RIBA-3
(Seri ke-3)
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M.
Beberapa orang bertanya,”Mohon
dijelaskan tentang arti “adh’afan mudha’afah” yang dimaksudkan oleh Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab
menjelaskannya.
1.
Menurut bahasa, kata “adh’af” adalah bentuk jamak (plural) dari
kata “dha’if”.
2.
Kata “adh’af” artinya “sesuatu bersama dengan sesuatu yang lain
yang sama dengannya (ganda)”.
3.
Adh’afan mudha’afah adalah pelipatgandaan yang berkali-kali.
4.
Para ulama tafsir berpendapat bahwa pengertian “adh'afan mudha'afah”
atau riba yang berlaku pada masa turunnya Al-Quran adalah pelipatgandaan umur hewan.
5.
Seseorang yang berutang (kreditor), bila tiba masapembayarannya,
ditagih oleh orang yang mengutangi (debitor) dan menagih kepadanya, “Bayarlah utangmu
atau kamu menambah untukku.”
6.
Apabila yang dipinjamnya unta berumur 1 tahun yang telah memasuki
tahun ke-2, dijadikannya pembayarannya menjadi unta berumur 2 tahun yang telah
memasuki tahun ke-3.
7.
Apabila yang dipinjamnya berupa materi uang, ketika penagih datang,
tetapi dia tidak sanggup membayarnya, maka dia bersedia melipatgandakannya.
8.
Jika besar utangnya 100, maka pada tahun berikutnya menjadi 200, dan
bila tahun depan tidak lagi terbayar, maka utangnya menjadi 400, demikian berlipat
ganda setiap tahun sampai dia mampu membayar.
9.
Ulama yang berpegang pada teks ayat menyatakan bahwa “berlipat
ganda”, adalah syarat keharaman, artinya jika tidakberlipat ganda, maka hukumnya
tidak haram.
10. Ulama lain
menyatakan bahwa teks tersebut bukan syarat keharaman, tetapi penjelasan
tentang bentuk riba yang sering dipraktikkan pada zaman turunnya Al-Quran, sehingga
semua bentuk penambahan, meskipun tidak berlipat ganda adalah haram.
12. Jawabannya
terdapat pada kata kunci berikutnya, yaitu “falakum ru'usu amwalikum” (bagimu
modal-modalmu).
13. Berarti setiap
penambahan atau kelebihan dari modal yang dipungut dalam kondisi yang sama dengan
masa turunnya ayat riba adalah haram.
14. Jadi, kata “adh'afan
mudha'afah” bukan syarat, tetapi sekadar penjelasan tentang riba yang sudah
lumrah mereka praktikkan.
15. Kesimpulannya,
yang diharamkan adalah segala bentuk kelebihan dalam kondisi yang sama seperti
yang terjadi pada masa turunnya Al-Quran, yaitu “la tazhlimun wa la tuzhlamun” (kamu
tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya).
16. Jika orang
yang berutang dalam kesulitan, sehingga tidak mampu membayar pada waktu yang
ditetapkan, agar diberikan waktu sampai dia mampu membayarnya, dan
menyedekahkan sebagian atau semua utang lebih baik bagimu.
17. Ayat Al-Quran di
atas lebih memperkuat kesimpulan bahwa kelebihan yang dipungut, apalagi jumlahnya
berlipatganda, adalah bentuk penganiayaan bagi si peminjam.
17.
DaftarPustaka
1.
Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan.
Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai
Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2,
5.
Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment