Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.

1.
Kata “nikah” (menurut KBBI V) dapat diartikan,”ikatan
(akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan jaarn
agama”.
2.
Kata “mut’ah” (menurut KBBI V) dapat
diartikan ,”sesuatu berupa uang atau barang yang diberikan seorang suami kepada
istri yang diceraikannya sebagai bekal hidup atau penghibur hati bekas istrinya”.
3.
Nikah mut’ah (kawin kontrak) adalah
pernikahan atau perkawinan antara suami dan istri dalam jangka waktu tertentu.
4.
Al-Quran surah An-Nisa (surah ke-4) ayat 24.
وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُكُمْ ۖ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ
ذَٰلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوَالِكُمْ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ ۚ
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَلَا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَرِيضَةِ ۚ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.
Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri denganhartamuuntukdikawinibukan
untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara
mereka, berikan kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tidak mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling
merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.
5.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat
236.
ا
جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِنْ طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ مَا لَمْ تَمَسُّوهُنَّ أَوْ
تَفْرِضُوا لَهُنَّ فَرِيضَةً ۚ وَمَتِّعُوهُنَّ عَلَى الْمُوسِعِ قَدَرُهُ
وَعَلَى الْمُقْتِرِ قَدَرُهُ مَتَاعًا بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى
الْمُحْسِنِينَ
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atasmu,
jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan
sebelum kamu menentukan maharnya. Hendaklah kamu memberikan suatu mut-ah
(pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang
miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang
demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.
6.
Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat
241.
وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ ۖ حَقًّا عَلَى
الْمُتَّقِينَ
Kepada
wanita-wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya) mut`ah
menurut yang makruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang takwa.
7.
Al-Quran surah Al-Ahzab (surah ke-33) ayat
28.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ إِنْ كُنْتُنَّ
تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ
وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
Hai Nabi, katakan kepada istri-istrimu,”Jika
kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia dan perhiasannya, maka mari
kuberikan kepadamu mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.”
8.
Al-Quran surah A-Ahzab (surah ke-33) ayat 49.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ
مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ
تَعْتَدُّونَهَا ۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka
sekali-kali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya, Maka beri mereka mut`ah dan lepaskan mereka dengan cara yang
sebaik-baiknya.
9.
AL-Quran surah Al-Maarij (surah ke-70) ayat
29-31.
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
إِلَّا عَلَىٰ أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ
فَمَنِ ابْتَغَىٰ وَرَاءَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ
الْعَادُونَ
Dan orang-orang yang memelihara
kemaluannya,kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka
miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.Barangsiapa
mencari yang di balik itu, maka mereka orang-orang yang melampaui batas.
10. Rasulullah
bersabda,“Wahai manusia, aku pernah membolehkanmu melakukan (nikah) mut’ah
dengan wanita. Kemudian Allah telah mengharamkan hal itu sampai hari kiamat.
Oleh karena itu, jika masih ada yang memiliki wanita yang diperoleh melalui
jalan mut’ah maka hendaklah ia melepaskannya dan kamu jangan mengambil
sedikitpun dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka.” (HR Muslim)
11. Sahabat
berkata, “Rasulullah pernah memberikan keringanan (rukhsah) pada tahun Autas
atau Perang Hunain untuk nikah mut’ah selama 3 hari, kemudian Nabi
melarangnya”. (HR Muslim)
12. Ibnu
Abbas berkata,”Sesungguhnya Rasulullah melarang nikah mut’ah dan makan daging
keledai pada masa Perang Khaibar”.(HR Muslim)
13. Sabroh
berkata,”Kami berperang dan menetap selama 30 hari. Awalnya Nabi Muhammad mengizinkan
kami untuk melakukan nikah mut’ah (kawin kontrak) dengan wanita setempat.
Kemudian aku melakukan nikah mut’ah (kawin kontrak) dengan seorang gadis.
Ketika kami keluar Mekah, maka Rasulullah melarang nikah mut’ah”. (HR
Muslim).
14. Nikah
mut’ah (kawin kontrak) pernah dilakukan para sahabat ketika berada di medan
perang. Pada zaman itu, mayoritas tentara
Islam adalah para pemuda lajang yang tidak sempat menikah.
15. Sebagai
manusia biasa dan lelaki yang normal, dengan
semangat perang jihad di padang pasir untuk mempertahankan syiar Islam, tetapi gelora
birahi mereka ikut menggejolak menuntut untuk segera dipenuhi.
16. Tentara
Islam mencoba menahan goncangan syahwat dengan berpuasa.
17. Padahal
mereka harus melakukan kontak senjata dengan tentara musuh, maka puasa bukan solusi
efektif karena fisik mereka menjadi lemah.
18. Kondisi
ini yang kemudian mengantar ide dibolehkan nikah mut’ah yang masyhur disebut “kawin
kontrak”, karena dalam kondisi darurat.
19. Pada
zaman perang, Nabi Muhammad mengizinkan tentara Islam yang terpisah jauh dari
istrinya untuk melakukan nikah mut’ah (kawin kontrak) daripada melakukan
penyimpangan.
20. Rasulullah
memberikan keringanan tentara Islam untuk melakukan nikah mut’ah (kawin kontrak)
dengan wanita setempat, selama mereka mempertaruhkan nyawa untuk berperang membela
agama Islam.
21. Nabi
Muhammad mengharamkan nikah mut’ah (kawin kontrak) ketika melakukan pembebasan
kota Mekah pada tahun ke-8 Hijriah ketika beliau berusia 61 tahun.
Daftar
Pustaka
1. Shihab,
M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab,
M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan
Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com
online.
0 comments:
Post a Comment