Thursday, February 27, 2020

4743. NASIKH DAN MANSUKH


NASIKH DAN MANSUKH
Oleh: Drs. H. Yusron Hadi, M.M.

1.    Kata “nasikh” dipakai dalam beberapa arti, yaitu: pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, pengubahan, dan sejenisnya.
2.    Nasikh adalah sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, dan semacamnya.
3.    Mansukh adalah yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, dan sebagainya, dinamakan “Mansukh”.
4.    Sebagian ulama beranggapan bahwa suatu ketentuan hukum yang ditetapkan dalam suatu kondisi tertentu, telah menjadi “mansukh” (dihapus/dibatalkan) apabila ada ketentuan lain yang berlainan karena adanya perbedaan kondisi.
5.    Misalnya, perintah untuk “bersabar” atau “menahan diri” pada periode Mekah pada saat kondisi umat Islam masih lemah, dianggap telah “dinasikhkan” (dihapuskan/dibatalkan) oleh “perintah/izin berperang” pada periode Madinah ketika umat Islam sudah kuat.
6.    Para ulama yang mendukung adanya “nasikh dan mansukh” menyatakan, “Hukum diundangkan untuk kemaslahatan manusia, sehingga hukum dapat berubah/berbeda akibat perbedaan waktu/tempat.”
7.    Ulama pendukung adanya nasikh dan mansukh menyebutkan dalam Al-Quran surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 101.

وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا أَنْتَ مُفْتَرٍ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

Dan apabila Kami letakkan suatu ayat di tempat ayat yang lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata,”Sesungguhnya kamu adalah orang yang mengada-adakan saja”. Bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui.

8.    Para ulama pendukung adanya nasikh dan mansukh mengakui nasikh dan mansukh dapat dilakukan apabila terdapat dua ayat hukum yang saling bertolak belakang dan tidak dapat dikompromikan.
9.    Tetapi harus diketahui secara meyakinkan urutan kronologis turunnya ayat tersebut, sehingga ayat yang turun lebih dahulu ditetapkan sebagai mansukh (yang diganti), sedangkan ayat yang turun kemudian sebagai nasikh (yang mengganti).
10. Artinya semua ayat Al-Quran tetap berlaku, tidak ada pertentangan atau kontradiksi, yang ada hanya pergantian hukum bagi masyarakat atau orang tertentu, karena kondisi yang berbeda.
11. Dengan demikian ayat hukum yang tidak berlaku lagi bagi masyarakat pada zaman tertentu, tetap dapat berlaku bagi masyarakat lain yang kondisinya sama dengan kondisi mereka semula.
12. Pemahaman semacam ini sangat membantu penyebaran dakwah Islam.
13. Ayat hukum yang bertahap dapat dijalankan oleh umat Islam yang kondisinya sama atau mirip dengan kondisi umat Islam pada zaman awal dahulu.

14. Jika ada nasikh dan mansukh dalam ayat Al-Quran, maka siapa yang berwenang melakukannya?
15. Apakah Rasulullah boleh melakukan nasikh dan mansukh ayat Al-Quran?
16. Sebagian ulama membolehkan Rasulullah melakukan nasikh dan mansukh terhadap ayat Al-Quran secara teoretis.
17. Sebagian ulama yang lain memandang tidak ada halangan logis kemungkinan nasikh dan mansukh terhadap ayat Al-Quran.
18. Para ulama berbeda pendapat tentang hadis yang membolehkan nasikh dan mansukh terhadap ayat  Al-Quran.
19. Semua ulama bersepakat yang dapat melakukan nasikh dan mansukh terhadap ayat Al-Quran hanya wahyu Allah yang bersifat mutawatir.
20. Mutawatir adalah sifat hadis yang memilki banyak sanad dan diriwayatkan oleh banyak perawi pada tingkat sanadnya,.
21. Banyak perawi itu mustahil bersepakat untuk berdusta atau memalsukan hadis.
22. Syarat wahyu harus bersifat mutawatir, karena pendapat, “Jika suatu hukum telah terbukti secara pasti ketetapannya terhadap mukallaf, maka tidak mungkin menaskhnya kecuali atas pembuktian yang pasti pula”.
23. Sungguh sangat riskan untuk membatalkan sesuatu yang pasti berdasarkan hal yang belum pasti.
24. Atas dasar hal tersebut, masalahnya beralih dari pembahasan teoretis kepada pembahasan praktis.
25. Apakah terdapat hadis Nabi yang mutawatir yang telah membatalkan ayat Al-Quran?
26. Terdapat 4 hadis bersifat ahad (tidak mutawatir), tetapi dinilai sebagian ulama telah menasikhkan ayat Al-Quran.
27. Tidak ditemukan hadis Nabi mutawatir yang menasikhkan ayat Al-Quran.
28. Hadis “La washiyyata li warits” (Tidak dibenarkan adanya wasiat untuk penerima warisan), oleh sebagian ulama dinyatakan sebagai menasikhkan ayat “kewajiban berwasiat” dalam surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 180.

29. Keseluruhan teksnya berbunyi, “Sesungguhnya Allah telah memberikan kepada setiap yang berhak haknya, dengan demikian tidak ada (tidak dibenarkan) wasiat kepada penerima warisan”.
30. Kalimat: “Sesungguhnya Allah telah memberikan…” dan seterusnya menunjuk kepada ayat waris.
31. Hadis tersebut menyatakan bahwa yang menasikhkan adalah ayat waris tersebut, bukan hadis Nabi yang bersifat ahad tersebut.
32. Misalnya, terdapat 3 ayat hukum yang berbeda menyangkut khamr (minuman keras).
33. Ketiganya tidak batal, tetapi berubah sesuai dengan kondisi.
34. Para ahli dapat memilih salah satu sesuai dengan kondisi yang dihadapinya.
35. Dengan memperhatikan bentuk plural pada ayat Al-Nahl tersebut, “Jika Kami mengganti suatu ayat ...”.
36. Kata “Kami” secara umum sebagai pengganti nama Allah.
37. Tetapi juga menunjukkan adanya keterlibatan selain Allah, yaitu manusia dalam perbuatan yang digambarkan oleh kata kerja pada masing-masing ayat.
38. Hal ini memerlukan keterlibatan para ahli untuk menetapkan alternatifnya dari beberapa pilihan yang ditawarkan oleh ayat Al-Quran yang mansukh (yang diganti).
38.

Daftar Pustaka
1.    Shihab, M. Quraish. Lentera Hati. Kisahdan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2.    Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir MaudhuI atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.    Tafsirq.com online.


0 comments:

Post a Comment