HAPUS
PERSEPSI MEMBANGUN PASTI BAWA KORBAN WARGA SEKITAR
Oleh: Drs. HM. Yusron
Hadi, M.M.
Kolaborasi
artinya kerja sama.
Hari
Kemerdekaan tahun ini.
Tampak
berbeda bagi anak-anak.
Di Kampung Akuarium,
Penjaringan, Jakarta Utara.
Senyum
mereka merekah.
Menyaksikan
Kampung Susun Akuarium.
Akhirnya berdiri setelah perjuangan panjang.
Pada 5 tahun lalu.
Anak-anak pulang dari sekolah.
Harapan masa depan cerah langsung
sirna.
Rumah orang 1 kampung.
Diratakan dengan buldoser.
Sebuah ironi.
Warga jadi pengungsi di
kampungnya sendiri:
Rumah disapu.
Dan status kependudukan dicabut.
Masa depan terasa gelap.
Tapi tanggal
17 Agustus 2021.
Meskipun
kenangan buruk tak bisa dihapus.
Masa
depan tampak hidup kembali.
Kampung
Susun Akuarium berhasil tegak berdiri.
Semua
warga urun rembuk.
Tentang
rancangan yang diinginkan.
Sesuai
pola interaksi sosial.
Dan
kegiatan ekonomi mereka.
Warga tak dicerabut dari akarnya.
Tapi merasa punya apa yang
menjadi hak mereka.
Bahkan, pola kepemilikannya.
Tak transaksional.
Warga bukan sekadar sebagai
penyewa.
Tapi warga membentuk koperasi
pemukiman.
Anggotanya hanya warga penghuni.
"Pemerintah mempercayakan
koperasi untuk mengelola.
Dan merawat kampung susun.
Mereka masih sederhana ekonominya.
Tapi jangan sepelekan kemampuan
warga.
Mereka bisa bekerja bersama.
Dan mengelola kampung susunnya
secara kolektif," kata Anies Baswedan.
Kolaborasi kolektif dalam Kampung
Susun Akuarium.
Bukti bahwa membangun kampung
kota.
Bukan sekadar mendirikan bangunan.
Tapi menghadirkan ruang hidup.
Yang memanusiakan warganya.
Cerita Kampung Susun Akuarium.
Hanya salah 1 dari 21 kampung.
Yang ditata lebih humanis.
Kita menyebutnya:
Community Action Plan (CAP).
Kata kuncinya: Community!
Yaitu Memanusiakan Warga.
Pendekatan pembangunan top down.
Yaitu dari atas ke bawah.
Hanya menjadikan warga sekadar
sebagai objek.
Tak lagi relevan.
Sekarang zamannya kolaborasi.
Warga adalah subjek aktif.
Dalam pembangunan.
Bukan jadi objek.
Yang ditinggalkan deru kemajuan.
Community Action Plan (CAP).
Yaitu ikhtiar bersama mewujudkan
pendekatan kolaboratif.
Dan memanusiakan warga.
Dalam pembangunan kampung kota.
Kampung lain.
Seperti Kampung Tanah Merah.
Yang sebelumnya terisolir.
Kini mendapat akses.
Lewat pembangunan infrastruktur, seperti:
1.
Jembatan.
2.
Transportasi umum.
3.
Penyediaan air bersih.
Bahkan rumah yang sudah berdiri
puluhan tahun.
Tapi tak ber-IMB.
Yaitu Izin Mendirikan Bangunan.
Karena status legal atas tanah
belum tuntas.
Kini diberi solusi.
Berupa IMB kolektif.
Yaitu 1 IMB.
Untuk semua bangunan.
Dalam 1 Rukun Tetangga (RT).
"Bukan IMB tiap rumah.
Tapi tiap komunitas.
Sebuah terobosan.
Yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia,"
ujar Anies Baswedan.
Dengan adanya IMB kolektif.
Maka para warga bisa terima:
1.
Aliran listrik.
2.
Aliran air.
3.
Dan pelayanan dasar lainnya.
Status tanah yang belum tuntas.
Tak perlu membuat warga
kehilangan hak dasarnya.
Seperti air dan listrik.
Solusi semacam itu muncul.
Setelah diskusi panjang dengan
warga.
Dan semua pemegang kepentingan.
Sebagai pengemban amanah.
Kita ikhtiar terus mewadahi.
Dan memberi ruang aspirasi bersama.
Untuk mencari solusi.
"Pendekatan birokratis.
Yang cenderung otoritatif.
Dan menutup alternatif solusi.
Dalam memecahkan beragam masalah
warga.
Tak lagi kita gunakan," kata
Anies Baswedan.
Yang terbaru.
Pembangunan Kampung Susun
Produktif Tumbuh Cakung.
Untuk warga Bukit Duri.
Pendekatan komunitas bersama
warga local.
Dan arsitek pendamping.
Berupaya menghadirkan kampung
susun.
Yang beranjak dari kebutuhan.
Dan aktivitas warga.
"Keliru, jika memandang
kampung kota, seperti:
1. Kampung Akuarium.
2. Tanah Merah.
3. Bukit Duri.
4. Dan banyak kampung kota lainnya.
Hanya sebagai kumpulan rumah.
Kampung-kampung kota.
Yaitu cermin paling nyata dari
persatuan.
Kampungnya 1.
Tapi isinya 1.001 unsur manusia.
Itulah kampung kita," tegas Anies
Baswedan.
Pembangunan kampung kota.
Jangan dimaknai semata pembangunan.
Deretan bangunan mati.
Tapi dipandang sebagai 1 kesatuan.
Bangunan sosial yang hidup.
Itulah kampung.
Itulah alas budaya kebersamaan
bangsa kita.
Kampung-kampung kota itu berupaya
kita ayomi.
Tidak dihakimi.
Tapi dihilangkan masalahnya.
Bukan menghilangkan kampungnya.
Pendekatannya pun berbeda.
Untuk masing-masing daerah.
Tak pakai 1 solusi untuk semua.
Tiap daerah punya karakter.
Dan masalah hidup berbeda.
Uniknya harus diberdayakan.
Bukan malah disingkirkan dan distandarkan.
Kami tak merasa paling tahu.
Dan tak otoritatif.
Pemprov DKI berupaya menghadirkan
ruang kolaborasi antarkomunitas.
Warga, fasilitator, pakar, dan
pemerintah.
Bekerja sama mencari solusi.
Untuk tiap kampung kota.
Masih terngiang ucapan Sandyawan
Sumardi.
Pegiat komunitas di Bukit Duri.
Saat Pemprov DKI bersama
komunitas warga.
Akan membangun Kampung Susun
Produktif Tumbuh Cakung.
Dia mengatakan.
“Punya rumah hunian sendiri.
Adalah awal kisah hidup
perjuangan kami.”
Bagi para warga.
Rumah bukan sekadar bangunan
fisik.
Rumah adalah ruang hidup.
Sebuah harapan akan masa depan.
Yang lebih baik di ibu Kota.
Sayangnya.
Ketika bicara kemajuan.
Ada persepsi dianggap normal.
Yaitu pasti ada warga.
Yang menjadi korban derap
kemajuan.
Persepsi ini secara implisit
mengatakan.
Bahwa penyingkiran dianggap
normal.
Selama korbannya orang lain.
Bukan dirinya.
"Kita ubah paradigma.
Yang tak memanusiakan itu.
Yaitu menjadi:
1.
Kemajuan harus memanusiakan.
2.
Memberi kesetaraan.
3.
Memberi kesempatan sama.
Bagi semua warganya.
Tanpa itu semua.
Maka solidaritas dan persatuan
warga.
Mustahil akan terwujud,"
ucap Anies Baswedan.
Jakarta adalah kota harapan.
Yaitu ruang yang mewadahi ragam
mimpi dan harapan.
Dari seluruh penjuru Republik.
Semua suku dan agama.
Dari seluruh penjuru negeri.
Semuanya ada di Jakarta.
Jakarta sebagai rumah untuk semua.
Hal ini gagasan.
Yang terus kita wujudkan.
Dengan karya dan kebijakan.
Jakarta sebagai rumah.
Yang terasa hangat.
Bagi seluruh warganya.
Sebagai rumah.
Yang menghadirkan interaksi menyatukan
dan mengayomi.
Tidak memisahkan.
Dan tak mengasingkan.
Jakarta sebagai rumah yang menyatukan.
Karena hadirnya kesetaraan dan keadilan social.
Bagi seluruh warganya!," tutur Anies Baswedan.
(Sumber oke.news)
0 comments:
Post a Comment