SIKAP MUHAMMADIYAH RUU HIP
Oleh: Drs. H. M. YusronHadi, M.M

1. Pernyataan Sikap Muhammadiyah
soal RUU HIP, Sangat Tegas
2. Jpnn.com, YOGYAKARTA - Pimpinan
Pusat (PP) Muhammadiyah minta pemerintah dan DPR RI menghentikan pembahasan RUU
HIP yang berjalan di Badan Legislatif (Baleg).
3. PP Muhammadiyah berpendapat RUU HIP
tidak terlalu urgent dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahapan berikutnya
untuk disahkan menjadi undang-undang.
4. "PP Muhammadiyah telah mengkaji
dengan seksama materi RUU HIP. Berdasarkan pengkajian tahap pertama Tim
Pimpinan Pusat Muhammadiyah, materi RUU HIP banyak yang bertentangan dengan UUD
1945 dan sejumlah Undang-undang, terutama Undang-undang nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," kata Ketum PP
Muhammadiyah Haedar Nashir dalam pernyataan resminya, Senin (15/6).
5. Atas dasar itu, lanjutnya, PP
Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan sikap menolak RUU HIP apapun
alasannya. (esy/jpnn).
B. Berikut isi pernyataan sikap PP
Muhammadiyah
1. Secara hukum kedudukan dan fungsi
Pancasila sebagai Dasar Negara sudah sangat kuat. Landasan Perundang-undangan
tentang Pancasila telah diatur di dalam TAP MPRS nomor XX/1966 juncto TAP MPR
nomor V/1973, TAP MPR nomor LX/1978, dan TAP MPR nomor III/2000 beserta
beberapa undang-undang turunannya sudah sangat memadai.
2. Dalam pasal 5 (e) UU 12/2011 dan
penjelasannya disebutkan bahwa pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada asas kedayagunaan dan kehasilgunaan: Peraturan
Perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat
dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Meniadakan atau tidak mencantumkan
TAP MPRS No XXV/1966 dalam salah satu pertimbangan RUU HIP juga termasuk
masalah serius, padahal dalam TAP MPRS tersebut pada poin (a) tentang menimbang
secara jelas dinyatakan bahwa paham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme
pada inti hakekatnya bertentangan dengan Pancasila.
4. Rumusan Pancasila sebagai Dasar
Negara adalah sebagaimana yang disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945. Di dalam UU
12/2011 disebutkan bahwa Pancasila adalah sumber segala sumber hukum (pasal 2)
dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 merupakan hukum
dasar dalam Peraturan Perundang-undangan (Pasal 3 ayat 1).
5. Pancasila dengan sila-sila yang ada
di dalamnya mengandung nilai-nilai fundamental yang tidak dapat dan tidak
seharusnya diubah atau ditafsirkan ulang karena berpotensi menyimpang dari
maksud dan pengertian yang sebenarnya serta melemahkan kedudukan Pancasila
sebagai Dasar Negara.
6. Memasukkan Trisila dan Ekasila
maupun Ketuhanan yang berkebudayaan ke dalam pasal RUU HIP dengan alasan
historis pidato Soekarno 1 Juni 1945 sama dengan mereduksi Pancasila rumusan
final pada 18 Agustus 1945, serta mengundang kontroversi dengan mengabaikan
Piagam Jakarta 22 Juni 1955 sebagai satu kesatuan rangkaian proses kesejarahan.
7. Kontroversi akan berkembang jika
Trisila dan Ekasila maupun Ketuhanan yang berkebudayann dimasukkan dengan
alasan historis, maka 7 kata dalam Piagam Jakarta juga dapat dimasukkan ke
dalam pasal RUU HIP dengan alasan historis yang sama.
8. Di dalam RUU HIP terdapat
materi-materi tentang Pancnsila yang bertentangan dengan rumusan Pancasila
sebagaimana disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, khususnya pada Bab III (Pasal
5, 6, dan 7).
9. Selain itu terdapat banyak materi
yang menyiratkan adanya satu sila yang ditempatkan lebih tinggi dari sila yang
lainnya, termasuk yang mempersempit dan mengesampingkan rumusan final sila
Ketuhanan Yang Maha Esa.
10. Materi-materi yang bermasalah tersebut
secara substantif bertentangan dengan Pancasila yang setiap silanya merupakan
satu kesatuan yang utuh. Hal tersebut juga bertentangan dengan azas kesesuaian
antara jeis, hirarki, dan materi muatan sebagaimana diatur dalam pasal 5 (c) UU
12/2011 yang di dalam penjelasannya disebutkan bahwa pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
sesuai dengan jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan.
11. RUU HIP mendapatkan penolakan dari
berbagai elemen masyarakat. Jika pembahasan dipaksakan untuk dilanjutkan
berpotensi menimbulkan kontroversi yang kontra produktif dan membuka kembali
perdebatan dan polemik ideologis dalam sejarah perumusan Pancasila yang sudah
berakhir dan harus diakhiri setelah tercapai kesepakatan luhur, arif dan
bijaksana dari para pendiri bangsa.
12. Kontroversi RUU HIP akan menguras
energi bangsa dan bisa memecah belah persatuan, lebih-lebih di tengah negara
dan bangsa Indonesia menghadapi pandemi COVID-19 yang sangat berat dengan
segala dampaknya.
13. Tujuan undang-undang adalah untuk
menciptakan tertib sosial, kedamaian, kesejahteraan. perlindungan dan kepastian
bagi setiap warga negara bukan sebaliknya.
14. Kedudukan Badan Pembina Ideologi
Pancasila (BPIP) yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden nomor 7/2018
sudah sangat kuat. Sebagai badan yang bertugas membantu presiden kedudukan BPIP
tidak perlu ditetapkan dengan UU secara khusus.
15. Agenda terberat yang sangat penting
dan prioritas ialah menjalankan Pancasila secara nyata dalam seluruh aspek
kehidupan disertai keteladanan para pejabat negara dan ketaatan warga bangsa.
Mengandalkan terus menerus peneguhan dan pengamalan Pancasila pada perangkat
Perundang-undangan lebih-lebih yang kontroversial justru semakin menjauhkan
diri dari implementasi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
16. Dalam situasi Pandemi COVID-19 dan
dampak-dampak yang ditimbulkannya, terutama dalam bidang sosial dan ekonomi
diperlukan situasi dan kondisi yang aman dan persatuan yang kuat. Dalam
hubungannya dengan Pancasila, yang sangat penting dilakukan dan diperkuat adalah
melaksanakan Pancasila dan nilai-nilai yang ada di dalamnya
dalam kehidupan pribadi, berbangsa, dan bernegara.
17. Seluruh institusi kenegaraan di
eksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga-lembaga resmi pemerintahan lainnya
semestinya berkonsentrasi penuh dan saling bersinergi untuk menangani pandemi
COVID-19 dan segala dampaknya secara serius dan optimal.
18. Muhammadiyah mendesak DPR untuk lebih
sensitif dan akomodatif terhadap arus aspirasi terbesar masyarakat Indonesia
yang menolak RUU HIP dengan tidak memaksakan diri melanjutkan pembahasan RUU
HIP untuk kepentingan kelompok tertentu dan hendaknya mengutamakan persatuan
dan kemajuan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
19. DPR maupun pemerintah dengan
kewenangan yang dimiliknya memang secara politik dapat menetapkan atau
memutuskan apapun dengan mengabaikan aspirasi publik. Tetapi politik demokrasi
juga meniscayakan checks and balances serta agregasi aspirasi dan kepentingan
rakyat sebagai perwujudan jiwa dan semangat gotong royong dan permusyawaratan.
20. Selebihnya secara moral segala bentuk
kekuasaan harus ditunaikan dengan benar dan amanah karena bagi orang yang
Berketuhanan Yang Maha Esa serta beragama semua amanat harus
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Yang Maha Kuasa.
21. Bangsa Indonesia perlu belajar dari
dua pengalaman sejarah kekuasaan di masa lalu ketika perumusan
Perundang-undangan atau kebijakan penerapan ideologi Pancasila disalahgunakan
dan dijadikan instrumen kekuasaan yang bersifat monolitik oleh penguasa.
22. DPR, pemerintah dan bangsa Indonesia
hendaknya tidak mengulangi kesalahan sejarah tersebut, karena jelas
bertentangan dengan Pancasila dan merugikan kepentingan seluruh hajat hidup
bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana termaktub
dalam Pembukaan UUD 1945.
23. Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengimbau
agar semua pihak di tubuh bangsa tetap tenang dan memupuk kebersamaan dalam
semangat Persatuan Indonesia.
24. Semoga Allah SWT melindungi bangsa
Indonesia.
25.
Nashrun min Allah wa fathun qarib.
26.
Yogyakarta, 23 Syawal 1441 H/15 Juni 2020
27. Ketua Umum
Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si
28. Sekretaris Umum, H. Abdul Mu'ti, M.Ed.
0 comments:
Post a Comment