Monday, July 4, 2022

13857. KERASNYA BISNIS BARANG BEKAS ROMBENG

 

 


 

KERASNYA BISNIS BARANG BEKAS ROMBENG RONGSOK

Oleh: Drs. HM Yusron Hadi, MM

 

 

 

 

Bos Rongsokan Sidoarjo Ditembak.

Begini Kerasnya Persaingan Bisnis Rombengan.

 

Bos rongsokan bernama Sabar.

Korban penembakan di Sidoarjo.

 

Siapa yang mengira.

Dunia bisnis barang bekas.

Alias rongsokan atau rombengan.

Begitu keras.

 

Senin (27/6/2022) malam.

Gempar peristiwa penembakan bos rongsokan.

 

Di bawah flyover.

Sebelah barat Pasar Larangan.

Sidoarjo.

 

Penembakan terhadap bos rongsokan.

Bernama Sabar (37).

Di Desa Tenggulunan, Candi, Sidoarjo.

 

Bisa jadi gambaran.

Tentang kerasnya hukum rimba.

Dalam bisnis rongsokan.

 

 Ada banyak pemain atau pelaku bisnis.

Yang bisa saling sikut, baku hantam.

Hingga saling ancam nyawa.



Cerita Dirman (bukan nama sebenarnya).

Salah satu bos rombengan di Surabaya.

 

Para pelaku bisnis rombeng.

Tak bisa orang sembarangan.

 

Bisnis rongsokan ini.

Dominan oleh orang etnis tertentu.



"Tapi tak sedikit pelaku bisnis rombeng.

Bukan etnis tertentu.

Termasuk saya.

 

Tapi dominan orang etnis tertentu.

 Yang tidak anggap sampah menjijikkan.

 

Tapi sebagai ladang intan," cerita Dirman.

 Rabu (29/6/2022).


Bisnis rongsokan.

Memang memanfaatkan barang.

 

Yang dianggap usang, rusak.

Sudah tidak perlu.

 

Dan tak jarang menjijikan.

Karena bercampur sampah lainnya.

 

Tapi barang itu menjanjikan intan.

Karena bernilai jual dengan keuntungan.

Yang memberi kemakmuran.


“Dari hasil rongsokan,
"Saya punya:

1)             2 rumah.

2)             Tanah.

 

3)             2 pikap.

4)             1 truk.

5)             1 mobil pribadi.

 

Semua hasil rongsokan.

 

 

Ya, semua dari usaha ini," ujar Dirman.



dia mulai bisnis ini sejak 9 tahun lalu.

 

Saat itu, sebagai pemain baru.

Dia sudah dihadapkan dengan potensi konflik besar.

 

Salah satu yang dia ingat.

Saat pertama ambil barang rongsok.

Dari gedung bekas stasiun televisi swasta di Surabaya.



"Awal membangun itu.

Dengan modal 1 pikap.

 

Aku ambil barang rongsok.

Di salah satu gedung tv swasta besar.

D Surabaya.

 

Aku datang bawa pikap.

Di sana ada pengusaha lain.

 

Dengan anak buahnya.

Bawa Toyota Fortuner.

 

Ada 3 pelaku usaha waktu itu.

Ada juga yang bawa Pajero," ujarnya.



Saat Dirman akan ambil barang rongsokan.

Dia mendapat ancaman.

 

Lalu bagaimana Dirman berkelit?


Karena Dirman kenal.

Dan sudah minta izin kepada pengelola gedung itu.

 

Dia masuk saja ke gedung itu.

Tanpa hirau orang-orang bermobil mewah.

 

Dia ambil barang bekas.

Yang dijanjikan pengelola gedung.

 

Terutama kertas dan kardus.

Yang memang bernilai jual.

 

Ketika memuat barang ke pikap.

Dia ditegur.


"Aku ditegur sama orang-orang itu.

 Pasukannya, ya. Bukan bosnya.

 

“Kamu mengambil barangnya siapa?”

 

Saya jawab,

“Ya, barangku ini.

Kamu itu siapa?" Ujar Dirman.



Dia mengaku karyawan di kantor media.

Akan pindah ke kantor baru.

 


Dari peristiwa itu aku sadar.

Ternyata bisnis ini keras bisnis.

 

Dulu mengira ini bisnis paling aman," ujarnya.



Wilayah kekuasaan.

Hal vital pada bisnis rongsokan ini.

 

Saat pelaku usaha menguasai daerah tertentu.

Terus ada pemain baru.

Yang nekat masuk tanpa izin.

Maka persinggungan terjadi.

 

"Itu potensi konfliknya.

Kalau permainan harga, saya kira gak.

 

Maka saya tidak mau masuk ke sana.

Saya pilih potensi lain.

Yang tidak terjangkau umum.

 

Yang dominan etnis tertentu," ujarnya.



Sudah 9 tahun.

Dirman telah memetakan segala risiko.

Yang bisa dihadapi.

 

Intinya, bermain aman.

Tak serakah.

Tak ambil ladang intan milik orang lain.

 

Dirman hanya bermain.

Barang rongsokan kertas dan kardus.

 

Minimal 4 - 5 pabrik kertas.

Yang menampung kertas dan kardus bekas.

Dengan harga fluktuatif.


Kalau besi di:

1.        Waru (Sidoarjo).

2.        Warugunung (Surabaya).

 

Kalau plastik di Krian.

 

Pabriknya sedikit, tapi pemainnya banyak.

 

Ada ratusan pemain masuk ke pabrik itu," ujarnya.



Selama 9 tahun keluar masuk pabrik kertas.

Bisnis sampah kertas dan kardus bekas.

 

Para pemain rongsokan masuk pabrik.

Hanya itu-itu saja.

 

Beberapa dari Kudus, Jawa Tengah.

 


Di sini ini UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) tertinggi.

 

Maka biaya operasionalnya juga tinggi.

 

Maka pengepul dari Kudus lari ke sini.

 

Kini harga pabrik 6.000 per kilo.

 

Maka persaingan makin ketat.

Banyak pemain yang masuk," ujarnya.



(Sumber detik)

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment