Thursday, October 19, 2017

385. SATU

MEMAHAMI KESATUAN DAN PERSATUAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.



       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Makna kesatuan dan persatuan menurut Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Kata “kesatuan” (menurut KBBI V) bisa diartikan “perihal satu”, “keesaan”, “sifat tunggal”, “satuan”, “konvensi melalui observasi yang mengharuskan adanya konsisrwnsi tempat, waktu, dan ruang dalam sebuah pertunjukan”.
      Kara “persatuan” adalah “gabungan (ikatan, kumpulan, dan sebagainya) beberapa yang sudah bersatu”, “perserikatan”, “serikat”, dan “perihal bersatu”.
      Pra ulama berpendapat bahwa Al-Quran memerintahkan umat untuk bersatu, karena umat iniadalah umat yang satu.
      Al-Quran surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 92.

إِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ

      “Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku”.
      Al-Quran surah Al-Mu'minun, surahke-23 ayat 52.

وَإِنَّ هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ
    
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku”.
       Kata “umat” terulang 51 kali dalam Al-Quran, dengan makna yang berbeda-beda, dan kata “umat” bisa diartikan “kelompok  yang  dihimpun  oleh  sesuatu,  karena persamaan agama, waktu, atau tempat, dengan pengelompokan secara terpaksa maupun atas kehendak sendiri.”
      Tidak hanya manusia yang berkelompok dinamakan “umat”, bahkan binatang juga disebut “umat”.
      Al-Quran surah Al-An'am, surah ke-6 ayat 38.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

      “Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dihimpunkan”.
      Al-Quran tidak menjelaskan jumlah anggota dalam satu umat, ada yang berpendapat satu umat minimal berjumlah 40 orang atau minimal 100 orang, dan Al-Quran menggunakan kata “umat” untuk orang yang mempunyai banyak keistimewaan atau jasa.
      Al-Quran surat An-Nahl, surah ke-16 ayat 120 menyatakan Nabi Ibrahim disebut umat karena memiliki banyak keistimewaan.

إِنَّ إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

      “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam (umat) yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)”.
             Makna kata “umat”  dalam Al-Quran sangat lentur, dan mudah menyesuaikan diri, tidak ada batas minimal atau maksimal  untuk  suatu  persatuan, yang membatasi  hanyalah  bahasa, yang tidak  menyebutkan  adanya persatuan tunggal.
       Dalam Al-Quran ditemukan 9 kali kata “umat” yang digandengkan dengan “wahidah”, sehingga para ulama berpendapat bahwa yang ditekankan dalam sifat umat Islam adalah persatuannya, bukan penyatuannya, artinya agama Islam adalah agama yang satu dalam prinsipnya (ushulnya), dan tidak ada perbedaan dalam akidahnya, meskipun bisa berlainan dalam perincian ajarannya (furu’nya).
      Al-Quran mengakui “kebhinnekaan” dalam “ketunggalan”, yag sesuai dengan Al-Quran surah Al-Maidah, surah ke-5 ayat 48 menyatakan apabila Allah menghendaki niscaya dijadikan satu umat saja.

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ ۖ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ ۚ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَٰكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

       “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antaramu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak mengujimu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kembalimu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”.
       Para ulama berpendapat bahwa Al-Quran tidak menuntut penyatuan umat Islam dalam satu wadah saja, tetapi  hendaknya  umat Islam mengarah  kepada   satu tujuan,  dan saling  membantu  untuk  menjaga  keberadaan masing-masing.
      Al-Quran surah Ali 'Imran, surah ke-3 ayat 105.

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ ۚ وَأُولَٰئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
      “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”.
      Para ulama menjelaskan yang dilarang adalah berkelompok yang mengakibatkan perselisihan.
     Keluwesan kandungan makna “umat” membuktikan bahwa Al-Quran hanya mengamanatkan nilai yang umum dan  menyerahkan  kepada masyarakat manusia untuk menyesuaikan diri dengan nilai yang umum itu.
        Hal ini adalah salah satu keistimewaan Al-Quran, sehingga Al-Quran selalu sesuai dengan perkembangan masyarakat di mana pun dan kapan pun, maka Al-Quran tidak mengharuskan penyatuan seluruh umat Islam ke dalam  satu  wadah  kenegaraan.
      Sistem  kekhalifahan Utsmaniyah adalah salah satu bentuk wadah yang dapat  dibenarkan, tetapi bukan satu-satunya bentuk baku yang ditetapkan.
     Oleh sebab itu, apabila perkembangan pemikiran manusia dan kebutuhan   masyarakat menuntut  bentuk  lain,  hal  itu  dibenarkan oleh ajaran Islam, asalkan nilai yang dibawanya dan unsur lainnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment