Wednesday, June 10, 2020

4636. STOP JELEKKAN BANGSA SENDIRI


STOP JELEKKAN BANGSA SENDIRI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
1.    Hentikan Menjelekkan Negeri Sendiri.
2.    Oleh: Shamsi Ali
3.    Ngelmu.co – Menyoal pidato pendeta Indonesia di Portland, Amerika Serikat, yang menjelekkan lndonesia, Imam Shamsi Ali, angkat bicara.
4.    Menurutnya, hal itu tak bisa dibenarkan.
5.    Tulisan Imam Shamsi beredar setelah video pidato Pendeta Oscar Suryadi, pada aksi protes kematian George Floyd.
6.    Di bagian awal pidatonya, Suryadi—yang memimpin Portland City Blessing Church sejak 1998—membahas ‘prasangka dan diskriminasi’ di Indonesia.
7.    “Saya lahir di Indonesia, jadi saya tahu apa itu prasangka dan diskriminasi,” kata Suryadi.
8.    “Saya kira, saya bisa lari jauh dari Indonesia, dan datang ke sini untuk menghirup kebebasan,” sambungnya.
9.    “Tapi saya melihat beberapa hari lalu, hati saya meleleh,” lanjut Suryadi.
10. Mendengar pidato itu, Imam masjid di New York City itu, mengkritik keras.
11. Imam Shamsi mengatakan Indonesia dengan segala kekurangannya adalah negara paling toleran terhadap kaum minoritas.
12. Tulisan Imam Shamsi, ‘Berhenti Menjelekkan Negeri Sendiri’:
13. Beberapa hari lalu, saya mendapat kiriman video dari seseorang, tentang warga Indonesia ikut orasi dalam demonstrasi di kota Amerika.
14. Ketika itu, saya tidak kenal siapa gerangan dia, dan di kota mana acara itu terjadi, yang pasti, awalnya saya bangga.
15. Selama 23 tahun lebih saya tinggal di Amerika, hampir belum pernah menemukan warga Indonesia menonjol dalam acara kemasyarakatan.
16. Apalagi menjadi seorang pembicara.
17. Tentu bagi saya, hal seperti ini harus didukung dan membanggakan sebagai sesama diaspora Indonesia, di Amerika.
18. Sejujurnya, saya tidak terlalu memperhatikan konten pidatonya.
19. Entah kenapa saya lewatkan begitu saja.
20. Mungkin saya terlalu terobsesi untuk melihat putra-putrì bangsa Indonesia tampil di garda depan mengharumkan nama bangsa dan negara.
21. Dan saya tidak terlalu membedakan siapa saja yang punya kapabilitas untuk itu.
22. Tidak peduli ras, etnis, asal daerah, maupun agama apa pun yang mereka anut.
23. Saya akan bangga melihat teman-teman Muslim Indonesia, maju dan dikenal di Amerika.
24. Saya bangga melihat teman-teman Kristiani, Hindu, atau Buddha, maju dan memainkan peranannya di Amerika.
25. Tiba-tiba saja kemarin hari, media sosial saya, baik WhatsApp, Facebook, maupun Twitter, dibombardir pertanyaan: siapa orang di video itu.
26. Terus terang saya tidak kenal, dan tidak juga tahu di kota mana.
27. Akhirnya, sekali lagi saya dengarkan video itu dengan baik dan teliti.
28. Tiba-tiba pendengaran saya seperti tertusuk oleh pidato itu.
29. Isinya begitu menyinggung perasaan.
30. Di depan warga Amerika yang marah, Indonesia, disebutkan sebagai negara yang prejudice, diskriminatif, dan tidak memberi kebebasan kepada minoritas.
31. Sejujurnya, pidato orang tersebut secara umum bagus, karena mendukung saudara warga minoritas Amerika.
32. Khususnya warga hitam, dalam perjuangan mencari keadilan dan kesetaraan.
33. Sayangnya, di awal pidato itu, nama Indonesia, ditampilkan dengan wajah buruk.
34. Isi awal ceramahnya kira-kira berikut:
35. “Saya datang dari Indonesia, dan saya sangat tahu bagaimana rasanya diperlukan dengan prejudice dan diskriminasi.
36. Saya hadir di Amerika, bukan untuk ini (diskriminasi warga minoritas di Amerika).
37. Saya kira, saya meninggalkan Indonesia, melarikan diri dari negara yang menjadikan saya tidak bisa bernapas…,” dan seterusnya.
38. Mendengar pidato itu, seolah meruntuhkan kegembiraan dan rasa bangga saya, sebagai sesama diaspora Indonesia di Amerika.
39. Kenapa Indonesia, harus digadaikan untuk tujuan yang mungkin baik?
40. Saya katakan baik, karena bertujuan membela orang termarjinalkan.
41. Memberi dukungan perjuangan keadilan dan kesetaraan.
42. Tapi Kenapa harus Indonesia, dikorbankan sebagai negara prejudice dan diskriminatif?
43. Saya pun kembali kecewa.
44. Kecewa bukan karena presentasi yang disampaikan dengan bahasa Inggris yang jauh dari harapan.
45. Dan itu dia akui.
46. Tapi karena awal pidato yang menjelekkan Indonesia itu.
47. Saya pun mencari tahu siapa orang tersebut, dan di kota mana.
48. Ternyata di pidato itu, dia menyebut kota Portland, sebuah kota di negara bagian Barat Amerika.
49. Tapi siapa orang itu?
50. Baru hari ini saya mendapat info sosok itu pendeta bernama Oscar Suriadi.
51. Dia pendeta gereja City Blessing, di kota Portland, sejak tahun 1998.
52. Kecewa dan Harapan
53. Saya sebagai diaspora Indonesia di Amerika, dan tentunya sebagai seorang Muslim dan Imam, sangat kecewa dengan potongan pidato Pendeta Oscar itu.
54. Kekecewaan saya, tentunya bukan pertama kali ini.
55. Tapi sudah beberapa kali saya menemukan adanya pihak tertentu, yang secara sengaja memburukkan negaranya sendiri.
56. Kalaupun sudah berpindah warga negara, minimal negara asalnya.
57. Saya masih ingat beberapa tahun lalu, ketika Presiden SBY, mendapat penghargaan dari Conscience Foundation, Pimpinan Rabbi Arthur Schneier.
58. Ketika itu, beberapa organisasi yang berafiliasi ke warga Indonesia di NY, mengirim surat ke Rabbi Arthur memburukkan Indonesia sebagai negara intoleran.
59. Saya tahu betul, siapa mereka dan apa isi suratnya.
60. Rabbi Arthur Schneier adalah Pendeta Yahudi cukup dekat dengan saya.
61. Bahkan di acara itu, saya yang memimpin doa pembuka.
62. Beliau memberitahu ke saya, siapa mengirim surat dan apa isi suratnya.
63. Kejadian di Portland semakin membuat saya gerah dan kecewa.
64. Bahwa ada saja pihak yang tidak tahu berterima kasih kepada Indonesia negara asalnya.
65. Saya hanya ingin mengatakan dengan segala kekekurangannya, Indonesia negara paling toleran terhadap kaum minoritas.
66. Saya sudah diberi kesempatan tinggal atau minimal mengunjungi banyak negara.
67. Di Indonesia, dari dulu, semua warga bebas menjalankan agamanya.
68. Pernahkah Indonesia melarang agama, selama memang sejalan dan diakui dengan Konstitusi?
69. Di negara manakah yang mayoritas non-Muslim, semua agama diberi hak liburan nasional keagamaannya?
70. Sungguh beruntung saudara minoritas di Indonesia.
71. Kami di New York, berjuang 7 tahun lebih untuk mendapat hak libur sekolah Idul Fitri dan Idul Adha.
72. Itu pun hanya di kota New York.
73. Karenanya, kalau ada kasus gesekan antar masyarakat agama di Indonesia, itu bukan berarti Indonesia, sebagai negara yang prejudice dan diskriminatif.
74. Selain itu, kasus diskriminasi terjadi kepada semua pihak.
75. Siapa bisa mengingkari kekerasan dan diskriminasi kepada Umat Islam di Papua misalnya?
76. Lebih penting lagi di Indonesia, ada saat di mana kaum minoritas mendapat posisi yang upper hand (lebih beruntung).
77. Mereka misalnya, menduduki posisi publik strategis dan penting di negara ini.
78. Apalagi jika kita bicara tentang penguasaan perekonomian, yang pasti sebagian besar kue negeri ini dikuasai sekelompok kecil warga kalangan tertentu.
79. Warga mayoritas hanya menerima, seolah sebuah kenyataan semata.
80. Saya hanya ingin mengatakan: hentikan memburukkan Indonesia, demi mencari nasib baik di negeri orang.
81. Jangan 1 atau 2 kasus dipakai untuk mencampakkan wajah bangsa Indonesia di depan orang lain.
82. Belajarlah berterima kasih dan tahu diri!
83. Diaspora Indonesia di kota New York, 9 Juni 2020
(sumber: Imam Shamsi Ali)


Related Posts:

0 comments:

Post a Comment