UMAT
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan
tentang umat?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
1. Kata
“umat” (menurut KBBI V) dapat diartikan “para penganut (pemeluk, pengikut)
suatu agama”, “penganut nabi”, dan “makhluk manusia”.
2. Kata
“ummat” terambil dari kata “amma-yaummu”, yang artinya “menuju”, “menumpu”, dan
“meneladani”
3. Dari
akar kata “ummat” lahir antara lain kata “um” (ibu) dan “imam” (pemimpin),
karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan, dan harapan anggota
masyarakat.
4. Para
ulama berbeda pendapat tentang jumlah anggota dalam satu umat
1) Ada
yang berpendapat jumlahnya 100 orang
2) Yang
lain mengatakan jumlahnya 40 orang.
5. Al-Quran
dan hadis tidak membatasi pengertian umat hanya pada kelompok manusia, tetapi
binatang termasuk umat.
6. Al-Quran
surah Al-An'am (surah ke-6) ayat 38.
وَمَا
مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ
أَمْثَالُكُمْ ۚ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ
رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
“Dan tidaklah binatang-binatang yang ada
di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
umat-umat (juga) seperti kamu. Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam Kitab,
kemudian kepada Tuhan mereka dihimpunkan”.
7. Rasulullah
bersabda, “Semut adalah umat Allah”, dan “ Seandainya anjing bukan umat Allah, niscaya
saya perintahkan untuk dibunuh”.
8. Al-Quran
surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 120.
إِنَّ
إِبْرَاهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ
الْمُشْرِكِينَ
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam
(umat) yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan
sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)”.
9. Rasulullah
bersabda,“Semua umatku masuk surga, kecuali yang tidak mau”.
10. Sahabat
bertanya, "Ya, Rasul, siapakah orang yang tidak mau masuk surga?” Nabi Muhammad
bersabda, “Siapa pun yang patuh kepadaku, dia akan masuk surga, dan yang
durhaka adalah yang tidak mau taat kepadaku”.
11. Kata
“umat” digunakan untuk manusia yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta
untuk manusia yang durhaka dan tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
12. Al-Quran
surah Al-Ra'd (surah ke-13) ayat 30.
كَذَٰلِكَ
أَرْسَلْنَاكَ فِي أُمَّةٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهَا أُمَمٌ لِتَتْلُوَ
عَلَيْهِمُ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَهُمْ يَكْفُرُونَ بِالرَّحْمَٰنِ ۚ
قُلْ هُوَ رَبِّي لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ
مَتَابِ
“Demikian, Kami telah mengutusmu pada
suatu umat yang sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumnya, supaya kamu
membacakan kepada mereka (Al-Quran) yang Kami wahyukan kepadamu, padahal mereka
kafir kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Katakan, “Dia Tuhanku tidak ada tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia, hanya kepada-Nya aku bertawakal dan hanya
kepada-Nya aku bertobat”.
13. Dalam
Al-Quran kata “umat” dalam bentuk tunggal ditemukan 52 kali
14. Para
ulama memberikan 9 arti untuk kata “umat”, yaitu “kelompok”, “agama (tauhid)”,
“waktu yang panjang”, “kaum”, “pemimpin”, “generasi yang lalu”, “umat Islam”,
“orang-orang kafir”, dan “manusia seluruhnya”
15. Benang
merahnya (sesuatu yang menghubungkan beberapa hal sehingga menjadi satu
kesatuan) yang menggabungkan makna umat adalah “himpunan”.
16. Kata
“umat” mempunyai makna yang indah, luwes, dan lentur, sehingga dapat mencakup
aneka makna, serta dapat menampung berbagai perbedaan dalam kebersamaan.
17. Al-Quran
memilih kata “umat” untuk menunjukkan “himpunan pengikut Nabi Muhammad atau umat
Islam”
18. Sebagai
isyarat bahwa “umat Islam” dapat menampung segala perbedaan dalam kelompok,
betapapun kecilnya jumlah mereka, selama masih dalam arah yang sama, yaitu
beriman kepada Allah.
19. Al-Quran
surah Al-Anbiya, surah ke-21 ayat 92.
إِنَّ
هَٰذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah
agamamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku”.
20. Kata
“umat” terselip makna yang mendalam, yang mengandung arti gerak dinamis, arah,
waktu, jalan yang jelas, serta gaya dan cara hidup
21. Untuk
menuju pada satu arah, harus jelas jalannya, harus bergerak maju dengan gaya
dan cara tertentu, serta pada saat yang sama membutuhkan waktu untuk
mencapainya.
22. Al-Quran
surah Yusuf (surah ke-12) ayat 45 menggunakan kata “umat” yang artinya “waktu”.
وَقَالَ
الَّذِي نَجَا مِنْهُمَا وَادَّكَرَ بَعْدَ أُمَّةٍ أَنَا أُنَبِّئُكُمْ
بِتَأْوِيلِهِ فَأَرْسِلُونِ
Dan berkata orang yang selamat di antara
mereka berdua dan teringat (kepada Yusuf) sesudah beberapa waktu lamanya, “Aku
akan memberitakan kepadamu tentang (orang yang pandai) menakbirkan mimpi itu,
maka utuslah aku (kepadanya).”
23. Al-Quran
surah Az-Zukhruf (surah ke-43) ayat 22 memakai kata “umat” yang artinya
“jalan”, atau “gaya dan cara hidup”.
بَلْ
قَالُوا إِنَّا وَجَدْنَا آبَاءَنَا عَلَىٰ أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلَىٰ آثَارِهِمْ
مُهْتَدُونَ
“Bahkan mereka berkata,“Sesungguhnya kami
mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami
orang-orang yang mendapatkan petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka.”
24. Kata
“umat” mempunyai keistimewaan dibandingkan kata semacam “nation” atau “qabilah”
yang artinya “suku”
25. Kata
“umat” dalam konteks sosiologis artinya “himpunan manusiawi yang seluruh
anggotanya bersama-sama menuju satu arah, bahu membahu, dan bergerak secara
dinamis di bawah kepemimpinan bersama.”
26. Al-Quran
surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 143 menyatakan umat Islam adalah “ummatan
wasatha”.
وَكَذَٰلِكَ
جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ
الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ
عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَىٰ
عَقِبَيْهِ ۚ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ ۗ
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ
رَحِيمٌ
“Dan demikian (pula) Kami telah
menjadikanmu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi
atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) mu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu
(sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat
berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberikan petunjuk oleh Allah; dan
Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang kepada manusia”.
27. Pada
awalnya, kata “wasath” artinya “semua yang baik sesuai dengan objeknya”,
“sesuatu yang baik yang berada pada posisi di antara dua ekstrem”.
1) Keberanian
adalah pertengahan sifat ceroboh dan takut
2) Kedermawanan
adalah pertengahan antara sikap boros dan kikir
3) Kesucian
adalah pertengahan antara kedurhakaan karena dorongan nafsu yang menggebu dan
impotensi.
28. Kata
“wasath” berkembang maknanya menjadi “tengah”
29. Orang
yang menghadapi dua pihak bermusuhan dituntut untuk menjadi “wasath” (wasit)
dan berada pada posisi tengah agar berlaku adil, lalu muncul makna “wasath” (adil).
30. Ummatan
wasatha adalah umat yang moderat, dan posisinya berada di tengah-tengah, agar
dapat dilihat oleh semua pihak dari segenap penjuru.
31. Umat
Islam adalah “ummatan wasatha” artinya agar umat Islam menjadi “syuhada” atau
“saksi”, serta menjadi teladan dan “patron” atau “pola” bagi yang lain, dan
pada saat yang sama umat Islam menjadikan Nabi Muhammad sebagai contoh teladan
dan saksi pembenaran bagi semua aktivitasnya.
32. Umat
Islam dalam “posisi pertengahan” menyebabkan umat Islam tidak seperti umat yang
hanyut oleh materialisme dan kebendaan semata, serta tidak mengantarnya
membumbung tinggi ke alam rohani saja yang tidak berpijak di bumi
33. Posisi
“pertengahan” menjadikan umat Islam harus mampu memadukan aspek jasmani,
rohani, material, dan spiritual dalam segala sikap, perilaku, kegiatannya.
34. Umat
Islam sebagai “ummat wasathiyat” (umat moderat) dalam posisi pertengahan, mengundang
umat Islam untuk berinteraksi, berdialog, dan terbuka dengan semua pihak dalam
berbagai agama, budaya, dan peradaban.
35. Umat
Islam tidak bisa menjadi saksi yang baik dan berlaku adil apabila umat Islam
bersikap tertutup atau menutup diri dari lingkungan dan perkembangan zaman.
Daftar
Pustaka
1. Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab,
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan
Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com
online.
0 comments:
Post a Comment