Tuesday, April 9, 2019

2097. HAKIKAT QATHI DAN ZHANNY


HAKIKAT QATH’I DAN ZHANNY
Oleh: Drs. H. M. YusronHadi, M.M.

       Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang hakikat qath’i dan zhanny?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
  1. Ayat “Qath’i” artinya bersifat “pasti”, sedangkan ayat “zhanny” artinya bersifat “tidak pasti”.
  2. Ayat “qathi dalalah” artinya ayat yang “pasti sumbernya dan pasti kandungan maknanya”.
  3. Sebagian ulama mendefinisikan “qathi dalalah” adalah “sesuatu yang menunjuk kepada hukum dan tidak mengandung kemungkinan atau makna selainnya.”
  4. Ulama yang lain mendefinisikan “qath’I dalalah” adalah “tidak adanya kemungkinan untuk memahami dari suatu lafal, kecuali maknanya yang dasar itu.”
  5. Para ulama berkata,”Sangat jarang ada sesuatu yang pasti dalam dalil syara’, jika berdiri sendiri, karena apabila dalil syara’ tersebut bersifat ahad, maka jelas tidak dapat memberikan kepastian, karena ahad sifatnya “zhanny” (tidak pasti),
  6. Jika dalil tersebut bersifat mutawatir lafalnya, maka untuk menarik makna yang pasti dibutuhkan “premis” (muqaddimat) yang tentunya harus bersifat “qathi” (pasti).
  7. Dalam hal ini, premis tersebut harus bersifat mutawatir.
  8. Hal ini tidak mudah ditemukan, karena kenyataan membuktikan bahwa premis-premis tersebut semuanya atau sebagian besarnya bersifat “ahad” yang artinya “zhanny” (tidak pasti).
  9. Sesuatu yang bersandar kepada “zhanny” (tidak pasti), tentu akan menghasilkan sesuatu yang “zhanny” (tidak pasti) pula.
  10. Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud “muqaddimat” (premis-premis) adalah berikut ini.
1)    Ke-1: Riwayat kebahasaannya.
2)    Ke-2: Riwayat yang berkaitan dengan gramatika (nahwu).
3)    Ke-3: Riwayat yang berkaitan dengan perubahan kata (sharaf).
4)    Ke-4: Redaksi yang dimaksud bukan kata ambigu (musytarak).
5)    Ke-5: Redaksi yang dimaksud bukan kata metaforis (majaz).
6)    Ke-6: Tidak mengandung peralihan makna.
7)    Ke-7: Sisipan (idhmar).
8)    Ke-8: Pendahuluan dan pengakhiran (taqdim wa ta’khir).
9)    Ke-9: Pembatalan hukum (nasikh).
10) Ke-10: Tidak mengandung penolakan yang logis.
  1. Untuk yang ke-1, ke-2 dan ke-3 semuanya bersifat “zhanny” (tidak pasti), karena riwayat-riwayat yang menyangkut hal-hal tersebut kesemuanya “ahad”.
  2. Untuk yang ke-4 sampai ke-10 hanya dapat diketahui melalui “istiqra' al-tam” (metode induktif yang sempurna)  dan hal itu adalah mustahil.
  3. Yang dapat dilakukan hanya “istiqra’ naqish” (metode induktif yang tidak sempurna), dan ini tidak menghasilkan kepastian.
  4. Dengan kata lain, yang dihasilkan adalah sesuatu yang bersifat “zhanny” (tidak pasti).


Daftar Pustaka
1.            Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2.            Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.            Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4.            Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2,
5.            Tafsirq.com online.      



Related Posts:

0 comments:

Post a Comment