MEMAHAMI NILAI ISLAM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Nilai Islam menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Kata “nilai” (menurut KBBI V) bisa diartikan “harga (dalam arti taksiran harga”, “harga uang (dibandingkan dengan harga uang yang lain)”, “angka kepandaian”, “biji”, “ponten”, “banyak sedikitnya isi”, “kadar”, “mutu”, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan”, dan “sesuatu yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya”.
Para ulama menjelaskan bahwa secara umum nila-nilai Islam terangkum dalam empat prinsip pokok, yaitu “tauhid”, “keseimbangan”, “kehendak bebas”, dan “tanggung jawab”.
“Tauhid” akan mengantarkan manusia mengakui bahwa keesaan Allah mengandung konsekuensi keyakinan segala sesuatu bersumber dari Allah, dan kesudahannya berakhir kepada Allah.
Allah adalah Pemilik mutlak dan tunggal, segala kerajaan langit dan bumi semuanya berada dalam genggaman Allah, sehingga keyakinan ini akan mengantarkan seorang Muslim untuk berkata,”Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah semata-mata karena Allah Tuhan seru sekalian alam.
Prinsip ini akan menghasilkan “kesatuan-kesatuan” yang beredar dalam orbit tauhid, seperti beredarnya planet-planet tata surya mengelilingi matahari.
Kesatuan itu adalah kesatuan kemanusiaan, kesatuan alam semesta, kesatuan dunia dan akhirat, serta lainnya.
“Keseimbangan” akan mengantarkan manusia Muslim meyakini bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah dalam keadaan seimbang, serasi, dan presisi.
Al-Quran surah Al-Mulk, surah ke-67 ayat 3.
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
Prinsip ini menuntut manusia untuk hidup seimbang, serasi, dan selaras dengan dirinya sendiri, tetapi juga menuntunnya utuk menciptakan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam masyarakatnya, dan alam semesta.
“Kehendak bebas” adalah prinsip yang mengantarkan seorang Muslim meyakini bahwa Allah memiliki kebebasan mutlak, tetapi Allah juga menganugerahkan kepada manusia kebebasan untuk memilih dua jalan yang terbentang di hadapannya, yaitu yang baik dan yang buruk.
Manusia yang baik di sisi Allah adalah manusia yang mampu menggunakan kebebasan yang dimilikinya untuk menerapkan tauhid dan menjaga keseimbangan, kemudian lahir prinsip tanggung jawab secara individu dan kolektif, yaitu dengan konsep “fardhu ain” dan “fardhu kifayah”.
“Fardu ain” adalah kewajiban individual yang tidak dapat dibebankan kepada orang lain, sedangkan “fardu kifayah” adalah kewajiban yang apabila dikerjakan oleh seseorang, sehingga terpenuhi kebutuhan yang dituntut, maka semua anggota masyarakat terbebas dari tanggungjawab (dosa).
Tetapi, apabila tidak ada orang atau beberapa orang yang mengerjakannya sesuai dengan persyaratan, maka setiap anggota masyarakat berdosa.
Keempat prinsip yaitu “tauhid”, “keseimbangan”, “kehendak bebas”, dan “tanggung jawab”, harus mewarnai aktivitas setiap Muslim, termasuk aktivitas ekonominya.
Prinsip tauhid akan mengantarkan manusia dalam kegiatan ekonomi untuk menyakini bahwa harta benda yang berada dalam genggaman tangannya adalah milik Allah dan diperintahkan oleh Allah agar sebagian diberikan kepada pihak yang membutuhkan.
Al-Quran surah Al-Nur, surah ke-24 ayat 33 menyatakan berilah kepada orang yang membutuhkan harta yang diberikan oleh Allah kepadamu.
وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا ۖ وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ ۚ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَمَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu)”.
Dalam ajaran Islam, semua harta kekayaan dan segala sesuatu adalah milik Allah, karena hasil produksi yang dapat menghasilkan uang dan kekayaan, semuanya hasil rekayasa manusia dari bahan mentah disiapkan oleh Allah Yang Maha Esa.
Keberhasilan para pengusaha adalah hasil usahanya dengan partisipasi orang lain dan masyarakat, sehingga wajar apabila Allah memerintahkan manusia untuk menyisihkan sebagian dari harta miliknya untuk kepentingan masyarakat umum, artinya agama menetapkan adanya fungsi sosial bagi harta kekayaan.
Tauhid yang menghasilkan keyakinan kesatuan dunia dan akhirat akan mengantarkan seorang pengusaha mengejar keuntungan material dan keuntungan yang lebih kekal dan abadi.
Prinsip tauhid menghasilkan pandangan tentang kesatuan umat manusia akan mengantarkan seorang pengusaha Muslim untuk menghindari segala bentuk eksploitasi terhadap sesama manusia.
Dalam konteks ini dapat dipahami ajaran Islam melarang praktik riba, pencurian, dan penipuan terselubung, serta larangan menawarkan suatu barang pada saat konsumen menerima tawaran yang sama dari orang lain.
Prinsip keseimbangan akan mengantarkan kepada pencegahan segala bentuk monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu tangan atau satu kelompok tertentu, sehingga Al-Quran menolak apabila kekayaan hanya berkisar pada orang-orang atau kelompok tertentu saja.
Al-Quran surah Al-Hasyr, surah ke-59 ayat 7 menyatakan agar harta tidak hanya beredar pada orang kaya saja.
مَا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ مِنْ أَهْلِ الْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاءِ مِنْكُمْ ۚ وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja harta rampasan (fai) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antaramu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.
Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 34 melarang menimbun dan pemborosan.
۞ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۗ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.
Nabi bersabda, “Siapa yang menimbun makanan selama 40 hari dengan tujuan menaikkan harga, maka dia telah berlepas diri dari Allah, dan Allah juga berlepas diri darinya”.
Al-Quran surah Al-A'raf, surah ke-7 ayat 31 melarang berlebihan dan pemborosan.
۞ يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan’.
Pemborosan dan sikap konsumtif dapat menimbulkan kelangkaan barang yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan akibat kenaikan harga, maka tugas Pemerintah untuk mengontrol harga, dan menjamin agar bahan kebutuhan pokok dapat diperoleh dengan mudah oleh seluruh anggota masyarakat.
Nabi bersabda,” Masyarakat berserikat dalam tiga hal, yaitu air, rumput, dan api”. Tiga komoditi tersebut adalah kebutuhan masyarakat pada masa Nabi, dan tentunya setiap masyarakat dapat memiliki kebutuhan yang lain.
Sebagian ulama berpendapat bahwa praktik perbankan sama dengan riba, tetapi sebagian ulama membolehkan dengan persyaratan tertentu, misalnya bank yang menyalurkan kredit haruslah Bank Pemerintah, karena keuntungan yang diperolehnya pada akhirnya kembali masyarakat.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment