Monday, September 18, 2017

279. AKHLAK

AKHLAK DAN FUNGSI KERASULAN NABI MUHAMMAD
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Akhlak dan Fungsi Kerasulan Nabi Muhammad?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
       Al-Quran mengakui secara tegas bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang sangat agung, bahkan dapat dikatakan bahwa “konsideran” pengangkatan beliau sebagai nabi adalah keluhuran budi pekertinya.
    Hal ini dipahami  dalam Al-Quran surah Al-Qalam, surah ke-68 ayat 4.
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
      “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang agung”.
      Kata “di atas” tentu mempunyai makna sangat mendalam yang melebihi kata lain, misalnya melebihi keadaan akhlak mulia dalam Al-Quran surah Al-An’am,  surah ke-6 ayat 90.

أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۖ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ ۗ قُلْ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا ۖ إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَىٰ لِلْعَالَمِينَ

      “Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakan, “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)”. Al-Quran tidak lain hanya peringatan untuk segala umat”.
       Setelah Al-Quran surah Al-Anam, surah ke-6 ayat 83-86 yang menyebutkan rangkaian nama 18 nabi dan rasul, maka dilanjutkan dengan surah ke-6 ayat 89, Allah berpesan kepada Nabi Muhammad untuk meneladani petunjuk yang mereka peroleh”.
       Al-Quran surah Al-An'am, surah ke-6 ayat 89
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ۚ فَإِنْ يَكْفُرْ بِهَا هَٰؤُلَاءِ فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْمًا لَيْسُوا بِهَا بِكَافِرِينَ

     “Mereka itulah orang-orang yang telah kami berikan kepada mereka kitab, hikmah (pemahaman agama) dan kenabian. Jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya (yang tiga macam itu), maka sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya”.
      Hal itu terbukti ketika salah seorang pengikut Nabi mengecam kebijaksanaan pembagian harta rampasan perang, maka Nabi menahan amarahnya dan menyabarkan diri dengan berkata, “Semoga Allah merahmati Nabi Musa yang telah diganggu melebihi gangguan yang kualami ini, dan dia bersabar, maka aku lebih wajar bersabar daripada Nabi Musa”.
        Sebagian ulama menyimpulkan, bahwa Nabi Muhammad pasti telah meneladani sifat terpuji para nabi sebelum beliau, misalnya Nabi Nuh sebagai seorang yang gigih dan tabah dalam berdakwah.
        Nabi Ibrahim sebagai seorang yang amat pemurah, dan tekun mendekatkan diri kepada Allah, Nabi Daud sebagai nabi yang amat menonjolkan rasa syukur serta penghargaannya terhadap nikmat Allah, dan Nabi Zakaria, Yahya, dan Isa adalah para nabi yang berupaya menghindari kenikmatan dunia untuk mendekatkan diri kepada Allah.
       Nabi Yusuf terkenal gagah, amat bersyukur dalam nikmat, dan bersabar menahan cobaan, Nabi Yunus sebagai nabi yang amat khusyuk ketika berdoa, Nabi Musa sebagai nabi yang berani dan memiliki ketegasan, dan Nabi Harun adalah nabi yang penuh dengan kelemahlembutan.
       Beberapa sifat Nabi Muhammad yang ditekankan dalam Al-Quran surah At-Taubah, surah ke-9 ayat 128.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

      “Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu (umat manusia), serta sangat menginginkan kebaikan untumu semua, lagi amat tinggi belas kasihannya serta penyayang terhadap orang-orang mukmin”.
       Begitu besar perhatian Nabi kepada umat manusia, sehingga hampir saja beliau mencelakakan diri untuk mengajak mereka beriman.
      Al-Quran surah Asy-Syu’ara, surah ke-26 ayat 3.
لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
      “Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman”.
       Begitu luas rahmat dan kasih sayang yang dibawa Nabi, sehingga menyentuh manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk yang tidak bernyawa.
      Sebelum Eropa memperkenalkan Organisasi Pencinta Binatang, Nabi Muhammad telah mengajarkan,”Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap binatang, maka kendarai dan berikan makanan dengan baik”.
     “Seorang wanita terjerumus ke dalam neraka, karena seekor kucing yang dikurungnya, tidak diberinya makanan dan tidak memberikan kesempatan untuk mencari makanan”.
.     “Seorang wanita yang bergelimang dosa diampuni Tuhan, karena memberikan minum seekor anjing yang kehausan”.
     Rahmat dan kasih sayang Nabi Muhammad dicurahkan pula kepada pada benda yang tidak  bernyawa, misalnya susu, gelas, cermin, tikar, perisai, pedang, dan sebagainya, semuanya diberikan nama yang  indah, seakan-akan benda tidak bernyawa itu mempunyai kepribadian yang membutuhkan uluran tangan, rahmat, kasih sayang, dan persahabatan.
      Nabi Muhammad diperintahkan Allah untuk menegaskan bahwa beliau adalah manusia biasa yang diberikan wahyu.
      Al-Quran surah Al-Kahfi, surah ke-18 ayat 110.
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

      “Katakan, “Sesungguhnya aku hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku,”Bahwa sesungguhnya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa". Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan amal saleh dan jangan mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”.  
        Nabi Muhammad adalah manusia biasa seperti manusia lain dalam naluri, fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat dan keagungannya, karena Nabi mendapatkan bimbingan dari Allah dengan kedudukan yang istimewa.
      Seperti halnya permata yang indah adalah jenis batu yang sama jenisnya dengan batu yang berada di jalanan, tetapi permata memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu lain.
     Dalam bahasa tafsir Al-Quran bahwa yang sama dengan manusia lain adalah “basyariyah” bukan pada “insaniyah”, perhatikan bunyi firman Al-Quran yang berbunyi “basyarun mitslukum” bukan “insan mitslukum”.
       Atas dasar sifat yang agung dan menyeluruh itu, maka Allah menjadikan Nabi  sebagai teladan yang baik sekaligus sebagai syahid, yaitu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 21.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

    “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
        Keteladanan tersebut dapat dilakukan oleh setiap manusia, karena Nabi  memiliki segala sifat terpuji yang dapat dimiliki oleh manusia.
        Para ulama menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan dalam empat tipe yaitu seniman, pemikir, pekerja, dan tekun beribadah.
       Sejarah hidup Nabi Muhammad membuktikan bahwa beliau menghimpun dan mencapai puncak dalam keempat macam manusia tersebut.
      Nabi Muhammad dalam menghasilkan karya, tekun beribadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, dan pemikirannya sungguh mengagumkan setiap orang yang bersikap objektif.
     Oleh karena itu, semua umat Islam akan kagum berganda kepada Nabi, kagum  pada saat memandangnya melalui kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kagum  pada saat memandangnya dengan kacamata iman dan agama.
      Banyak fungsi yang ditetapkan Allah untuk Nabi Muhammad, salah satunya  sebagai syahid, yaitu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan yang ujungnya adalah pembawa rahmat bagi alam semesta.
      Al-Quran surah Al-Fath, surah ke-48 ayat 8.
إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا

      “Sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan”.
     Kata “syahid” bisa diartikan “menyaksikan” dengan pandangan mata maupun dengan pandangan hati atau ilmu pengetahuan`.
     Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada posisi pertengahan, agar mereka tidak hanyut pada pengaruh kebendaan, dan tidak mengantarkannya membubung tinggi ke alam ruhani, sehingga tidak berpijak di bumi.
     Umat Islam  berada di antara keduanya yaitu posisi pertengahan, sehingga mereka dapat menjadi saksi dalam arti teladan dengan skala kebenaran bagi umat yang lain, sedangkan Rasulullah  yang berkedudukan sebagai syahid atau saksi adalah teladan bagi umat Islam.
     Sebagian ulama berpendapat bahwa kata “syahid” berarti bahwa Nabi Muhammad akan menjadi saksi di akhirat kelak terhadap umatnya dan umat yang  terdahulu.
      Al-Quran surah An-Nisa’, surah ke-4 ayat 41.
فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا

      “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami menghadirkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka”.
Daftar Pustaka
1.    Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2.    Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.

4.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment