Friday, April 12, 2019

2113. MASALAH TAFSIR




MASALAH TAFSIR
Oleh: Drs. H. YusronHadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang masalah tafsir ayat Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
  1. Al-Quran berfungsi sebagai “huda” (petunjuk) dan “furqan” (pembeda).
  2. Al-Quran pada hakikatnya menempati posisi sentral dalam studi keislaman, dan menjadi tolok ukur untuk membedakan kebenaran dan kebatilan, termasuk dalam penerimaan dan penolakan setiap berita yang disandarkan kepada Nabi Muhammad.
  3. Keberadaan Al-Quran di tengah umat Islam, ditambah dengan keinginan mereka untuk memahami petunjuk dan mukjizatnya, telah melahirkan banyak disiplin ilmu keislaman dan metode penelitian.
  4. Hal ini dimulai dengan disusunnya kaidah ilmu nahwu, ushul fiqh, dan  lahirnya berbagai metode penafsiran Al-Quran, yang terakhir adalah metode “maudhui”.
  5. Metode maudhui (tematik)  adalah suatu metode penafsiran Al-Quran, dengan cara para mufasir berupaya mengumpulkan ayat Al-Quran dari berbagai surah yang memiliki tema yang sama, sehingga mengarah kepada pengertian dan tujuan yang sama.
  6. Para ulama mempelajari berbagai disiplin ilmu yang didorong keinginan untuk memahami petunjuk, informasi,dan mukjizat dalam Al-Quran.
  7. Al-Quran berbicara tentang berbagai aspek kehidupan dan menampilkan beraneka ragam masalah, yang merupakan pokok bahasan berbagai disiplin ilmu.
  8. Kandungan Al-Quran tidak dapat dipahami secara baik dan benar tanpa mengetahui hasil penelitian dan studi pada bidang yang dipaparkan oleh Al-Quran.
  9. Para ulama berpendapat, “Saya tidak mengetahui bagaimana seseorang dapat menafsirkan firman Allah yang berbunyi “Kana al-nasummah wahidah” dalam Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 213, kalau dia tidak mengetahui keadaan umat manusia dan sejarahnya, yaitu sejarah dan sosiologi.”
  10. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 213.

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ ۚ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۖ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ ۗ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

       Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.

  1. Para ulama berpendapat bahwa hal ini berlaku pula dalam hubungannya dengan ayat yang berbicara tentang astronomi, embriologi, ekonomi, dan sebagainya.
  2. Begitu juga dengan pembuktian tentang mukjizat Al-Quran, para ulama berpendapat, “Tidak ada umat Islam saat ini, apalagi yang bukan berasal dari negara berbahasa Arab, yang dapat memahami kemukjizatan Al-Quran dengan membandingkan satu ayat dengan sepenggal kalimat berbentuk prosa atau puisi pra-Islam”.
  3. Hal tersebut menunjukkan bahwa saat ini tidak ada seorang pun yang dapat merasakan secara sempurna keindahan bahasa dalam Al-Quran yang merupakan salah satu mukjizatnya, sejak lunturnya kemampuan dan rasa kebahasaan orang Arab sendiri.
  4. Sehingga para ulama menyarankan untuk mencari pembuktian lain yang sesuai, yaitu melalui pendekatan sejarah agama.
  5. Semuanya membuktikan bahwa seluruh kelompok dan aliran yang berpredikat Islam, selalu merujuk kepada Al-Quran dan hadis, ketika memunculkan dan mempertahankan pendapatnya.
  6. Artinya, Al-Quran menempati posisi sentral dalam studi keislaman.
  7. Sekarang ini, semua ulama dan pakar sepakat bahwa metode ma’tsur adalah metode yang terbaik.
  8. Metode ma'tsur adalah memahami dan menafsirkan ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran yang lain atau dengan hadis Nabi Muhammad dan para sahabat.
  9. Masalahnya, pendapat tersebut masih memiliki kelemahan dan memerlukan pemikiran yang serius.
  10. Misalnya, siapakah yang berwenang menetapkan bahwa ayat A ditafsirkan oleh ayat B?
  11. Apakah hanya Nabi Muhammad sendiri, atau para sahabat, atau boleh ditetapkan oleh para ulama?
  12. Apakah kriterianya yang harus dikandung oleh masing-masing ayat untuk maksud tersebut? Dan banyak pertanyaan lain.
  13. Semuanya masih memerlukan jawaban dan penjelasan yang konkret.
  14. Mungkin saja terjadi penafsiran para ulama yang menggunakan ayat Al-Quran menempati posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penafsiran Nabi Muhammad.
  15. Para ulama terdahulu menyatakan bahwa peringkat tertinggi dalam penafsiran ayat Al-Quran adalah berikut ini:
a.    Peringkat ke-1: Penafsiran ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran yang lain.
b.    Peringkat k-2: Penafsiran Nabi Muhammad.
c.    Peringkat ke-3: Penafsiran para sahabat Nabi.
  1. Al-Quran berfungsi memberikan jalan keluar dalam setiap perselisihan dan masalah masyarakat.
  2. Masyarakat menanti pedoman dan petunjuk pemecahannya, dan tugas para ulama untuk menjelaskannya.
DaftarPustaka
1.    Shihab, M.Quraish. LenteraHati. KisahdanHikmahKehidupan. PenerbitMizan, 1994.  
2.    Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
3.    Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2.
4.    Tafsirq.com online.



Related Posts:

0 comments:

Post a Comment