MEMAHAMI MUSIBAH SEBAGAI TAKDIR ALLAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan cara memahami musibah sebagai takdir dari Allah?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Terdapat sifat buruk yang sering tidak kita sadari, yaitu apabila kita terkena musibah atau sesuatu yang tidak menyenangkan, dengan cepat kita ucapkan datangnya musibah ini adalah takdir dari Allah, tetapi sebaliknya apabila kita berhasil meraih kesuksesan, lalu kita katakan bahwa kesuksesan itu adalah hasil kerja keras dan kerja cerdas saya sendiri.
Sikap seperti ini tidak sejalan dengan petunjuk Al-Quran dalam surah An-Nisa, surah ke-4 ayat 79.
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ۖ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ ۚ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولًا ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi”.
Manusia tidak dapat melepaskan diri dari takdir Allah, tetapi takdir dari Allah untuk manusia tidak hanya satu, dan manusia diberikan “takdir” oleh Allah “kemampuan untuk memilih” berbagai “takdir” dari Allah.
Misalnya, runtuhnya tembok yang rapuh dan berjangkitnya wabah penyakit adalah takdir dari Allah berdasarkan “hukum alam” yang telah ditetapkan oleh Allah, sehingga apabila seseorang tidak menghindar dari wabah penyakit, maka pasti dia akan menerima akibatnya, dan itu adalah takdir dari Allah.
Tetapi, apabila seseorang menghindar dan luput dari musibah, maka itu pun takdir dari Allah, karena Allah telah menganugerahkan manusia berupa “takdir” kemampuan untuk memilih.
Sehingga, keliru apabila seseorang hanya mengingat takdir pada saat terjadi musibah, dan tambah keliru lagi apabila seseorang menyalahkan “takdir” untuk musibah yang menimpanya.
Meskipun Al-Quran menyebutkan kematian adalah musibah, tetapi itu hanya menurut pandangan orang yang ditinggal, sedangkan bagi orang yang meninggal, maka setelah mengalami kematian dapat merasakan suatu nikmat dari Allah.
Al-Quran surah Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 154.
وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتٌ ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ وَلَٰكِنْ لَا تَشْعُرُونَ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.
Dalam kehidupannya di dunia, manusia mirip dengan keadaan telur sebelum menetas, artinya kesempurnaan wujud anak ayam adalah dengan meninggalkan dunianya, yaitu dunia telur.
Demikian pula manusia, kesempurnaan kehidupan seorang manusia hanya dapat dicapai dengan meninggalkan dunia yang fana ini, yaitu meninggalkan tempat manusia hidup sekarang ini.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment