STOP JELEKKAN BANGSA SENDIRI
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

1.
Hentikan Menjelekkan Negeri Sendiri.
2. Oleh:
Shamsi Ali
3. Ngelmu.co – Menyoal pidato pendeta
Indonesia di Portland, Amerika Serikat, yang menjelekkan lndonesia, Imam Shamsi
Ali, angkat bicara.
4. Menurutnya,
hal itu tak bisa dibenarkan.
5. Tulisan
Imam Shamsi beredar setelah video pidato Pendeta Oscar Suryadi,
pada aksi protes kematian George Floyd.
6. Di
bagian awal pidatonya, Suryadi—yang memimpin Portland City Blessing Church
sejak 1998—membahas ‘prasangka dan diskriminasi’ di Indonesia.
7. “Saya lahir di Indonesia, jadi saya tahu apa itu
prasangka dan diskriminasi,” kata Suryadi.
8. “Saya kira, saya bisa lari jauh dari Indonesia, dan
datang ke sini untuk menghirup kebebasan,” sambungnya.
9. “Tapi saya melihat beberapa hari lalu, hati saya
meleleh,” lanjut Suryadi.
10. Mendengar
pidato itu, Imam masjid di New York City itu, mengkritik keras.
11. Imam
Shamsi mengatakan Indonesia dengan segala kekurangannya adalah negara paling toleran
terhadap kaum minoritas.
12. Tulisan Imam Shamsi, ‘Berhenti Menjelekkan Negeri
Sendiri’:
13. Beberapa hari lalu, saya mendapat kiriman video
dari seseorang, tentang warga Indonesia ikut orasi dalam demonstrasi di kota Amerika.
14. Ketika itu, saya tidak kenal siapa gerangan dia,
dan di kota mana acara itu terjadi, yang pasti, awalnya saya bangga.
15. Selama 23 tahun lebih saya tinggal di Amerika,
hampir belum pernah menemukan warga Indonesia menonjol dalam acara kemasyarakatan.
16. Apalagi menjadi seorang pembicara.
17. Tentu bagi saya, hal seperti ini harus didukung dan
membanggakan sebagai sesama diaspora Indonesia, di Amerika.
18. Sejujurnya, saya tidak terlalu memperhatikan konten
pidatonya.
19. Entah kenapa saya lewatkan begitu saja.
20. Mungkin saya terlalu terobsesi untuk melihat
putra-putrì bangsa Indonesia tampil di garda depan mengharumkan nama bangsa dan
negara.
21. Dan saya tidak terlalu membedakan siapa saja yang
punya kapabilitas untuk itu.
22. Tidak peduli ras, etnis, asal daerah, maupun agama
apa pun yang mereka anut.
23. Saya akan bangga melihat teman-teman Muslim
Indonesia, maju dan dikenal di Amerika.
24. Saya bangga melihat teman-teman Kristiani, Hindu,
atau Buddha, maju dan memainkan peranannya di Amerika.
25. Tiba-tiba saja kemarin hari, media sosial saya,
baik WhatsApp, Facebook, maupun Twitter, dibombardir pertanyaan: siapa orang di
video itu.
26. Terus terang saya tidak kenal, dan tidak juga tahu
di kota mana.
27. Akhirnya, sekali lagi saya dengarkan video itu
dengan baik dan teliti.
28. Tiba-tiba pendengaran saya seperti tertusuk oleh
pidato itu.
29. Isinya begitu menyinggung perasaan.
30. Di depan warga Amerika yang marah, Indonesia,
disebutkan sebagai negara yang prejudice, diskriminatif, dan tidak memberi
kebebasan kepada minoritas.
31. Sejujurnya, pidato orang tersebut secara umum
bagus, karena mendukung saudara warga minoritas Amerika.
32. Khususnya warga hitam, dalam perjuangan mencari
keadilan dan kesetaraan.
33. Sayangnya, di awal pidato itu, nama Indonesia,
ditampilkan dengan wajah buruk.
34. Isi awal ceramahnya kira-kira berikut:
35. “Saya datang dari Indonesia, dan saya sangat tahu
bagaimana rasanya diperlukan dengan prejudice dan diskriminasi.
36. Saya hadir di Amerika, bukan untuk ini
(diskriminasi warga minoritas di Amerika).
37. Saya kira, saya meninggalkan Indonesia, melarikan
diri dari negara yang menjadikan saya tidak bisa bernapas…,” dan seterusnya.
38. Mendengar pidato itu, seolah meruntuhkan
kegembiraan dan rasa bangga saya, sebagai sesama diaspora Indonesia di Amerika.
