QATH’I DAN ZHANNY
Oleh: Drs. HM. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang pendapat para ulama
tentang konsep Qath’i dan Zhanny?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
1. Istilah “qath’i” (pasti) dan “zhanniy” (kemungkinan)
masing-masing terdiri atas dua bagian, yaitu:
1) Menyangkut “al-tsubut” (kebenaran sumber).
2) Menyangkut “al-dalalah” (kandungan makna).
2. Tidak terdapat perbedaan pendapat di
kalangan umat Islam menyangkut kebenaran sumber Al-Quran.
3. Semua umat Islam bersepakat dan meyakini
bahwa redaksi ayat Al-Quran yang terhimpun dalam mushaf Al-Quran dan dibaca
oleh umat Islam di seluruh dunia sekarang, tetap sama dan tidak ada perbedaan sedikit
pun dengan yang diterima oleh Nabi Muhammad dari Allah melalui malaikat Jibril.
4. Al-Quran jelas “qath’i al-tsubut” (benar
sumbernya dan benar maknanya).
5. Yang menjadi masalah adalah menyangkut
kandungan makna redaksi ayat Al-Quran.
6. Para ulama tafsir tidak membahas masalah
ini, karena dalam segi penggalian makna, para ulama tafsir mengenal ungkapan, “Seorang
tidak disebut mufasir, kecuali dia mampu memberikan interpretasi beragam
terhadap ayat Al-Quran”.
7. Sikap ini tentunya tidak sejalan dengan
konsep “qath'iy dalalah” yang menurut hakikatnya adalah:
1) Menunjuk kepada makna tertentu yang harus
dipahami dari teksnya.
2) Tidak mengandung kemungkinan takwil
(penafsiran ayat Al-Quran mengandung
penafsiran yang tersirat).
3) Tidak ada tempat atau peluang untuk
memahami makna selain makna tersebut dari teks tersebut.
8. Sebagian ulama berkata,“Al-Quran mengandung
kemungkinan makna yang tidak terbatas”, sehingga Al-Quran selalu terbuka untuk
menerima penafsiran yang berbeda.
9. Para ulama berkata,”Apabila Anda membaca
Al-Quran, maknanya akan jelas di hadapan Anda, tetapi jika Anda membaca sekali
lagi, maka Anda akan menemukan makna lain yang berbeda dengan makna terdahulu.
10. Demikian seterusnya, sampai-sampai Anda
dapat menemukan kata atau kalimat yang mempunyai arti beraneka macam.
11. Semuanya pendapat ulama benar atau
mungkin benar.
12. Ayat Al-Quran bagaikan intan, yang setiap
sudutnya memancarkan cahaya yang berbeda-beda dan dapat menyilaukan.
13. Jika Anda mempersilakan orang lain
memandangnya, maka dia akan melihat pemandangan yang berbeda dan lebih banyak
dari yang Anda lihat.
14. Dapat dikatakan bahwa setiap “nash” (redaksi)
Al-Quran mengandung minimal dua “dalalah” (kemungkinan arti).
1) Menurut si pengucap, redaksi ayat
Al-Quran hanya mengandung satu arti saja, yakni arti yang dimaksudkan olehnya,
ini yang disebut “dalalah haqiqiyyah”.
2) Tetapi, bagi para pendengar atau pembaca
yang lain, “dalalah” atau “kemungkinan arti” bersifat relatif.
15. Para pendengar dan pembaca yang lain tidak
dapat memastikan maksud si pembicara.
16. Pemahaman mereka terhadap nash (redaksi) ayat
Al-Quran dipengaruhi banyak hal.
17. Oleh karena itu, semua orang dapat berbeda-beda
pendapatnya, hal ini yang disebut “dalalah nishbiyyah”.
18. Pembahasan tentang “qath’i dalalah” tidak
diuraikan secara khusus oleh para ahli tafsir Al-Quran, tetapi masalah ini
dibahas oleh para ulama “ushul fiqh”.
19. Para ahli tafsir Al-Quran pada umumya menjadikan
masalah “ushul fiqh” sebagai masalah yang “qathi” (pasti).
20. Meskipun, para ulama tafsir Al-Quran
tidak membicarakan masalah “qathi” (pasti) dan “zhanny” (kemungkinan), tetapi mereka
menekankan perlunya seorang mufasir untuk mengetahui “ushul fiqh” (ilmu yang
membahas tentang dalil fikih), terutama untuk menggali ayat-ayat Al-Quran
tentang hukum Islam.
Daftar Pustaka
1.
Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab,
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan
Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.
Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.
Tafsirq.com
online.
0 comments:
Post a Comment