Monday, November 27, 2017

522. SYUKUR

MENGUKUR RASA SYUKUR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

    Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang cara mengukur perasaan syukur manusia menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Bangsa Indonesia wajib bersyukur dengan nikmat kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.
      Kata “syukur” dalam bahasa agama artinya “menggunakan atau mengolah nikmat yang dilimpahkan oleh Allah sesuai dengan tujuan dianugerahkannya”, dan Al-Quran  secara tegas menyatakan bahwa manusia ditugaskan sebagai khalifah untuk membangun peradaban di bumi, meskipun para malaikat mendambakan tugas tersebut, tetapi tidak mendapatkan tugas tersebut, karena para malaikat hanya mampu “melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah, tetapi tidak memiliki daya kreasi atau inisiatif”.
      Seluruh alam semesta diciptakan oleh Allah untuk diolah manusia demi kenyamanan hidupnya di dunia dan kebahagiaannya di akhirat, sehingga pada dasarnya kegiatan apa pun boleh dilakukan oleh manusia.
    Tetapi terdapat peringatan, yaitu “Berapa pun panjangnya umurmu, kematian pasti datang, dan kamu boleh bertindak semaumu, tetapi perhitungan pertanggungjawaban pasti dilakukan”.
      Apakah peringatan semacam ini bertujuan menakuti manusia? Jawabnya,” Tidak, karena dia adalah kebenaran”. Apakah hal itu akan menghambat pembangunan? Jawabnya,”Justru sebaliknya, hal itu akan menambah semangat dalam pembangunan”.
      Nabi bersabda terhadap sekelompok pemuda yang sedang duduk menganggur sambil tertawa terbahak-bahak,”Perbanyaklah kalian mengingat mati, niscaya kalian akan sedikit tertawa, dan banyak menangis”.
      Para ulama berpendapat bahwa penyakit yang diderita oleh manusia seperti kegelisahan dan kesengsaraan adalah siksaan Allah di dunia, karena terdapat pelanggaran terhadap “sunatullah” (hukum Allah yang berlaku di alam semesta).
      Al-Quran surah Al-Baqarah surah ke-2 ayat 268.

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

      “Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
     Manusia diperintahkan meneladani sifat-sifat Allah yang mulia, sesuai dengan posisi manusia sebagai makhluk Allah, misalnya Allah Maha Kaya, dan Maha Kuasa dan sifat mulia lainnya.
     Seseorang yang puas dengan hasil yang diperolehannya, padahal kemampuannya masih dapat menambah lagi hasilnya untuk kemanfaatan dirinya dan makhluk lainnya,  pada hakikatnya orang tersebut kurang menghayati ajaran agama.
     Dalam literatur keagamaan dikenal istilah “qana'ah”, tetapi “qana'ah” bukan sekadar “merasa puas dengan apa yang dimiliki”, tetapi kepuasan yang dimaksudkan adalah hasil akhir yang maksimal yang didahului oleh (1) keinginan meraih sesuatu, (2) usaha yang maksimal, (3) keberhasilan dalam berusaha, (4) menyerahkan dengan sukarela sesuatu yang telah diraihnya kepada orang lebih yang membutuhkan, (4) telah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki sebelumnya.
       Apabila terdapat seseorang yang potensinya terabaikan atau pekerjaannya sia-sia, maka dapat dikatakan dia orang yang kurang bersyukur terhadap nikmat dari Allah, karena dia tidak memanfaatkannya secara maksimal.
      Al-Quran surah An-Nahal, surah ke-16 ayat 14.

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

     “Dan Dia Allah yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”.

      Para ulama berpendapat bahwa pada umumnya potensi dan kemampuan umat Islam belum dimanfaatkan secara optimal, sehingga muncul keterbelakangan,  kebodohan, dan kemiskinan dalam masyarakat, kondisi tersebut dapat dikatakan umat Islam kurang bersyukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah.

Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.   
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online

0 comments:

Post a Comment