Wednesday, September 27, 2017

303. MAKAN

MEMAHAMI PERINTAH MAKAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Cara Memahami Perintah Makan dalam Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
      Makanan atau “tha'am” dalam bahasa Al-Quran adalah “segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi”, karena itu “minuman” juga termasuk dalam pengertian “tha'am”.
     Al-Quran surat Al-Baqarah, surah ke-2 ayat 249, menggunakan kata “syariba” (minum) dan “yath'am” (makan) untuk objek yang berkaitan dengan air minum.

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّهَ مُبْتَلِيكُمْ بِنَهَرٍ فَمَنْ شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَنْ لَمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ ۚ فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ ۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ ۚ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلَاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

      “Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, dia berkata, “Sesungguhnya Allah akan mengujimu dengan suatu sungai, maka siapa di antaramu meminum airnya, bukanlah dia pengikutku, dan barangsiapa tidak meminumnya, kecuali menciduk setangkup tangan, maka dia adalah pengikutku”. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersamanya telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata,”Tidak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya”. Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar”.
     Kata “tha'am” dalam berbagai bentuknya terulang dalam Al-Quran sebanyak 48 kali yang berbicara tentang berbagai aspek berkaitan dengan makanan, belum lagi ayat lain yang menggunakan kosa kata selainnya.
     Para ulama berpendapat bahwa perhatian Al-Quran terhadap makanan sangat  besar, “Telah menjadi kebiasaan Allah dalam Al-Quran bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa, dan membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-Nya, kemudian memerintahkan untuk makan atau menyebutkan makanan”.
     Al-Quran menjadikan “kecukupan pangan” dan terciptanya “stabilitas keamanan” sebagai dua unsur utama kewajaran beribadah kepada Allah, seperti dalam Al-Quran  surah Quraisy, surah ke-106 ayat 3-4.

فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِ  الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ

      “Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Kakbah), yang telah memberikan makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”.  
     Al-Quran menggunakan kata “akala” dalam berbagai bentuk untuk menunjukkan pada aktivitas “makan”, dan kata “akala” tidak digunakan hanya dalam arti “memasukkan sesuatu ke tenggorokan”, tetapi bisa bermakna “segala aktivitas dan usaha”.
     Al-Quran An-Nisa, surah ke-4 ayat 4.

وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا

      “Berikan maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan, kemudian apabila mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambil/gunakan) pemberian itu, (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”.
       Seperti diketahui bahwa maskawin atau mahar tidak lazim berupa makanan, tetapi ayat ini menggunakan kata “makan” untuk penggunaan maskawin atau mahar tersebut.
      Al-Quran surah Al-An’am, surah ke-6 ayat 121.

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ وَإِنَّ الشَّيَاطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰ أَوْلِيَائِهِمْ لِيُجَادِلُوكُمْ ۖ وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُونَ

      “Dan janganlah kamu memakan binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya setan membisikkan kepada kawannya agar mereka membantahmu, dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentu menjadi orang-orang yang musyrik”.
      Para ulama berpendapat bahwa “Janganlah makan yang tidak disebut nama Allah”, maksudnya adalah sebagai larangan untuk melakukan kegiatan apa pun yang tidak disertai  nama Allah, karena kata “makan” bisa bermakna “segala bentuk kegiatan”, sebab makan membutuhkan kalori yang diperoleh dari makanan.
.   Al-Quran menggunakan kata panggilan yang mesra untuk mengajak makan, misalnya untuk semua manusia, “Ya ayyuhan nas”; kepada Rasul,”Ya ayyuhar Rasul, dan kepada orang mukmin, “Ya ayyuhal ladzina amanu”; selalu dirangkaikan dengan kata “halal” atau “thayyibah” yang artinya “baik”.
       Hal ini menunjukkan bahwa makanan yang terbaik adalah yang memenuhi syarat “halal” dan “baik” tersebut, karena ditemukan bahwa dari 9 ayat yang memerintahkan umat Islam untuk makan, yang 5 ayat dirangkaikan dengan “halal dan baik”, yang 2  ayat dengan pesan mengingat Allah dan membagikan makanan kepada orang melarat, yang 1 ayat dalam konteks memakan sembelihan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, dan 1 ayat dalam konteks berbuka puasa.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

0 comments:

Post a Comment