HAKIKAT QATH’I
DAN ZHANNY
Oleh: Drs. H. M.
YusronHadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan
tentang hakikat qath’i dan zhanny?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
- Ayat “Qath’i”
artinya bersifat “pasti”, sedangkan ayat “zhanny” artinya bersifat “tidak pasti”.
- Ayat “qathi
dalalah” artinya ayat yang “pasti sumbernya dan pasti kandungan maknanya”.
- Sebagian ulama
mendefinisikan “qathi dalalah” adalah “sesuatu yang menunjuk kepada hukum dan
tidak mengandung kemungkinan atau makna selainnya.”
- Ulama yang
lain mendefinisikan “qath’I dalalah” adalah “tidak adanya kemungkinan untuk
memahami dari suatu lafal, kecuali maknanya yang dasar itu.”
- Para ulama
berkata,”Sangat jarang ada sesuatu yang pasti dalam dalil syara’, jika berdiri
sendiri, karena apabila dalil syara’ tersebut bersifat ahad, maka jelas tidak
dapat memberikan kepastian, karena ahad sifatnya “zhanny” (tidak pasti),
- Jika dalil
tersebut bersifat mutawatir lafalnya, maka untuk menarik makna yang pasti dibutuhkan
“premis” (muqaddimat) yang tentunya harus bersifat “qathi” (pasti).
- Dalam hal
ini, premis tersebut harus bersifat mutawatir.
- Hal ini tidak
mudah ditemukan, karena kenyataan membuktikan bahwa premis-premis tersebut
semuanya atau sebagian besarnya bersifat “ahad” yang artinya “zhanny” (tidak
pasti).
- Sesuatu
yang bersandar kepada “zhanny” (tidak pasti), tentu akan menghasilkan sesuatu
yang “zhanny” (tidak pasti) pula.
- Para
ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud “muqaddimat” (premis-premis) adalah berikut
ini.
1)
Ke-1: Riwayat kebahasaannya.
2)
Ke-2: Riwayat yang berkaitan dengan gramatika (nahwu).
3)
Ke-3: Riwayat yang berkaitan dengan perubahan kata (sharaf).
4)
Ke-4: Redaksi yang dimaksud bukan kata ambigu (musytarak).
6)
Ke-6: Tidak mengandung peralihan makna.
7)
Ke-7: Sisipan (idhmar).
8)
Ke-8: Pendahuluan dan pengakhiran (taqdim wa ta’khir).
9)
Ke-9: Pembatalan hukum (nasikh).
10) Ke-10: Tidak mengandung
penolakan yang logis.
- Untuk
yang ke-1, ke-2 dan ke-3 semuanya bersifat “zhanny” (tidak pasti), karena riwayat-riwayat
yang menyangkut hal-hal tersebut kesemuanya “ahad”.
- Untuk yang
ke-4 sampai ke-10 hanya dapat diketahui melalui “istiqra' al-tam” (metode induktif
yang sempurna) dan hal itu adalah mustahil.
- Yang dapat
dilakukan hanya “istiqra’ naqish” (metode induktif yang tidak sempurna),
dan ini tidak menghasilkan kepastian.
- Dengan
kata lain, yang dihasilkan adalah sesuatu yang bersifat “zhanny” (tidak pasti).
Daftar
Pustaka
1.
Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah
Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2.
Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran.
Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3.
Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
4.
Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an
Ver 3.2,
5.
Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment