TAFSIR AL-QURAN DAN MODERNISASI
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan hubungan antara tafsir
Al-Quran dan modernisasi?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Al-Quran mengenalkan dirinya sebagai petunjuk bagi manusia dan sebagai kitab
suci yang diturunkan dari Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad agar
manusia keluar dari kegelapan menuju terang benderang.
Al-Quran Ibrahim (surah ke-14) ayat 1.
الر ۚ كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ
لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ
صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu agar kamu
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan
izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha
Terpuji.
Al-Quran menjelaskan bahwa manusia tadinya adalah satu kesatuan (ummatan
wahidah), tetapi akibat lajunya pertumbuhan penduduk dan pesatnya perkembangan
masyarakat, maka timbul masalah yang memunculkan perbedaan pendapat.
Allah mengutus para nabi dan menurunkan kitab suci, agar manusia dapat
menyelesaikan perbedaan dan menemukan solusi untuk masalah dalam kehidupan mereka.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 213.
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ
اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ
بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا
اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ
الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا
اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Manusia adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), Allah
mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Allah
menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara
manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidak berselisih tentang
Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu
setelah datang kepada mereka keterangan yang nyata, karena dengki mereka
sendiri. Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran
tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Allah selalu
memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Agar Al-Quran berguna sesuai dengan fungsi di atas, Al-Quran memerintahkan
umat manusia untuk mempelajari dan memahaminya, sehingga manusia dapat
menemukan solusi yang mengantarkan menuju jalan terang benderang.
Al-Quran surah Shad (surah ke-38) ayat 29.
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ
لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, agar
mereka memperhatikan ayatnya dan
mendapatkan pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.
Al-Quran menggambarkan masyarakat ideal seperti tanaman yang mengeluarkan
tunasnya, lalu tunas itu menjadikan tanaman menjadi kuat dan membesar berdiri tegak
di atas pokoknya, sehingga tampak menyenangkan hati.
Al-Quan surah Al-Fath (surah ke-48) ayat 29.
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ
أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا
يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ
أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي
الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ
عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا
عَظِيمًا
Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat
mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya, tampak bekas
sujud pada muka mereka. Demikian sifat mereka dalam Taurat dan Injil, seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu membuat tanaman kuat lalu
menjadi besar dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanamnya
karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang
mukmin). Allah menjanjikan kepada orang yang beriman dan mengerjakan amal yang
saleh ampunan dan pahala yang besar.
Ayat Al-Quran ini menggambarkan bahwa masyarakat yang ideal adalah masyarakat
yang selalu berubah menjadi lebih baik dan berkembang menuju kesempurnaan.
Masyarakat modern bercirikan dinamika dan selalu berubah lebih baik, sedangkan
Al-Quran menganjurkan agar manusia selalu mengadakan pembaruan (tajdid atau modernisasi
atau reaktualisasi).
Semua ulama mengakui dan menyadari perlunya adanya tajdid (modernisasi),
tetapi dalam pengertian dan pengalamannya terjadi perbedaan dalam penafsiran
arti modernisasi.
Sebagian ulama menafsirkan kata “tajdid” artinya “mengembalikan ajaran
agama seperti pada masa salaf (orang-orang yang terdahulu) pertama”, sedangkan
ulama yang lain menafsirkan “tajdid “ artinya “menyebarluaskan ilmu”.
Rumusan gabungan dari pengertian “tajdid” adalah “menyebarluaskan dan
menghidupkan kembali ajaran agama seperti yang dipahami dan diterapkan pada
masa awal”.
Ulama yang lain memahami “tajdid“ artinya “usaha menyesuaikan ajaran agama
dengan kehidupan masa kini menggunakan takwil (menafsirkan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan kondisi sosial masyarakat)”.
Menafsirkan ayat Al-Quran seperti dipahami dan ditafsirkan seperti pada
masa salaf pertama tidak sepenuhnya benar, karena Al-Quran diyakini mampu berdialog
dengan setiap generasi dan memerintahkan manusia mempelajari dan memikirkannya.
Hasil pemikiran seseorang tentu dipengaruhi pengalaman, pengetahuan,
kecenderungan, dan latar belakang pendidikannya, sehingga memaksa suatu
generasi mengikuti keseluruhan hasil pemikiran generasi masa lampau
mengakibatkan kesulitan karena hakikat ciri dan masyarakat selalu berubah.
Jika melakukan tajdid dengan menghapus atau membatalkan ajarannya, maka pada
hakikatnya telah menghilangkan ciri ajaran Al-Quran yang selalu sesuai dengan setiap
zaman dan lokasi.
Kalau menafsirkan ayat Al-Quran sejalan dengan perkembangan masyarakat
atau penemuan ilmiah tanpa seleksi akan berbahaya, karena perkembangan
masyarakat dapat berupa potensi positif atau sebaliknya, berupa potensi
negatif.
Penemuan ilmiah selalu bersifat objektif dan hasilnya ada yang telah
mapan, tetapi ada yang belum mapan, sehingga diperlukan beberapa catatan
terhadap gagasan para pemikir dan ulama kontemporer (masa kini).
Para ulama yang berbicara tajdid (modernisasi), berbeda pendapat tentang
batasnya, karena sebagian ulama membatasinya sehingga tidak mencapai hasil yang
diharapkan, tetapi sebagian ulama lain melampaui batas sehingga berbahaya.
Sebagian ulama berpandangan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi menyebabkan berkembang pula pemahaman makna ayat Al-Quran, tetapi sebagian
ulama lain berpendapat syariat Islam harus dipahami seperti zaman para sahabat
Nabi.
Sebagian ulama memperluas penggunaan takwil, dengan menggunakan akal
seluas-luasnya dalam memahami ajaran agama, dan mempersempit wilayah gaib, jika
hal ini dilanjutkan tanpa batas, maka dapat mengakibatkan penolakan terhadap hal-hal yang bersifat suprarasional.
Jika menggunakan akal sebagai tolok ukur satu-satunya dalam memahami
teks ayat Al-Quran, peristiwa alam, sejarah kemanusiaan dan hal yang hal gaib, maka
berarti menggunakan akal yang terbatas untuk menafsirkan perbuatan Allah Yang
Maha Mutlak dan Tidak Terbatas.
Jika redaksi ayat Al-Quran cukup jelas dan tidak bertentangan dengan
akal, meskipun belum dipahami hakikatnya, maka ayat Al-Quran tersebut tidak
perlu ditakwilkan dengan memaksakan suatu makna yang dianggap logis.
Perkembangan masyarakat yang positif dan hasil penemuan ilmiah yang
dapat dipertanggungjawabkan, harus menjadi pegangan pokok dalam memahami dan
menafsirkan ayat Al-Quran.
Apabila terdapat teks ayat Al-Quran yang bertentangan dengan
perkembangan dan penemuan ilmiah modern yang telah mapan, maka harus ditakwilkan
dalam batas yang dibenarkan.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
3. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman.
Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah
Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah
Mekah. Mekah 2004
6. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria.
Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah
Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.
9. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment