Thursday, October 19, 2017

386. ASAL

MEMAHAMI ASAL KETURUNAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.



       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Asal keturunan menurut Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya

     Kata “asal” (menurut KBBI V) bisa diartikan “keadaan (tempat, wujud, rupa, dan sebagainya) yang semula”, “pangkal permulaan”, “mula-mula sekali”, “semula”, “dengan syarat”, “apabila”, “pokoknya”, dan “yang penting”.
      “Keturunan” adalah “manusia, binatang, atau tanaman yang diturunkan dari yang sebelumnya”, “kemasukan (orang halus dan sebagainya)”, “hal turun”, dan “menderita atau mendapat sesuatu (penyakit dan sebagainya) yang menurun dari gnerasi ke genersi sebelumnya”.
       Para ulama menjelaskan bahwa kehadiran agama adalah untuk menjaga keturunan, serta syariat perkawinan dengan syarat dan rukun-rukunnya, siapa yang boleh dan tidak boleh dikawini dan  sebagainya, adalah salah satu cara Al-Quran untuk memelihara keturunan.
       Al-Quran menegaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari satu keturunan dan bersuku-suku, termasuk rumpun dan ras manusia, agar mereka saling mengenal  potensi masing-masing dan memanfaatkannya semaksimal mungkin.
       Hal ini artinya bahwa Al-Quran merestui pengelompokan berdasarkan keturunan,  asalkan tidak menimbulkan perpecahan, bahkan mendukungnya demi mencapai kemaslahatan bersama.
      Al-Quran surat Al-A'raf, surah ke-7 ayat 160.

وَقَطَّعْنَاهُمُ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ أَسْبَاطًا أُمَمًا ۚ وَأَوْحَيْنَا إِلَىٰ مُوسَىٰ إِذِ اسْتَسْقَاهُ قَوْمُهُ أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْحَجَرَ ۖ فَانْبَجَسَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا ۖ قَدْ عَلِمَ كُلُّ أُنَاسٍ مَشْرَبَهُمْ ۚ وَظَلَّلْنَا عَلَيْهِمُ الْغَمَامَ وَأَنْزَلْنَا عَلَيْهِمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَىٰ ۖ كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ ۚ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَٰكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ

      “Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya, “Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”. Maka memancarlah daripadanya duabelas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami berfirman), “Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu”. Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri”.
      Al-Quran surat  Asy-Syuara, surah ke-26 ayat 214.

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

      “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”.
      Nabi pernah diperintahkan oleh Al-Quran agar memberikan peringatan kepada kerabat dekatnya. Hal itu menunjukkan bahwa penggabungan diri ke dalam satu wadah kekerabatan disetujui oleh Al-Quran, apalagi menggabungkan diri pada wadah yang lebih besar semacam kebangsaan.
      Piagam Madinah yang diprakarsai oleh Nabi Muhammad ketika baru tiba di   Madinah yang berisi ketentuan dan kesepakatan yang mengikat masyarakat Madinah justru mengelompokkan anggotanya pada suku-suku tertentu, dan masing-masing  disebut dengan “umat”, yang isinya penduduk yang berbeda agama itu bersepakat menjalin persatuan untuk membela kota Madinah dari serangan musuh dari luar.
      Al-Quran surah Hud surah ke-11 ayat 80 menyatakan Nabi Luth mengeluh kaum bangsanya tidak menerima dakwahnya.

قَالَ لَوْ أَنَّ لِي بِكُمْ قُوَّةً أَوْ آوِي إِلَىٰ رُكْنٍ شَدِيدٍ

      “Luth berkata, “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).”
      Nabi Muhammad perjuangan di Mekah, justru mendapatkan pembelaan dari  keluarga yang beriman maupun yang tidak beriman.
       Ketika penduduk Mekah memboikot Nabi dan keluarga besar Bani Hasyim, maka  Abu Thalib yang bukan anggota masyarakat Muslim dengan  tegas  berkata,”Demi  Allah, kami tidak akan menyerahkan Muhammad sampai yang terakhir dari kami gugur.”
       Nabi bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah yang membela keluarga besarnya, asalkan bukan perbuatan dosa”.
       Tetapi pengelompokan berdasarkan suku bangsa tidak boleh menyebabkan   fanatisme buta, apalagi menimbulkan sikap superioritas, sehingga menjadi angkuh dan melecehkan, Nabi mengistilahkan hal itu dengan “ashabiyah”.
         Nabi bersabda,“Bukanlah dari kelompok kita orang yang mengajak kepada      “ashabiyah”, bukan yang berperang atas dasar “'ashabiyah”, bukan juga yang mati dengan keadaan mendukung “ashabiyah”.
      “Ashabiyah” adalah fanatik buta kepada kelompoknya, meskipun kelompoknya salah dan berada dalam kemungkaran, maka tetap dibelanya karena setia kawan.
       Nabi bersabda,”Tolonglah saudaramu yang menganiaya dan yang dianiaya, yang dimaksud membela orang yang menganiaya adalah dengan mencegahnya agar tidak melakukan penganiayaan.
      Al-Quran surah Al-Kahfi, surah ke-18 ayat 50.

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا
     
  “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang zalim’.
       Al-Quran mengisyaratkan bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan sifat dapat  digabungkan ke dalam satu wadah, misalnya iblis adalah dari golongan jin.
      Al-Quran menjelaskan bahwa jin adalah makhluk yang patuh kepada Allah, sehingga dikelompokkan ke dalam malaikat yang diperintahkan bersujud kepada Nabi Adam.
      Meskipun yang diperintah untuk sujud kepada Nabi Adam adalah para malaikat, tetapi iblis dari kelompok jin termasuk yang diperintah, ketika iblis tidak patuh, maka  dikutuk Allah.
      Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 11.

وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ

      “Sesungguhnya Kami telah menciptakanmu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam”, maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud”.
       Dalam konteks paham kebangsaan, Nabi memasukkan para sahabatnya, seperti  Salman yang berasal dari Persia, Suhaib dari Romawi, dan Bilal dari Habasyah (Etiopia) ke dalam kelompok orang Arab.
       Ketika ada sahabat yang meremehkan ketiga orang tersebut, maka Nabi bersabda,“Kearaban yang melekat dalam diri kalian bukan disebabkan karena ayah dan ibu kalian, tetapi karena bahasa, sehingga siapapun yang berbahasa Arab, maka dia adalah orang Arab”.
       Bahkan Salman Al-Farisi dinyatakan  oleh Nabi  sebagai “Minna  Ahlul Bait” yang artinya “Salman adalah dari  kelompok  kita”, karena dia sangat dekat secara pribadi kepada Nabi dan keluarganya, serta memiliki pandangan hidup yang sama dengan “Ahlul Bait”.

      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 5 memerintahkan menyebut nama seseorang digandengkan dengan nama orang tuanya.

ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

       “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment