammad.
6. Tabiin adalah para
penganut ajaran Nabi Muhammad generasi kedua setelah para sahabat.
7. Hali ini membuat kedudukan
hadis dalam autentiknya bersifat “Zhanni Wurud”.
8. Artinya hanya memberi
“kesan yang kuat” atau “perkiraan yang kuat” bahwa datangnya dari Nabi.
9. Hal ini, tidak
berarti ada keraguan terhadap keabsahan hadis.
10. Karena banyak faktor dalam
diri Nabi, para sahabat, dan kondisi sosial masyarakat ketika itu yang saling
menopang.
11. Sehingga membuat generasi
berikutnya merasa tenang dan yakin bahwa hadis Nabi sangat terjaga keasliannya.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera
Hati. Kisahdan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book
Membumikan Al-Quran
0 comments:
Post a Comment