SEMUA KEKUASAAN MANUSIA
PASTI BERAKHIR
oleh: Drs. HM. Yusron Hadi, M.M.
Tiap kekuasaan manusia.
Pasti berakhir.
Hal itu sunatullah.
Kekuasaan sistem demokrasi.
Atau monarki.
Semua ada episodenya.
Rocky Gerung: Anies Bisa
Bebas Nyatakan Pendapat Politiknya Setelah Lengser
Effendi Gazali:
Pencapresan Anies Makin Leluasa Usai Akhiri Tugas sebagai Gubernur
Relawan Didorong Masif
Sosialisasikan Anies di Medsos
Ketum Lintas Komunikasi
Alumni Jerman: Anies Bisa Lampaui Mahathir dan Lee Kuan Yew
Masa jabatan Presiden
Jokowi .
Hanya tinggal 2 tahun.
Tahun 2024 berakhir.
Tahun 2023.
Yaitu tahun politik.
Semua partai.
Sibuk nasib masa
depannya.
Ada 2 hal yang
dipikirkan partai.
Yaitu:
1)
Cara suara partai naik.
Minimal tetap.
2)
Siapa capres potensial menang.
Dan akan diusung.
Hanya 2 itu yang
jadi pertimbangan.
Kedua hal ini saling
terkait.
Karena dukungan
kepada capres.
Berpengaruh terhadap
suara partai.
Partai untung.
Jika mengusung
capres.
Yang jadi pilihan
konstituennya.
Apalagi, capres yang
diusung.
Punya peluang besar.
Untuk menang.
Maka tiap partai
punya survei internal.
Bagi partai politik.
Presiden Jokowi.
Segera jadi masa
lalu.
Waktu romantis.
Kabinet Indonesia
Bersatu (KIB).
Segera berakhir.
Dan dilupakan.
Pilpres tahun 2024.
Menyedot perhatian partai
politik.
Untuk menyiapkan
masa depannya.
Sejak tahun 2019.
PKS dan Demokrat.
Memilih di luar
kekuasaan Jokowi.
Otomatis pilihan
politiknya berbeda.
Bahkan berseberangan
dengan Jokowi.
Tahun 2022.
Tampaknya NasDem.
Punya pilihan
politik.
Tidak sejalan dengan
Jokowi.
NasDem dan Jokowi.
Punya calon berbeda.
Untuk tahun 2024.
NasDem.
Selalu berani.
Membuat keputusan awal.
Untuk deklarasi
calon.
Dengan langkah
pro-aktif.
NasDem punya saham
besar.
Jika calon itu
sukses.
Dan jadi presiden.
Pilpres tahun 2014 dan 2019.
NasDem ikut mengusung
Jokowi.
Tahun 2024.
Jokowi selesai.
Dipastikan tidak dicalonkan lagi.
UUD membatasinya.
Tiap presiden hanya boleh 2 periode.
Wacana pemilu mundur.
Dan gagasan 3 periode.
Tak lagi punya ruang.
Mayoritas partai dan rakyat menolak.
Pintu tertutup.
Mungkinkah Jokowi
jadi cawapres?
Wacana itu ada.
Mahkamah Konstitusi
(MK).
Bahkan ikut bicara.
Soal peluang
presiden 2 periode.
Jadi cawapres.
Dahlan Iskan anggap sebagai:
“Petir di musim kemarau”.
Memang aneh juga.
Pertanyaannya?
Jokowi mau jadi
cawapresnya siapa?
Prabowo?
Tidak mungkin.
Kalkulasi politiknya
tak masuk.
Prabowo menang.
Jokowi akan
diparkir.
Tak akan dikasih
peran apa-apa.
MoU apa pun.
Tak berlaku.
Kekuasaan punya
logika sendiri.
Kekuasaan tidak
tunduk pada komitmen personal.
Misalnya.
MoU Batu Tulis.
Hal itu salah satu
faktanya.
MoU Gerindra-PKS.
Yaitu fakta lainnya.
Pihak yang wacanakan.
Jokowi maju cawapres.
Seperti mahasiswa
FISIP.
Baru belajar
politik.
Jika pasangan
Prabowo-Jokowi kalah.
Hal itu lebih parah
lagi.
Jadi preseden buruk
dalam sejarah.
Menang atau kalah.
Pasangan
Prabowo-Jokowi.
Kekuasaan dan wibawa
Jokowi.
Akan rontok.
Kekuasaan dan peran
apa.
Yang dimiliki wakil
presiden?
Nyaris tak ada.
Terutama jika kalah pilpres.
Jokowi tidak dikenang.
Sebagai Presiden
ke-7.
Tapi sebagai
cawapres gagal.
Jokowi cawapres.
Siapa pun
pasangannya.
Tidak untung sama
sekali.
Hal itu pilihan
politik.
Paling tidak
rasional.
Tahun 2024 bukan
milik Jokowi.
Jokowi segera jadi
masa lalu.
Seloyal apa pun
partai, pejabat, pengusaha.
Bahkan relawan.
Mereka berpikir masa
depan.
Rasional mereka.
Yaitu masa depan.
Bukan masa lalu.
Jika hari ini.
NasDem tidak seperahu lagi.
Dengan Jokowi.
Untuk Pilpres 2024.
Maka ke depan.
Hampir pasti diikuti
partai lain.
Bukan membangkang.
Tapi tuntutan masa
depan.
Hal itu politik
rasional.
Jokowi tidak bisa
mencegah.
Dan menyanderanya.
Tidak hanya bagi
Jokowi.
Tapi hukum politik.
Berlaku pada semua
rezim.
Keputusan partai
politik.
Selalu terkait suara
partai.
Dan calon yang punya
efek elektoral.
Potensial menang.
Hanya itu.
Tak ada yang lebih
rasional.
Daripada pertimbangan
itu.
Komunikasi politik.
Oleh partai-partai
politik.
Selama ini.
Punya tujuan.
Untuk menaikkan
suara.
Dan menang.
Hanya soal waktu.
Kapan partai membuat
keputusan.
Terkait ini.
Jokowi tidak lagi jadi
pertimbangan.
Jokowi segera jadi
sejarah masa lalu.
Tahun 2023.
Akan banyak partai.
Yang tidak sejalan.
Dengan pilihan
Jokowi.
Sikap politik paling
rasional.
Bagi Jokowi.
Yaitu netral.
Dengan sikap netral.
Jokowi meninggalkan legacy yang baik.
Jokowi dicatat
sebagai negarawan.
Masa depannya
relatif lebih aman.
Siapa pun terpilih jadi presiden.
Jokowi aman dan
terhormat.
Tapi sebaliknya.
Jika Jokowi terlalu
ikut campur.
Dalam pilpres.
Dan calon pilihannya
kalah.
Hal itu punya risiko
politik.
Amat besar.
Jika kontestasi
Pilpres tahun 2024.
Se-ekstrem tahun
2019.
Maka risiko
politiknya.
Bisa ekstrem juga.
Rakyat berharap.
Kompetisi di Pilpres tahun 2024.
Berjalan fair, jujur, dan adil.
. Semua partai dan capres.
Diberikan ruang sama.
Untuk kompetisi secara elegan.
Sehingga lahir presiden terpilih.
Yang diterima semua pihak.
Siapa pun presiden terpilih.
Dia presiden seluruh rakyat Indonesia.
Bukan presiden.
Untuk pendukungnya saja.
Hal itu.
Harus jadi prinsip leadership bangsa.
(Sumber kba)
Tony Rosyid
0 comments:
Post a Comment