CONTOH HIDUP BAHAGIA
TANPA PERLU MEMILIKI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
“There’s two things
I know for sure.
She is sent here
from heaven and she is Daddy’s little girl…”
Begitu syairnya.
Saya tertegun.
Diam mendengarkan
lagu itu.
Sampai selesai.
Sore itu di sebuah
lorong.
Di toko penjual
mainan anak.
Saya sendirian
mendengarkan.
Dan menyimak syair
lagu:
Butterfly Kisses yg diputar di toko itu.
Tahunnya 1997.
Bulannya Mei di
dekat College Park.
Maryland.
Amerika Serikat.
Beberapa hari
sebelumnya Tia lahir.
Ayahnya sedang
kuliah Master di Univ of Maryland Amerika.
Dan ibunya, Fery Farhati.
Di Indonesia
melahirkan anak pertama.
Jauh dari tanah air.
Ayah baru itu
merasakan kerinduan luar biasa.
Cuma bisa mendengar
tangisan bayi itu.
Lewat telepon.
Dan baru bisa lihat
fotonya.
Lewat email.
Beberapa hari
kemudian.
Pulang dari toko
tadi.
Naik sepeda.
Sambil bawa mainan.
Untuk bayi pertama.
Mainan itupun belum
tahu.
Kapan akan bisa
diantarkan.
Atau dikirim ke
Indonesia.
Tapi paling tidak.
Adanya mainan itu.
Membuat ayah baru
ini.
Merasa lega.
Telah bisa
membelikan sesuatu.
Untuk anak
pertamanya.
Setahun kemudian.
Fery & Tia baru bisa menyusul ke Amerika.
Alhamdulillah.
Dapat tambahan
beasiswa.
Sehingga mereka bisa
bergabung.
Hidup saat itu serba
pas pasan.
Tia tumbuh sebagai
anak.
Yang semua mainnya.
Yaitu mainan bekas.
Hampir semua
pakaiannya.
Yaitu pakaian bekas.
Tapi ia selalu
tampil ceria.
Percaya diri.
Menyapa semua dengan
senyum.
Dan lesung pipi.
Seperti ibunya.
Sering kami ajak Tia.
Ke toko mainan yang
baru dan bagus.
Tapi hanya untuk
ikut numpang main.
Dia sdh diberitahu.
Sebelum berangkat.
Bahwa nanti tidak akan
beli.
Dia selalu jawab dengan senyum ceria.
Anggukan sumringah.
Hal itu pengalaman
buat dia.
Bahwa bisa mendapat bahagia.
Tanpa perlu
memiliki.
Ke perpustakaan
lokal.
Yaitu kebahagian terbesar baginya:
bermain dan
eksplorasi.
“All the precious
time.
Like the wind, the
years go by.
Precious butterfly.
Spread your wings
and fly.
She'll change her
name today.
She'll make a
promise and I'll give her away.
Standing in the
bride-room just staring at her.”
Waktu berjalan amat
cepat.
Kini ia telah siap
menempuh perjalanan barunya.
Hari ini ia berjalan
ke masa depan.
Bersama Ali.
Bersama pria
pilihannya.
Hingga Kamis malam.
Rutinitas Tia adalah
sama.
Menunggu ayahnya
pulang tiap malam.
Mendengarkan cerita
dari ayahnya.
Memeluk ayahnya.
Tiap pagi, malam.
Dan kapan pun ia
bisa.
Ia mengalirkan cinta dan kasih.
Seperti ibunya
mencontohkan.
“She is looking like
her Mama.
Little more
everyday.
One part woman, the other part girl.”
Kami semua bahagia.
Kami mendoakan.
Insya Allah Tia dan
Ali terus bahagia.
Terus dalam
keberkahan Allah SWT.
Seperti penutup
syair lagu itu…
“I couldn't ask God
for more, man this is what love is.
I know I gotta let
her go, but I'll always remember.
Every hug in the
morning and butterfly kisses…”.
(Sumber Anies
Baswedan)
0 comments:
Post a Comment