Wednesday, October 4, 2017

322. NIKAH

MEMAHAMI PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

      Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang Pernikahan Menurut Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
      Kata “nikah” (menurut KBBI V) adalah “ikatan atau akad perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama”, serta “pernikahan” adalah “upacara nikah” atau “hal pebuatan bernikah”.
      Kata “kawin” atau “perkawinan” bisa diartikan “menikah”, “membentuk keluarga dengan lawan jenis”, “bersuami atau beristri”, “bersetubuh”, atau “melakukan hubungan kelamin”.
      Kata “nikah” secara  bahasa pada awalnya bermakna “menghimpun”, dalam Al-Quran kata “nikah” dalam berbagai bentuknya ditemukan sebanyak 23 kali, dan Al-Quran juga menggunakan kata “zawwaja”  dan  “zauwj”  yang artinya “pasangan”, karena pernikahan menjadikan seseorang memiliki pasangan.
     Al-Quran menggunakan kata “zawwaja”  dan  kata  “zauwj”  dalam berbagai  bentuk  dan  maknanya  terulang sebanyak 80 kali, dan secara umum Al-Quran hanya  menggunakan  kata  “zawwaja”  dan  “zauwj” untuk menggambarkan  terjalinnya  hubungan  suami  istri secara sah.
     Dalam Al-Quran ada  kata “wahabat” yang   artinya   “memberi”  digunakan  oleh  Al-Quran  untuk melukiskan kedatangan seorang wanita  kepada  Nabi,  dan  menyerahkan  dirinya   untuk dijadikan  istri, tetapi  agaknya kata ini hanya berlaku bagi Nabi.
      Al-Quran surah Al-Ahzab, surah ke-33 ayat 50.

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا


     “Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang istri-istri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
      Para ulama menjelaskan bahwa pernikahan, atau tepatnya “keberpasangan” adalah  ketetapan Allah   atas   segala   makhluk, karena berulang-ulang  hakikat  ini ditegaskan dalam Al-Quran.
      Al-Quran surah Adz-Dzariyat, surah ke-51 ayat 49. 

وَمِنْ كُلِّ شَيْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

      “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.
      Al-Quran surah Yasin, surah ke-36 ayat 36.

سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ
    

       “Maha Suci Allah yang telah menciptakan semuanya berpasangan, baik dari apa yang tumbuh di bumi dan jenis mereka (manusia) maupun dari (makhluk )yang tidak mereka ketahui”.
      Para ulama menjelaskan bahwa setiap manusia mendambakan pasangan  adalah  fitrah  manusia sebelum  dewasa,  dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa.
      Oleh karena itu, agama  Islam mensyariatkan  adanya pertemuan  antara  pria  dan wanita,   kemudian  mengarahkan  pertemuan  itu  sehingga terlaksananya “pernikahan”  dan beralihlah kerisauan pria  dan wanita   menjadi   ketenteraman  atau  sakinah  dalam  istilah Al-Quran.
      Al-Quran surah Ar-Rum, surah ke-30 ayat 21.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

 
    “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian  benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
       Kata “sakinah”  terambil  dari  akar kata   “sakana”  yang  artinya “diam atau tenangnya  sesuatu  setelah bergejolak”, Itulah  sebabnya  “pisau”  dinamakan  “sikkin” karena pisau adalah alat yang menjadikan binatang yang disembelih menjadi tenang, tidak bergerak, setelah meronta, dan “sakinah” dalam pernikahan adalah  ketenangan  yang  dinamis  dan aktif.  
      Para ulama menjelaskan bahwa dalam pernikahan diperlukan kesiapan  fisik,  mental, dan ekonomi bagi yang ingin menikah, meskipun para orang tua gadis diminta untuk tidak menjadikan kemiskinan sebagai alasan untuk menolak seorang pria yang melamar  putrinya.
      Al-Quran surah An-Nur, surah ke-24 ayat 32.

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

   
      “Dan kawinkan orang-orang yang sendirian di antaramu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
      Al-Quran surah An-Nur, surah ke-24 ayat 33, menjelaskan bahwa remaja yang tidak memiliki  kemampuan  ekonomi  dianjurkan untuk  menahan  diri  dan  menjaga  kesuciannya. 

وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لَا يَجِدُونَ نِكَاحًا حَتَّىٰ يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَالَّذِينَ يَبْتَغُونَ الْكِتَابَ مِمَّا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ فَكَاتِبُوهُمْ إِنْ عَلِمْتُمْ فِيهِمْ خَيْرًا ۖ وَآتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ ۚ وَلَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَمَنْ يُكْرِهْهُنَّ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ

  
     “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikan kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan jangan kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedangkan mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa (itu)”.
      Kata “sakinah” (dalam KBBI V) diartikan “kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan kebahagiaan”, serta kata “mawadah” bermakna “kasih sayang”.
      Sedangkan kata “rahman” artinya “belas kasih”, dan kata “rahmat” bermakna “belah kasih, kerahiman, karunia, dan berkah”.
      Para ulama menjelaskan bahwa untuk mencapai rumah tangga yang “sakinah” syaratnya adalah sepasang suami dan istri “tidak boleh saling menghina” kelemahan pasangannya, karena tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada seorang suami dan istri yang sempurna, sehingga suami dan istri dilarang saling menghina.
      Agar mencapai rumah tangga yang “mawadah”, maka suami dan istri harus fokus dan “memusatkan perhatian kepada kelebihan” pasangannya, karena setiap manusia pasti mempunyai kelebihan.
       Sedangkan untuk mencapai keluarga yang “rahman” dan “rahmat”, maka  sepasang suami dan istri harus “memaafkan kekurangan” dan kelemahan pasangannya, dan menganggapnya sebagai “ladang amal”, karena tidak ada manusia yang sempurna.
    Semoga kita semua bisa membentuk keluarga yang “sakinah, mawadah, dan rahman atau rahmat”. Amin
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.  
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment