TAFSIR AL-QURAN DAN PEMILIHAN KOSAKATA
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Tolong dijelaskan hubungan antara tafsir
Al-Quran dan pemilihan kosakata?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
Tafsir adalah keterangan atau penjelasan tentang ayat Al-Quran agar
maksudnya lebih mudah dipahami, dan kosakata adalah perbendaharaan kata,
sedangkan kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang
merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam
berbahasa.
Al-Quran menggunakan kosakata
yang digunakan oleh orang Arab pada zaman Nabi Muhammad, tetapi pengertian
kosakata tersebut tidak selalu sama dengan pengertian yang populer di kalangan
mereka, karena Al-Quran menggunakan kosakata tersebut, tetapi bukan dalam
bidang semantik (pengetahuan mengenai seluk-beluk dan pergeseran arti kata) yang
mereka kenal.
Perkembangan bahasa Arab memberikan pengertian baru untuk kosakata yang
digunakan dalam Al-Quran, sehingga seorang mufasir tidak bebas memilih
pengertian yang dikehendakinya atas dasar pengertian satu kosakata pada masa
pra-Islam, atau yang kemudian berkembang.
Seorang mufasir (orang yang menerangkan makna atau maksud ayat Al-Quran
atau orang yang ahli dalam penafsiran) harus
memperhatikan struktur dan kaidah kebahasaan serta konteks pembicaraan ayat,
juga harus memperhatikan penggunaan Al-Quran terhadap setiap kosakata, dan
mendahulukannya dalam memahami kosa kata tersebut daripada pengertian yang
dikenal pada masa pra-Islam.
Secara umum para mufasir tidak boleh menggunakan pengertian baru yang
berkembang kemudian, apabila tidak ditemukan pengertian khusus untuk satu
kosakata atau terdapat petunjuk yang menjelaskan ayat Al-Quran, maka para
mufasir bebas memilih arti yang dimungkinkan.
Misalnya, kata “alaq” dalam wahyu pertama Al-Quran surah Al-Alaq (surah ke-96)
ayat 1-2.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
خَلَقَ
الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
Yang menciptakan, Allah telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Kata “alaq” mempunyai banyak arti, misalnya
dapat diartikan “segumpal darah, sejenis cacing lintah, sesuatu yang berdempet
dan bergantung, kebergantungan, dan sebagainya”, sehingga seorang mufasir mempunyai
kebebasan untuk memilih salah satu kosakata dari arti tersebut, dengan menampilkan
alasannya.
Perbedaan pendapat para mufasir karena pemilihan kosakata atau arti
tersebut harus ditoleransi dan ditampung, selama dikemukakan dalam batas tanggung
jawab dan kesadaran, shingga para mufasir tetap memperoleh pahala dari Allah, meskipun
pada akhirnya pendapat tersebut terbukti keliru.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
3. Al-Mubarakfury, Syaikh Shafiyurrahman.
Sirah Nabawiyah. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006.
4. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah
Masjid Nabawi. Madinah 2004.
5. Ghani, Muhammad Ilyas Abdul. Sejarah
Mekah. Mekah 2004
6. Al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakaria.
Himpunan Fadhilah Amal. Penebit Ash-Shaff. Jogyakarta. 2000.
7. Hisyam, Ibnu. Sirah Nabawiyah. Sejarah
Lengkap Kehidupan Rasulullah.
8. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.
9. Tafsirq.com online
0 comments:
Post a Comment