MAIN GOLF INDIKASI EKONOMI
NASIONAL
EKONOMI MENANTANG
HEGEMONI, BERANI ?
Golf adalah salah satu
ukuran atau indikasi ekonomi yang jarang orang perhatikan.
Memang golf olah raga
kaum kolonial.
Golf bukan oleh raga
milenial dan gen Z!!
Mereka di bawah 40 tahun
jarang main golf karena bukan “passion”
anak muda.
Fakta lain, tontonan
golf di media utama dunia tinggal 25%.
Dibanding masa jayanya
golf dan media 15 – 20 tahun lalu.
Mengapa golf jadi
ukuran indikasi ekonomi mikro?
Karena pemegang
kendali uang saat ini masih kaum kolonial.
Mereka yang di atas 40
tahun masih memegang 80% keuangan dunia swasta.
Ini bukan di Indonesia
saja tetapi di dunia.
Sampai kapan pun yang
40 tahun ke atas tetap memegang peredaran uang 80% dunia swasta.
Kalian usianya 40
tahunan saat ini.
Nanti 20 tahun lagi,
kalian pengontrol 80% peredaran uang swasta dunia.
Tunggu aja gilirannya.
Kembali ke golf yang
sebentar lagi jadi dinosurus akan musnah 20 tahunan lagi.
Mereka main golf usianya
40 tahun ke atas berkumpul di lapangan golf.
Bisa kita lihat
ekonomi negara maju atau tidak, pada saat ini.
Mitra saya punya
beberapa lapangan golf.
Mengatakan pemain golf saat ini berkurang
jumlahnya.
Yang pemain baru sedikit.
Tapi YANG TIDAK MAIN
LAGI tambah banyak, karena golf itu mahal.
Tahun lalu, dia rugi
10 milyar pertahun.
Tahun 2021 dia lepas 1 lapangan golf nya.
Yang kalau dipertahankan
7 tahun ke depan dia berpotensi rugi 120 milyaran.
Untung dalam bisnis
selalu ada the next looser.
Jadi diambil sama
pengusaha lain.
Yang kita perkirakan
akan menjadi korban, pasti rugi.
Mereka yang punya duit tebal terkadang punya
lapangan golf untuk POSITIONING saja di komunitas creme de la crème.
Walaupun rugi,
terutama di tempat yang ini.
Mitra saya, dia
realistik, memang golf membuat dirinya punya posture di kalangan pebisnis dan
pejabat.
Tapi pembiayaannya rugi.
Dia realistik.
Mengapa merugi?
Karena para pemain
golf yang nota bene kolonial banyak mengeluh.
Ekonomi saat ini
memberat, susah, efek covid, efek de-globalisasi yang lndonesia tidak siap.
Banyak lagi masalahnya
membuat KALANGAN ATAS berkurang income nya.
Ini cukup mengejutkan.
Jika kalangan the have
yang punya cuan mulai mengurangi biaya biaya tidak perlu.
Seperti belanja barang
mewah, golf, liburan wisata keluar negeri.
Maka arus kas pasti
tidak berputar kencang.
Ini membuat arah
putaran ke bawah dikenal dengan vicious cyrcle.
Vicious cyrcle adalah
gerakan ekonomi negatif terus menggulung ke bawah.
Ibarat gulungan air menyedot ke bawah ketika kapal
tenggelam.
Virtous cyrcle adalah
sebaliknya.
Seperti topan tornado
yang membawa ekonomi naik ke atas saling topang.
Ketika ekonomi kena imbas
memukul banyak bottom of pyramid.
Secara global makro Indonesia
belum tentu menggoyang ekonomi nasional.
Ada 3% jumlah pebisnis
besar memutar 70% ekonomi nasional.
dan 97% jumlah pengusaha ekonomi UKM hanya 30%
menopang ekonomi nasional.
Jika UKM terpengaruh
10% turun dari 30%.
Tapi pengusaha besar
naik 10%, maka ekonomi makro lndonesia
tidak terpengaruh.
Walaupun faktanya 10%
ekonomi mikro UKM jatuh tadi membuat 10 – 15 juta manusia kelas bawah menjerit
menderita.
Sekarang dengan info
kelas atas banyak terpukul.
Artinya, ekonomi mikro 3% kena imbasnya, bisa
memukul 10% ekonomi nasional dalam arti sebenarnya.
Kemarin 2 kuartal minus,
selama 2 kwartal ke depan masih diragukan positifnya.
Bisa panjang minus
pertumbuhannya.
Jika melihat fakta
pemain golf berkurang, itu hanya salah satu indikasi.
Lalu bagaimana
solusinya?
Nah perlu pemikiran
gila Sontoloyo.
Dan gak punya takut, walaupun nantinya ditentang
IMF world bank bahkan OBOR Tiongkok marah.
Kita buat semacam
NASDAQ nya lndonesia, faham?
perlu diperinci?
Kita perincikan.
Tetapi selalu ada pertanyaan
mendasar, wani ora?
Atau wis manut GBHN
negara lain dan globalis wae.
Lah percuma tak rinci
dul !!
(Sumber Mardigu)
0 comments:
Post a Comment