Friday, October 20, 2017

389. TANAH

MEMAHAMI SEJARAH DAN CINTA TANAH AIR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.



       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang “Sejarah dan cinta tanah air menurut Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
     
     Kata “sejarah” (menurut KBBI V) bisa diartikan “asal usul (keturunan) silsilah”, “kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau”, “riwayat”, “tambo”, “pengetahuan atau uraian perisiwa dan kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau”, dan “ilmu sejarah”.
      Para ulama berpendapat bahwa persamaan sejarah muncul sebagai unsur kebangsaan karena unsur ini adalah salah satu yang terpenting untuk menyatukan  perasaan, pikiran, dan langkah-langkah masyarakat.
      Sejarah menjadi penting, karena umat, bangsa, dan kelompok dapat melihat  dampak positif dan negatif pengalaman masa lalu, kemudian mengambil pelajaran  dari sejarah, untuk melangkah ke masa depan. 
      Sejarah  yang gemilang dari suatu kelompok akan dibanggakan anggota kelompok serta keturunannya, dan sebaliknya.
      Al-Quran sangat menonjol dalam menguraikan peristiwa sejarah, bahkan tujuan  utama dari uraian sejarahnya adalah untuk mengambil “iktibar” atau “pelajaran”, guna  menentukan langkah berikutnya.
      Dapat dikatakan bahwa unsur kesejarahan sejalan dengan ajaran Al-Quran, sehingga kalau unsur ini  dijadikan salah satu faktor lahirnya paham kebangsaan,  hal ini inklusif berada di dalam ajaran Al-Quran, selama uraian kesejarahan itu diarahkan untuk mencapai kebaikan dan kemaslahatan
     Rasa kebangsaan dapat dibuktikan dengan adanya patriotisme dan cinta tanah air, karena cinta tanah air tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, bahkan  inklusif dalam ajaran Al-Quran dan praktik Nabi Muhammad.
      Hal ini bukan sekadar dibuktikan melalui ungkapan terkenal yang dinilai oleh  sebagian orang sebagai hadis Nabi, “Hubbul wathan minal iman”, yang artinya “cinta tanah air adalah bagian dari  iman”, tetapi justru dibuktikan dalam praktik Nabi Muhammad dalam kehidupan pribadi dan bermasyarakat.
       Para ulama berpendapat ketika Nabi berhijrah dari Mekah ke Madinah, beliau  salat menghadap ke Baitul Maqdis, Palestina. Tetapi, setelah 16 bulan, rupanya  beliau  rindu  kepada  Mekah dan Kakbah, karena Kakbah adalah kiblat leluhurnya dan kebanggaan orang-orang Arab.
      Kemudian wajah Nabi berbolak-balik menengadah ke langit, memohon kepada Allah agar kiblat diarahkan ke Mekah, dan Allah merestui keinginan ini.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 144.

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
    
    “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil-Haram adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”.
       Cinta Nabi kepada tanah air tampak pula ketika meninggalkan kota Mekah dan berhijrah ke Madinah, sambil menengok ke kota Mekah Nabi bersabda,”Demi Allah, sesungguhnya engkau (Mekah) adalah bumi Allah yang paling aku cintai, seandainya bukan orang yang bertempat tinggal di sini mengusirku, niscaya aku tidak akan meninggalkannya”.
       Para sahabat Nabi juga demikian, sehingga Nabi berdoa,”Wahai Allah, cintakanlah kota Madinah kepada kami, sebagaimana Engkau mencintakan kota Mekah kepada  kami, bahkan lebih”.
       Cinta kepada tanah air adalah naluri setiap manusia, sehingga Nabi menilai salah satu tolok ukur kebahagiaan adalah, “Rezeki yang diperoleh dari tanah air”.  Kemudian  muncul ungkapan, “Hujan emas di negeri orang, dan hujan batu di negeri sendiri, tetapi lebih senang di negeri sendiri.”
      Nabi bersabda,”Orang yang gugur karena membela keluarga, mempertahankan  harta, dan negeri sendiri dinilai sebagai mati syahid seperti orang yang gugur membela agama”.
      Al-Quran surah Al-Mumtahanah, surah ke-60 ayat 8-9 menggandengkan membela agama dengan membela negara.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
    
      “Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarangmu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusirmu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
      Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 148.

وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا ۖ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ ۚ أَيْنَ مَا تَكُونُوا يَأْتِ بِكُمُ اللَّهُ جَمِيعًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

      “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang dia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
       Kesimpulannya, bahwa paham kebangsaan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, yaitu paham kebangsaan tidak bertentangan dengan Al-Quran dan hadis Nabi.
  Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment