MEMAHAMI PEREKAT PERNIKAHAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Perekat pernikahan menurut Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Para ulama menjelaskan bahwa tali-temali perekat pernikahan antara suami dan istri adalah cinta, “mawaddah”, rahmat dan amanah Allah, itulah tali-temali rohani perekat perkawinan.
Sehingga kalau cinta pupus dan “mawaddah” putus, masih ada rahmat, dan kalau tidak tersisa, masih ada amanah, dan selama pasangan itu beragama, amanahnya akan tetap terjaga.
Al-Quran memerintahkan seorang suami agar menggauli istri dengan baik dan apabila kamu tidak lagi menyukai dan mencintainya, jangan memutuskan tali perkawinan, karena mungkin kamu tidak menyenangi sesuatu, tetapi Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.
Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat l9.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا ۖ وَلَا تَعْضُلُوهُنَّ لِتَذْهَبُوا بِبَعْضِ مَا آتَيْتُمُوهُنَّ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagimu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Kata “mawaddah” tersusun dari huruf-huruf “m-w-d-d”, yang maknanya berkisar pada “kelapangan dan kekosongan”, jadi “mawaddah” adalah “kelapangan dada” dan “kekosongan jiwa dari kehendak buruk”.
“Mawaddah” adalah “cinta plus”, karena seseorang yang mencintai, kadang kala hatinya kesal, sehingga cintanya pudar dan putus, tetapi yang bersemayam dalam hati “mawaddah”, tidak akan memutuskan hubungan, seperti yang bisa terjadi pada orang yang bercinta.
Hal ini disebabkan hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan, sehingga pintunya telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin, yang mungkin datang dari pasangannya.
Kata “rahmat” adalah kondisi psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan, sehingga mendorong seseorang untuk memberdayakannya.
Dalam kehidupan berkeluarga, maka suami dan istri, masing-masing akan bersungguh-sungguh dan bersusah payah untuk mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggu dan mengotorinya.
Al-Quran menekankan hal ini dalam rangka jalinan perkawinan karena betapa pun hebatnya seseorang, dia pasti memiliki kelemahan, dan sebaliknya betapa pun lemahnya seseorang, pasti ada unsur kekuatannya.
Suami dan istri pasti demikian, karena tidak ada suami yang sempurna, dan tidak ada istri yang sempurna, sehingga suami dan istri harus selalu berusaha untuk saling melengkapi.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 187 menjelaskan bahwa istri adalah “pakaian” untuk suami, dan suami adalah “pakaian” untuk istri.
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَائِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ ۗ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۖ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“Dihalalkan bagimu pada malam hari bulan Ramadan bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampunimu dan memberikan maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakan puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa”.
Ayat Al-Quran ini mengisyaratkan bahwa suami dan istri saling membutuhkan seperti manusia yang memerlukan pakaian, yang berarti bahwa suami dan istri masing-masing memiliki kekurangan, sehingga suami dan istri harus dapat berfungsi sebagai “pakaian” yaitu “menutupi kekurangan pasangannya”, layaknya pakaian yang menutupi aurat atau kekurangan pemakainya.
Pernikahan adalah suatu amanah yang harus dirawat, dijaga, dan diamankan dengan baik oleh suami dan istri, karena terjadinya perkawinan adalah atas doa dan restu dari orang tua dan keluarga masing-masing.
Kesediaan seorang istri untuk hidup bersama dengan seorang lelaki dengan meninggalkan orang-tua dan keluarga yang membesarkannya dan “menggantinya” dengan penuh kerelaan untuk hidup bersama lelaki “asing” yang menjadi suaminya, serta bersedia saling berbagi dan saling merawat dalam suka dan duka.
Semuanya dilakukan dengan penuh keyakinan bahwa kebahagian hidup bersama suami dan anak-anaknya akan lebih besar dibandingkan dengan kebahagiaan bersama keluarga asalnya.
Keyakinan inilah yang dituangkan istri kepada suaminya dan itulah yang dinamakan oleh Al-Quran “mitsaqan ghalizha” yaitu “perjanjian yang sangat kokoh”.
Al-Quran surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 21.
وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
“Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang sangat kokoh”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment