KONSEP
DALAM UKHUWAH
Oleh:
Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

1. Kata
“konsep” (menurut KBBI V) dapat diartikan “rancangan atau buram surat dan sebagainya”,
“ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret”, dan “gambaran
mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan
oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain”.
2. Kata
“ukhuwah” (menurut KBBI V) artinya “persaudaraan”.
3. Menurut
bahasa Arab, kata “ukhuwah” terambil dari akar
kata yang pada mulanya berarti
“memperhatikan”.
4. Makna asal
ini memberi kesan “persaudaraan”
mengharuskan adanya “perhatian” semua pihak yang merasa bersaudara.
5. Faktor
“perhatian” pada mulanya muncul karena adanya persamaan orang bersaudara.
6. Makna itu
berkembang dan akhirnya “ukhuwah”
diartikan sebagai “setiap persamaan dan keserasian
dengan pihak lain, baik persamaan keturunan, dari segi ibu, bapak, atau keduanya, maupun dari segi persusuan”.
7. Secara
“majazi” (kiasan) kata “ukhuwah” (persaudaraan) mencakup persamaan dalam salah satu
unsurnya seperti suku, agama, profesi, dan perasaan.
8. Dalam kamus
bahasa Arab, kata “akh” yang membentuk kata “ukhuwah” digunakan juga dengan arti
“teman akrab” atau “sahabat”.
A. Para ulama
mengenalkan 3 konsep untuk memantapkan ukhuwah menyangkut perbedaan pemahaman dan
pengamalan ajaran agama.
1. Konsep
“tanawwu' al-'ibadah”.
1) Mengakui
adanya keragaman cara beribadah.
2) Mengakui
adanya keragaman yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad dalam bidang pengamalan
agama.
3) Pengakuan
kebenaran semua praktik keagamaan, asalkan semuanya merujuk kepada Nabi
Muhammad.
2. Konsep
“al-mukhti'u fi al-ijtihadlahuajr”.
1) Mengakui
pihak yang salah dalam berijtihad menetapkan hukum tetap mendapat ganjaran.
2) Artinya
selama seseorang mengikuti pendapat ulama, dia tidak berdosa.
3) Dia tetap
diberi pahala oleh Allah, meskipun hasil ijtihad yang diamalkannya keliru.
4) Menentukan
benar atau salah bukan wewenang makhluk, tetapi wewenang Allah yang akan diketahui kelak pada hari kemudian.
5) Pihak
yang mengemukakan ijtihad adalah yang memiliki otoritas keilmuan.
6) Disampaikan
setelah melakukan “ijtihad” (upaya bersungguh-sungguh untuk menetapkanhukum).
7) Setelah
mempelajari dengan saksama dalil Al-Quran dan hadisNabi.
3. Konsep
“lahukmalillah qablaijtihad al-mujtahid”.
1) Allah
belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya ijtihad dilakukan oleh seorang mujtahid.
2) Artinya
hasil ijtihad adalah hukum Allah bagi masing-masing mujtahid.
3) Meskipun
hasil ijtihadnya dapat berbeda-beda.
4) Al-Quran
dan hadis Nabi tidak selalu memberi interpretasi pasti dan mutlak tentang sesuatu,
karena yang mutlak adalah Allah dan firman Allah.
5) Interpretasi
dan pemahaman manusia dalam menafsirkan firman Allah sangat sedikit yang
bersifat pasti dan mutlak.
9. Cara manusia
memahami Al-Quran dan hadis Nabi berkaitan dengan banyak faktor.
1) Fakor lingkungan.
2) Kecenderungan
pribadi.
3) Perkembangan
masyarakat.
4) Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
5) Tingkat
kecerdasan dan pemahaman para mujtahid.
10. Kesimpulannya:
1) Para ulama
sering bersikap rendah hati dan menyadari kelemahan sebagai manusia dengan menyebutkan
alasannya.
2) Pendapat
kami benar, tetapi mungkin keliru.
3) Pendapat
Anda menurut hemat kami keliru, tetapi mungkin benar.
11. Ketika
berhadapan dengan teks wahyu dari Allah, para ulama selalu menyadari sebagai manusia
pasti mempunyai kelemahan dan keterbatasan.
12. Tidak mungkin
manusia mampu memastikan pendapatnya dan inter pretasinya yang paling
benar.
DaftarPustaka
1. Shihab,
M.Quraish. LenteraHati. KisahdanHikmahKehidupan. PenerbitMizan, 1994.
2. Shihab,
M. QuraishShihab. Wawasan Al-Quran. TafsirMaudhuiatasPerbagaiPersoalanUmat. PenerbitMizan,
2009.
3. Shihab,
M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com
online.
0 comments:
Post a Comment