SETAN DAN ANJING YANG TAKUT
SUARA AZAN
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
Tahun 2005.
Kami mahasiswa KKN.
Di desa mayoritas non
Muslim.
Di sini hanya ada 1 masjid.
Dan 1 musala kecil.
Masjid jarang dipakai salat
5 waktu.
Hanya dipakai beberapa
waktu salat saja.
Di sini jarang
dikumandangkan azan.
Karena marbot masjid sering
tidak aktif.
Untuk menjaga salat
berjamaah 5 waktu.
Masjid hanya dipakai salat
Magrib dan Isya saja.
Selebihnya kosong.
Masjid dipakai aktif saat kegiatan
rutin:
1. Salat
Jumat.
2. Salat Hari
Raya.
Suatu pengalaman berkesan.
Dan masih segar dalam
ingatan.
Sampai hari ini.
Yaitu saat awal kehadiran
kami di desa itu.
Kami punya program.
Menghidupkan kegiatan salat
berjamaah 5 waktu.
Di tiap masjid dan mushala
di sini.
Kami mengawali kegiatan
salat Subuh berjamaah.
Di subuh hari sebelum fajar
tiba.
Kami berjalan kaki 2 km.
Lewat pinggiran kampung.
Yang belum sepenuhnya diterangi
cahaya listrik.
Di sepanjang jalan ke
masjid.
Kami berjumlah 6 orang pria.
Berjalan kaki menyusuri
ujung kampung.
Yang remang-remang.
Diselimuti kabut embun.
Dan gerimis sepanjang
malam.
Kami harus berhati-hati
berjalan.
Karena tanah yang becek.
Dan harus waspada.
Karena banyak anjing berkeliaran di jalanan.
Atau sekedar tiduran di
jalan.
Anda bisa membayangkan.
Betapa berat medan yang
dilalui.
Sekiranya air comberan terkena
sarung.
Atau pakaian yang dikenakan.
Hamper pasti air
terkontiminasi bercampur air liur.
Dan bulu-bulu anjing.
Yang menurut hukum Fikih
Mazhab Syafii.
Hukumnya Najis Mughalazah.
Yaitu jenis najis.
Yang berat cara
membersihkan najisnya.
Meskipun ada fatwa
keringanan.
Atas dasar hukum darurat.
Kami tiba di sebuah masjid
besar.
Tapi tampak semacam
bangunan tua.
Yang tak terurus.
Tampaknya.
Masjid itu jarang dipakai
untuk salat Subuh berjamaah.
Karena lampu listriknya.
Masih dipadamkan.
Kami masuk beranda masjid.
Satu persatu menuju kran
air.
Mencuci kaki berlumpur.
Dan mungkin bernajis.
Kami masuk masjid.
Dan celingukan saling
menatap.
Kami bingung memastikan.
Apakah sudah tiba waktu
salat Subuh.
Atau belum.
Satu persatu lampu masjid
kami nyalakan.
Alhamdulilah.
Ada 1 atau 2 lampu bisa dinyalakan.
Dengan suasana agak temaram.
Meskipun agak menegangkan.
Apa pasalnya?
Karena kami tidak tahu.
Apakah kami harus
mengumandangkan azan.
Atau tidak?!
Kami dihadapkan pilihan
dilema.
Sekiranya kami
mengumandangkan suara azan.
Lewat pengeras suara Toa.
Kami khawatir suara azan.
Akan mengganggu tetangga
masjid.
Karena warga masyarakat .
Mayoritas beragama
non-muslim.
Lebih-lebih.
Hari itu hari pertama
aktivitas KKN.
Mahasiswa Institut Perguruan
Islam dimulai.
Kami khawatir.
Hadirnya kami dengan
mengumandangkan suara azan.
Saat Subuh hari itu.
Akan mengejutkan.
Bahkan mengganggu
kenyamanan warga.
Mayoritas penduduk non
muslim di sini.
Apalagi kami terima
sebelumnya.
Masjid di sini jarang dipakai.
Untuk salat Subuh berjamaah.
Lebih-lebih dengan pengeras
suara Toa.
Bahkan terdengarkabar.
Mahasiswa KKN sebelumnya.
Terlibat konflik agama.
Antara warga masyarakat
muslim dan non muslim.
Yang menyebabkan pertikaian
dan perkelahian.
Sejhingga kami tidak ingin
kejadian serupa terulang.
Tapi pada sisi lain.
Kami justru merasa.
Bahwa kami hadir.
Justru untuk menebarkan
syiar dakwah.
Di tengah masyarakat muslim
di sini.
Salah satunya.
Menghidupkan syiar salat
berjamaah.
Tapi, bagaimana caranya
menghidupkan salat berjamaah.
Tanpa pernah
mengumandangkan azan?!
Padahal azan adalah tanda panggilan.
Seruan masuknya waktu salat.
Dan syiar dakwah salat berjamaah
5 waktu.
Pada kondisi delematis itu.
Salah satu teman kami.
Bernama Gafur.
Memberanikan diri maju ke
mihrab.
Dan menghidupkan speaker
mic Toa.
Klik.
Gafur mengambil ancang-ancang.
Menarik nafas panjang.
Dan mulai meneriakkan lagu
azan model Mekah.
Yang merdu, panjang, nyaring
dengan suara tingginya.
Memang dia satu-satunya
qari tim kami.
Yang punya suara merdu.
Dalam melantunkan
al-Qur'an.
"Aaaaaallaaaaahu akbaaaar!!
Allaaaaaaaaaaahu
akbaaaaaar!!"
Suara Gafur bergema nyaring.
Lewat corong speaker Toa
butut.
Tapi suaranya indah
didengar.
Subuh yang senyap.
Tiba-tiba berubah menjadi menegangkan.
Dan mengkhawatirkan.
Timbul suara ribut.
Yang saling bersahutan.
Suara apa?
Keributan apa?
Ternyata keributan dan
kehebohan hebat.
Dari kegaduhan suara lolongan
anjing.
Semua anjing tersentak
kaget.
Mendengar lantunan azan.
Yang mungkin tidak pernah didengar
sebelumnya.
Kami bertatapan pucat pasi.
Khawatir ada kejadian yang tidak diinginkan.
Yang menimpa kami.
Kami cemas ada warga non
muslim yang terganggu.
Lalu mengamuk dan menyerang
kami.
Yang tengah mengumandangkan
azan.
Alhamdulillah.
Sampai selesai azan
dikumandangkan.
Tak terjadi sesuatu apa
pun.
Bahkan, sampai salat Subuh selesai.
Kami tetap membaca wirid Subuh
yang nyaring.
Lewat pengeras suara.
Tapi tak ada protes.
Dan taka da keberatan.
Dari seorang warga penduduk
non muslim.
Sejak hari itu.
Sampai 3 bulan berlalu.
Kami menyelesaikan program
KKN di desa itu.
Semua berjalan lancar.
Dari kejadian dan
pengalaman ini.
Saya mengambil kesimpulan.
Bahwa tidak ada yang
terganggu dengan suara azan.
Meskipun bagi saudara kita.
Yang berbeda agama.
Hanya ada 2 jenis.
Yang takut mendengar suara
azan, yaitu:
1. Jin
kafir.
2. Anjing.
Hadis riwayat Abu Hurairah.
Rasulullah bersabda,
"JIka azan diserukan.
Maka setan lari sambil
kentut.
Sehingga dia tidak
mendengar suara azan itu.
Jika azan selesai.
Maka setan datang kembali.
Saat ikamah dikumandangkan.
Setan lari.
Sampai selesai ikamah.
Setan datang kembali.
Sehingga dia melintas di
antara seseorang dan jiwanya.
(Sumber DR. H. Miftah Banjary)
0 comments:
Post a Comment