DASAR PENAFSIRAN
AL-QURAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron
Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan tentang dasar penafsiran
Al-Quran? Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Para ulama menjelaskan bahwa dalam penafsiran ayat-ayat Al-Quran
terdapat dua dasar penafsiran yang utama berikut ini.
Ke-1, Penafsiran ayat Al-Quran berdasarkan “asbabun nuzulnya” (penyebab
turunnya ayat Al-Quran), karena Al-Quran tidak turun dalam suatu masyarakat
yang hampa budaya, sehingga para ulama menyatakan dalam menafsirkan ayat
Al-Quran harus memahami konteks “asbabun nuzulnya” (faktor yang menyebabkan
ayat Al-Quran diturunkan).
Mayoritas ulama mengemukakan kaidah patokan dalam memahami ayat adalah
redaksinya yang bersifat umum, bukan khusus terhadap (pelaku) kasus yang
menjadi sebab turunnya, tetapi ulama yang lain berkaidah sebaliknya, yaitu patokan
dalam memahami ayat-ayat Al-Quran adalah kasus yang menjadi sebab turunnya,
bukan redaksinya yang bersifat umum.
Dalam “asbabun nuzul” (penyebab turunnya) pasti mencakup peristiwa,
pelaku, dan waktu, tetapi selama ini pandangan menyangkut “asbabun nuzul” dan
pemahaman ayat Al-Quran sering kali hanya menekankan kepada “peristiwanya” dengan
melupakan “pelakunya” dan “waktunya”.
Pengertian “asbabun nuzul” (peenyebab turunnya) dapat diperluas mencakup
kondisi sosial pada masa turunnya Al-Quran dengan pemahaman melalui “kias” (alasan
hukum berdasarkan perbandingan atau persamaan dengan hal yang telah terjadi).
Ke-2, Penafsiran ayat al-Quran berdasarkan takwil atau penyingkapan, karena
pemahaman terhadap teks ayat Al-Quran sering kali menimbulkan problem atau ganjalan
dalam pemikiran ketika pemahaman tersebut dihadapkan dengan kenyataan sosial,
hakikat ilmiah, atau keagamaan.
Misalnya, pada zaman dahulu, sebagian ulama merasa puas dengan
menyatakan “Allahu a’lam” (Allah Yang Maha Mengetahui)”, tetapi sekarang hal ini
kurang memuaskan, sehingga para mufasir menggunakan takwil (penyingkapan), tamsil
perumpaaan), atau metafora (pemakaian kata atau kelompok kata bukan dalam arti
sebenarnya).
Memang, literalisme seringkali mempersempit makna, berbeda dengan takwil
(penyingkapan), tamsil perumpaaan), atau metafora (pemakaian kata atau kelompok
kata bukan dalam arti sebenarnya) yang memperluas makna yang tidak menyimpang.
Para ulama mengemukakan dua syarat pokok dalam mentakwilan ayat Al-Quran
berikut ini.
Ke-1, Makna takwil yang dipilih harus sesuai dengan hakikat kebenaran
yang diakui oleh para ahli yang memiliki otoritas. Ke-2, Arti takwil yang
dipilih harus dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada zaman awal.
Takwil (penyingkapan), tamsil
perumpaaan), atau metafora (pemakaian kata atau kelompok kata bukan dalam arti
sebenarnya) sangat membantu dalam memahami dan membumikan Al-Quran dalam masyarakat
modern dewasa ini dan masa mendatang.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
3. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman.
Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah
Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah
Mekah. Mekah 2004
6. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria.
Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah
Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.
9. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment