KERASNYA BISNIS BARANG
BEKAS ROMBENG RONGSOK
Oleh: Drs. HM Yusron
Hadi, MM
Bos Rongsokan Sidoarjo
Ditembak.
Begini Kerasnya
Persaingan Bisnis Rombengan.
Bos rongsokan bernama
Sabar.
Korban penembakan di
Sidoarjo.
Siapa yang mengira.
Dunia bisnis barang
bekas.
Alias rongsokan atau
rombengan.
Begitu keras.
Senin (27/6/2022) malam.
Gempar peristiwa
penembakan bos rongsokan.
Di bawah flyover.
Sebelah barat Pasar
Larangan.
Sidoarjo.
Penembakan terhadap bos
rongsokan.
Bernama Sabar (37).
Di Desa Tenggulunan,
Candi, Sidoarjo.
Bisa jadi gambaran.
Tentang kerasnya hukum
rimba.
Dalam bisnis rongsokan.
Ada banyak pemain atau pelaku bisnis.
Yang bisa saling sikut,
baku hantam.
Hingga saling ancam
nyawa.
Cerita Dirman (bukan nama sebenarnya).
Salah satu bos rombengan
di Surabaya.
Para pelaku bisnis
rombeng.
Tak bisa orang
sembarangan.
Bisnis rongsokan ini.
Dominan oleh orang etnis
tertentu.
"Tapi tak sedikit pelaku bisnis rombeng.
Bukan etnis tertentu.
Termasuk saya.
Tapi dominan orang etnis
tertentu.
Yang tidak anggap sampah menjijikkan.
Tapi sebagai ladang
intan," cerita Dirman.
Rabu (29/6/2022).
Bisnis rongsokan.
Memang memanfaatkan barang.
Yang dianggap usang,
rusak.
Sudah tidak perlu.
Dan tak jarang
menjijikan.
Karena bercampur sampah
lainnya.
Tapi barang itu
menjanjikan intan.
Karena bernilai jual
dengan keuntungan.
Yang memberi kemakmuran.
“Dari hasil rongsokan,
"Saya punya:
1)
2 rumah.
2)
Tanah.
3)
2 pikap.
4)
1 truk.
5)
1 mobil pribadi.
Semua hasil rongsokan.
Ya, semua dari usaha ini,"
ujar Dirman.
dia mulai bisnis ini sejak 9 tahun lalu.
Saat itu, sebagai pemain
baru.
Dia sudah dihadapkan dengan
potensi konflik besar.
Salah satu yang dia
ingat.
Saat pertama ambil barang
rongsok.
Dari gedung bekas
stasiun televisi swasta di Surabaya.
"Awal membangun itu.
Dengan modal 1 pikap.
Aku ambil barang rongsok.
Di salah satu gedung tv
swasta besar.
D Surabaya.
Aku datang bawa pikap.
Di sana ada pengusaha
lain.
Dengan anak buahnya.
Bawa Toyota Fortuner.
Ada 3 pelaku usaha waktu
itu.
Ada juga yang bawa
Pajero," ujarnya.
Saat Dirman akan ambil barang rongsokan.
Dia mendapat ancaman.
Lalu bagaimana Dirman
berkelit?
Karena Dirman kenal.
Dan sudah minta izin
kepada pengelola gedung itu.
Dia masuk saja ke gedung
itu.
Tanpa hirau orang-orang
bermobil mewah.
Dia ambil barang bekas.
Yang dijanjikan
pengelola gedung.
Terutama kertas dan
kardus.
Yang memang bernilai
jual.
Ketika memuat barang ke
pikap.
Dia ditegur.
"Aku ditegur sama orang-orang itu.
Pasukannya, ya. Bukan bosnya.
“Kamu mengambil
barangnya siapa?”
Saya jawab,
“Ya, barangku ini.
Kamu itu siapa?"
Ujar Dirman.
Dia mengaku karyawan di kantor media.
Akan pindah ke kantor
baru.
Dari peristiwa itu aku sadar.
Ternyata bisnis ini keras
bisnis.
Dulu mengira ini bisnis paling
aman," ujarnya.
Wilayah kekuasaan.
Hal vital pada bisnis
rongsokan ini.
Saat pelaku usaha menguasai
daerah tertentu.
Terus ada pemain baru.
Yang nekat masuk tanpa
izin.
Maka persinggungan
terjadi.
"Itu potensi
konfliknya.
Kalau permainan harga,
saya kira gak.
Maka saya tidak mau
masuk ke sana.
Saya pilih potensi lain.
Yang tidak terjangkau umum.
Yang dominan etnis
tertentu," ujarnya.
Sudah 9 tahun.
Dirman telah memetakan
segala risiko.
Yang bisa dihadapi.
Intinya, bermain aman.
Tak serakah.
Tak ambil ladang intan
milik orang lain.
Dirman hanya bermain.
Barang rongsokan kertas
dan kardus.
Minimal 4 - 5 pabrik
kertas.
Yang menampung kertas dan
kardus bekas.
Dengan harga fluktuatif.
Kalau besi di:
1.
Waru (Sidoarjo).
2.
Warugunung (Surabaya).
Kalau plastik di Krian.
Pabriknya sedikit, tapi
pemainnya banyak.
Ada ratusan pemain masuk
ke pabrik itu," ujarnya.
Selama 9 tahun keluar masuk pabrik kertas.
Bisnis sampah kertas dan
kardus bekas.
Para pemain rongsokan masuk
pabrik.
Hanya itu-itu saja.
Beberapa dari Kudus,
Jawa Tengah.
Di sini ini UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota)
tertinggi.
Maka biaya
operasionalnya juga tinggi.
Maka pengepul dari Kudus
lari ke sini.
Kini harga pabrik 6.000
per kilo.
Maka persaingan makin
ketat.
Banyak pemain yang
masuk," ujarnya.
(Sumber detik)
0 comments:
Post a Comment