TAKDIR
ALLAH (1)
(Seri
ke-1)
Oleh:
Drs. H.M. Yusron Hadi, MM

1. Ketika
Muawiyah bin Abi Sufyan menggantikan Khalifah Ali bin Abi Thalib, dia menulis
surat kepada sahabat Nabi, Al-Mughirah bin Syu’bah menanyakan, “Apakah doa yang
dibaca Rasulullah setiap selesai salat?"
2. Jawabannya
adalah Nabi berdoa,”Tidak ada tuhan selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Wahai Allah tidak ada yang mampu menghalangi apa yang engkau beri, tidak ada
yang mampu memberi apa yang Engkau halangi, dan tidak berguna upaya yang
bersungguh-sungguh, karena semua bersumber dari-Mu”.
3. Doa
ini dipopulerkan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan untuk memberikan kesan bahwa
segala sesuatu telah ditentukan Allah, dan tidak ada usaha manusia sedikit pun.
4. Kebijakan
memopulerkan doa ini, dinilai oleh sebagian ulama sebagai bertujuan politis.
5. Dengan
doa itu para penguasa Dinasti Umayah melegitimasi kesewenangan pemerintahan
mereka, sebagai kehendak Allah.
6. Sebagian
ulama menolak pandangan tersebut, sehingga secara sadar atau tidak mengumandangkan
pernyataan “la qadar” (tidak ada takdir), karena manusia bebas berbuat apa saja,
bukankah Allah telah menganugerahkan kepada manusia kebebasan memilih dan
memilah?
7. Mengapa
manusia harus dihukum kalau dia tidak memiliki kebebasan itu?.
8. Bukankah
Allah sendiri menegaskan, “Siapa yang ingin beriman silakan beriman, siapa yang
ingin kafir, silakan kafir.
9. Al-Quran
surah Al-Kahfi (surah ke-18) ayat 29.
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ
ۖ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ
نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا ۚ وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ
يَشْوِي الْوُجُوهَ ۚ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
Dan
katakan,”Kebenaran datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah dia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah dia
kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang zalim neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan
jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti
besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk
dan tempat istirahat yang paling jelek”.
10. Menurut
ayat Al-Quran tersebut, maka semua manusia akan bertanggungjawab pada
perbuatannya sendiri.
11. Tetapi
pandangan ini disanggah oleh ulama yang lain, karena hal ini mengurangi
kebesaran dan kekuasaan Allah, karena Allah Maha Kuasa dan yang menciptakan
manusia dan yang dilakukannya.
12. Al-Quran
surah Ash-Shaffat (surah ke-37) ayat 96.
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
Padahal Allah Yang Menciptakanmu dan
apa yang kamu perbuat itu.
13. Al-Quran
surah Al-Insan (surah ke-76) ayat 30.
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ
اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan
kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.
14. Sebagian
ulama berpendapat bahwa ayat Al-Quran ini menjelaskan bahwa Allah yang
menciptakan semua perbuatan manusia dan semua yang kehendaki oleh manusia tidak
dapat dapat terlaksana, apabila Allah tidak menghendaki.
15. Demikian
perdebatan para ulama yang semuanya berpedoman kepada Al-Quran.
16. Bagaikan
banyak orang yang mencintai si Cantik, sedangkan si Cantik sendiri tidak
mengenal mereka.
17. Kemudian
perbedaan pendapat tersebut didukung oleh penguasa yang ingin mempertahankan kedudukannya.
18. Dipersubur
oleh kebodohan dan terbelakangan umat dalam berbagai bidang, sehingga meluaslah
paham takdir dalam 2 pengertian di atas.
1) Pendapat
ke-1: Segala sesuatu ditentukan oleh Allah dan tidak ada usaha manusia sedikit
pun, semuanya ditentukan Allah.
2) Pendapat
ke-2: Tidak ada takdir Allah, semuanya terjadi karena perbuatan bebas manusia sendiri dan harus bertanggungnjawab
terhadap pilihannya.
19. Nabi Muhammad
dan para sahabat utama, tidak pernah mempersoalkan takdir sebagaimana dipahami
oleh sebagian ulama tersebut.
20. Rasulullah
dan para sahabat yakin sepenuhnya tentang takdir Allah yang menyentuh semua
makhluk termasuk manusia.
21. Tetapi
keyakinan ini tidak menghalangi mereka untuk bekerja keras dan berjuang untuk
memperoleh sesuatu.
22. Ketika
mereka kalah dan gagal, mereka tidak menimpakan kesalahan kepada Allah.
23. Sikap
Nabi Muhammad dan para sahabat tersebut muncul, karena memahami ayat Al-Quran
secara keseluruhan dan utuh.
24. Bukan
memahami Al-Quran secara parsial ayat per ayat, atau sepotong-sepotong yang terlepas
dari konteksnya.
Daftar Pustaka
1. Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab,
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan
Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment