Thursday, March 27, 2025

40113. STM TEKNIK MESIN MENJADI GURU (4)

 





LULUSAN STM TEKNIK MESIN MENJADI GURU (4)

Oleh:  Drs. HM. Yusron Hadi, M.M.


     

 

 

Dengan penampilan anak muda 21 tahun, maaf, agak berambut gondrong. Rambut sedikit “gimbal”.

 

Banyak teman sekolah yang tidak menyangka, saya telah menjadi seorang pendidik. Memang, seorang guru seharusnya bisa “digugu” dan “ditiru”.

 

Artinya, seorang guru sepatutnya mampu menjadi panutan dan teladan.


       Sebagai guru pemula, saya menjadi asisten Pak Bin Anwar.

Beliau guru agama Islam yang pintar servis elektronika. Misalnya, servis radio dan televisi.

 

Beberapa teman guru menggoda saya, “Pak Yusron adalah guru yang aneh, sebab menjadi guru yang berhubungan dengan listrik, tetapi rumah pak guru sendiri belum ada listriknya,” kata mereka.

 

Saya tertawa, mendengarkan  gurauan mereka. Mungkin mereka menganggap saya belum cukup ilmu untuk menjadi guru.


      Guyonan teman guru ada benarnya. Kegiatan perkuliahan PGSLP YD dilaksanakan sekitar 8 bulan.

 

Dengan memperoleh beasiswa dari pemerintah dihitung selama setahun.

 

Setelah lulus, langsung ditugaskan sebagai guru SMP.

 

Padahal, dengan kuliah yang relatif singkat. Tentu saja, bekal ilmunya belum mumpuni. Saya berusaha mengatasi kekurangan tersebut.

 

Mulai saat itu, saya sering mengunjungi Pasar Genteng, Surabaya untuk belajar lebih banyak dan mendalam tentang Teknik Elektronika.


PENYANYI KAMAR MANDI     


      Kami para guru muda. Sering tidur di sanggar sekolah. Ruangan tidak terpakai disulap menjadi ruang tidur. 

 

Saya dengan Pak Andi guru kesenian dan Pak Putut guru bahasa Indonesia adalah penghuni tetap.

 

Sedangkan beberapa guru lain, biasanya ikut menimbrung.


      Melihat dan mendengarkan Pak Andi memainkan gitar sambil bernyanyi.

 

Hampir setiap hari. Saya terpengaruh kena “virus”nya.

 

Tidak terasa, saya dan Pak Putut tertular ikut belajar bermain gitar. Juga belajar alat musik lainnya.

 

Misalnya, piano dan drum. Kami memperoleh julukan sebagai “Penyanyi Kamar Mandi” dan “Artis Sanggar”.


      “Pindah kripnya besok saja!” teriak Pak Andi. Ketika kami memainkan sebuah lagu, tetapi  tangan saya terlambat memindahkan krip (accord) gitar dari posisi C ke Am misalnya.

 

Kami tertawa bersama mendengar “ejekan” tersebut.


JAGO KANDANG BADMINTON


      Pada kesempatan lain. Saya berhasil “membalas dendam”.

Mempermalukan Pak Andi. Pada sore hari yang cerah. Kami bermain badminton.

 

Setelah saya mengalahkan Pak Putut. Saya bertanding single dengan Pak Andi. Yang amat mahir bermain gitar, tetapi “kedodoran” ketika memegang raket badminton.

 

Pertandingan belum berakhir, Pak Andi sudah menyerah kalah.

 

Pak Andi mengaku “keok”. “Gak badminton, gak patheen,” kata Pak Andi.

 

Sambil meletakkan raket dan “ngeloyor” meninggalkan lapangan.  

    

Sungguh, kenangan yang lucu dan menggemaskan.

 

(BERSAMBUNG..)



 

Related Posts:

0 comments:

Post a Comment