39. Kenapa Indonesia, harus digadaikan untuk tujuan
yang mungkin baik?
40. Saya katakan baik, karena bertujuan membela orang termarjinalkan.
41. Memberi dukungan perjuangan keadilan dan kesetaraan.
42. Tapi Kenapa harus Indonesia, dikorbankan sebagai
negara prejudice dan diskriminatif?
43. Saya pun kembali kecewa.
44. Kecewa bukan karena presentasi yang disampaikan
dengan bahasa Inggris yang jauh dari harapan.
45. Dan itu dia akui.
46. Tapi karena awal pidato yang menjelekkan Indonesia
itu.
47. Saya pun mencari tahu siapa orang tersebut, dan di
kota mana.
48. Ternyata di pidato itu, dia menyebut kota Portland,
sebuah kota di negara bagian Barat Amerika.
49. Tapi siapa orang itu?
50. Baru hari ini saya mendapat info sosok itu pendeta
bernama Oscar Suriadi.
51. Dia pendeta gereja City Blessing, di kota Portland,
sejak tahun 1998.
52. Kecewa dan Harapan
53. Saya sebagai diaspora Indonesia di Amerika, dan
tentunya sebagai seorang Muslim dan Imam, sangat kecewa dengan potongan pidato
Pendeta Oscar itu.
54. Kekecewaan saya, tentunya bukan pertama kali ini.
55. Tapi sudah beberapa kali saya menemukan adanya pihak
tertentu, yang secara sengaja memburukkan negaranya sendiri.
56. Kalaupun sudah berpindah warga negara, minimal
negara asalnya.
57. Saya masih ingat beberapa tahun lalu, ketika
Presiden SBY, mendapat penghargaan dari Conscience Foundation, Pimpinan Rabbi
Arthur Schneier.
58. Ketika itu, beberapa organisasi yang berafiliasi ke
warga Indonesia di NY, mengirim surat ke Rabbi Arthur memburukkan Indonesia
sebagai negara intoleran.
59. Saya tahu betul, siapa mereka dan apa isi suratnya.
60. Rabbi Arthur Schneier adalah Pendeta Yahudi cukup
dekat dengan saya.
61. Bahkan di acara itu, saya yang memimpin doa
pembuka.
62. Beliau memberitahu ke saya, siapa mengirim surat
dan apa isi suratnya.
63. Kejadian di Portland semakin membuat saya gerah dan
kecewa.
64. Bahwa ada saja pihak yang tidak tahu berterima
kasih kepada Indonesia negara asalnya.
65. Saya hanya ingin mengatakan dengan segala
kekekurangannya, Indonesia negara paling toleran terhadap kaum minoritas.
66. Saya sudah diberi kesempatan tinggal atau minimal
mengunjungi banyak negara.
67. Di Indonesia, dari dulu, semua warga bebas menjalankan
agamanya.
68. Pernahkah Indonesia melarang agama, selama memang
sejalan dan diakui dengan Konstitusi?
69. Di negara manakah yang mayoritas non-Muslim, semua
agama diberi hak liburan nasional keagamaannya?
70. Sungguh beruntung saudara minoritas di Indonesia.
71. Kami di New York, berjuang 7 tahun lebih untuk
mendapat hak libur sekolah Idul Fitri dan Idul Adha.
72. Itu pun hanya di kota New York.
73. Karenanya, kalau ada kasus gesekan antar masyarakat
agama di Indonesia, itu bukan berarti Indonesia, sebagai negara yang prejudice
dan diskriminatif.
74. Selain itu, kasus diskriminasi terjadi kepada semua
pihak.
75. Siapa bisa mengingkari kekerasan dan diskriminasi
kepada Umat Islam di Papua misalnya?
76. Lebih penting lagi di Indonesia, ada saat di mana
kaum minoritas mendapat posisi yang upper hand (lebih beruntung).
77. Mereka misalnya, menduduki posisi publik strategis
dan penting di negara ini.
78. Apalagi jika kita bicara tentang penguasaan
perekonomian, yang pasti sebagian besar kue negeri ini dikuasai sekelompok kecil
warga kalangan tertentu.
79. Warga mayoritas hanya menerima, seolah sebuah
kenyataan semata.
80. Saya hanya ingin mengatakan: hentikan memburukkan
Indonesia, demi mencari nasib baik di negeri orang.
81. Jangan 1 atau 2 kasus dipakai untuk mencampakkan
wajah bangsa Indonesia di depan orang lain.
82. Belajarlah berterima kasih dan tahu diri!
83. Diaspora
Indonesia di kota New York, 9 Juni 2020
(sumber: Imam Shamsi Ali)
0 comments:
Post a Comment