TOLOK UKUR SIFAT ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang sifat Allah sebagai standar
ukuran menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
1. Kata “standar” (menurut KBBI V) dapat diartikan
“ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan”, “ukuran atau tingkat biaya
hidup”, “sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai
ukuran sebagai ukuran nilai atau harga”, “baku”, panji-panji, “bendera (sebagai
lambing”, “alat penopang yang berkaki (untuk menaruh bendera, menyangga sepeda,
penopang alat potret, dan sebagainya)”.
2. Para ulama berpendapat bahwa standar atau
tolok ukur perilaku yang baik dan buruk mestilah merujuk
kepada ketentuan Allah, karena suatu yang dinilai baik oleh Allah, pasti
dalam esensinya baik.
3. Al-Quran surah Thaha (surah ke-20) ayat 8
menyatakan bahwa Allah mempunyai segala sifat yang baik.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ لَهُ
الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
Dia Allah, tidak ada tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai “asmaulhusna” yaitu nama-nama
yang baik.
4. Rasulullah memerintahkan
umat Islam agar berusaha sekuat kemampuan
dan kapasitasnya sebagai
makhluk untuk meneladani Allah
dalam semua sifat-sifat-Nya.
5. Berakhlaklah dengan akhlak Allah.
Ketika Aisyah (istri
Rasulullah) ditanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah menjawab,”Budi pekerti
Rasulullah adalah Al-Quran.”
6. Semua sifat Allah tertuang dalam Al-Quran.
Jumlahnya bahkan melebihi 99 sifat yang populer
disebutkan dalam hadis. Sifat-sifat
Allah itu adalah satu kesatuan, karena Allah Esa di
dalam zat, sifat, dan
perbuatan-Nya?
7. Tidak wajar jika sifat-sifat
Allah dinilai saling
bertentangan, karena semua
sifat Allah memiliki tempatnya
masing-masing, ada tempat
untuk keperkasaan dan
keangkuhan Allah, juga tempat kasih sayang dan kelemah-lembutan Allah.
8. Ketika
seorang Muslim meneladani sifat
Al-Kibriya' (Keangkuhan Allah),
ia harus ingat bahwa sifat itu tidak akan disandang oleh Allah kecuali dalam
konteks ancaman terhadap
para pembangkang dan terhadap
orang yang merasa dirinya superior.
9. Rasulullah melihat orang
yang berjalan dengan angkuh di medan perang, beliau bersabda, “Itu adalah
cara berjalan yang dibenci Allah, kecuali dalam kondisi semacam ini.”
10. Seseorang yang berusaha meneladani
sifat Al-Kibriya'(Kengkuah Allah)
tidak akan meneladaninya, kecuali
terhadap manusia-manusia yang angkuh.
11. Dalam konteks ini ditemukan riwayat yang
menyatakan, “Bersikap angkuh terhadap orang yang angkuh adalah sedekah”.
12. Ketika
seorang Muslim berusaha
meneladani kekuatan dan kebesaran Allah,
harus diingat bahwa
sebagai makhluk, maka manusia terdiri
atas jasad dan ruh, sehingga keduanya
harus sama-sama kuat.
13. Kekuatan
dan kebesaran itu
mesti diarahkan untuk membantu yang kecil dan lemah, bukan
digunakan untuk menopang yang salah
maupun yang sewenang-wenang.
14. Allah tidak suka kepada orang yang, angkuh
lagi membanggakan diri, seperti dalam Al-Quran surah Lukman (surah ke-31) ayat
18.
وَلَا
تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّ اللَّهَ
لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
Dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di
muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri.
15. Jika seorang Muslim meneladani Allah Yang
Maha Kaya, ia harus menyadari bahwa
istilah yang digunakan
Al-Quran untuk menunjukkan
sifat itu adalah
Al-Ghani.
16. Yang maknanya adalah tidak
membutuhkan dan bukan kaya materi, sehingga esensi sifat itu (kekayaan) adalah
kemampuan berdiri sendiri atau tidak
menghajatkan pihak lain, sehingga
tidak perlu untuk meminta-minta.
17. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 273.
لِلْفُقَرَاءِ
الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي
الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ
بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ
فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
(Berinfaklah) kepada orang-orang
fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha) di
muka bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara
diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka
tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang
kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
18. Tetapi dalam kedudukan manusia sebagai
makhluk, ia sadar bahwa dirinya amat membutuhkan Allah.
19. Al-Quran surah Fathir (surah ke-35) ayat
15.
۞ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ ۖ
وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dia Yang
Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.
20. Demikian seterusnya dengan sifat-sifat
Allah yang lain, yang harus
diteladaninya, seperti Maha
Mengetahui, Maha Pemaaf, Maha Bijaksana, Maha Agung, Maha Pengasih, dan
lain-lain.
21. Adalah suatu keistimewaan bagi
seseorang atau masyarakat jika menjadikan
sifat-sifat Allah sebagai
tolok ukur.
22. Tidak menjadikan kelezatan atau manfaat
sesaat sebagai tolok ukur kebaikan.
23. Kelezatan dan manfaat dapat berbeda-beda
antara seseorang dengan yang lain.
24. Seseorang
yang berada dalam kondisi dan situasi tertentu juga bisa
berbeda, dengan kondisi lainnya.
Daftar Pustaka
1. Hatta, DR. Ahmad. Tafsir Quran Per Kata,
Dilengkapi dengan Asbabun Nuzul dan Terjemah. Penerbit Pustaka Maghfirah,
Jakarta 2011.
2. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
3. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan
Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
4. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
5. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
6. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment