PENDAKWAH BUKAN PENAFSIR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
1. Al-Quran adalah mukjizat sebagai bukti
kebenaran Nabi Muhammad dan petunjuk untuk
semua manusia kapan pun dan di mana pun.
2. Al-Quran memiliki pelbagai macam
keistimewaan.
3. Salah satu keistimewaan Al-Quran adalah susunan
bahasanya yang unik dan mempesona.
4. Al-Quran mengandung makna yang dapat
dipahami siapa pun yang memahami bahasanya, meskipun mereka berbeda tingkat
pendidikannya.
5. Redaksi ayat Al-Quran, seperti redaksi
yang diucapkan atau ditulis, hanya dapat dijangkau maksudnya secara pasti oleh
pemilik redaksi.
6. Hal ini menimbulkan keanekaragaman
penafsiran.
7. Para sahabat Nabi yang menyaksikan
turunnya ayat Al-Quran dan mengetahui konteksnya, serta memahami secara alamiah
struktur bahasa dan arti kosakatanya, kadang berbeda pendapat dalam memahami
maksud ayat Al-Quran.
8. Para ulama berpendapat “tafsir” adalah “penjelasan
tentang arti atau maksud firman Allah sesuai dengan kemampuan musafir”.
9. Kepastian arti suatu kosakata atau ayat
tidak mungkin dicapai kalau pandangan hanya tertuju kepada kosakata atau ayat secara
berdiri sendiri.
10. Mufasir ialah orang yang menerangkan
makna atau maksud ayat Al-Quran.
11. Mufasir adalah orang yang ahli dalam
penafsiran.
12. Nabi Muhammad bertugas menjelaskan maksud
firman Allah.
13. Al-Quran surah An-Nahl (surah ke-16) ayat
43-44.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا
نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ ۗ وَأَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Kami
tidak mengutus sebelummu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu
kepada mereka. Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu
tidak mengetahui, keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Kami turunkan kepadamu
Al-Quran, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.“
14. Semua penjelasan Nabi pasti benar.
15. Hal ini dibuktikan adanya teguran Allah dalam
Al-Quran kepada Nabi tentang sikap dan ucapan Nabi yang “kurang tepat”.
16. Al-Quran surah Ali Imran (surah ke-3)
ayat 128.
لَيْسَ لَكَ مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ
أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ
Tidak ada sedikit pun
campur tanganmu dalam urusan mereka atau Allah menerima tobat mereka, atau
mengazab mereka. Sesungguhnya mereka orang-orang yang zalim.
17. Al-Quran surah Abasa (surah ke-80) ayat 1.
عَبَسَ وَتَوَلَّىٰ
أَنْ جَاءَهُ الْأَعْمَىٰ
وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّهُ يَزَّكَّىٰ
أَوْ يَذَّكَّرُ
فَتَنْفَعَهُ الذِّكْرَىٰ
Muhammad bermuka masam
dan berpaling, karena
telah datang seorang buta kepadanya. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa)
atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran,
lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
18. Nabi Muhammad adalah orang yang maksum.
19. Artinya Rasulullah dijaga oleh Allah
sehingga beliu tidak akan berbuat kesalahan atau dosa.
20. Maksum artinya terpelihara dari
kesalahan, bebas dari dosa, dan kesalahan.
21. Penjelasan dan keterangan Rasulullah dalam
memahami dan menafsirkan firman Allah sebagai pedoman mutlak.
22. Jangan sampai terjadi penafsiran yang
bertentangan dengan penjelasan Rasulullah.
23. Para ulama berpendapat penafsiran Rasulullah
beraneka macam dalam segi cara, motif, dan hubungan antara penafsiran beliau
dengan ayat yang ditafsirkan.
24. Misalnya, Rasulullah menafsirkan “salat
wustha” dengan “salat Asar”.
25. Penafsiran itu disebut penafsiran “muthabiq”,
karena maknanya “sama dan sepadan” dengan yang ditafsirkan.
26. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 238.
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ
وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
Jagalah segala salat (mu), dan (jagalah)
salat wustha. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk.”
27. Rasulullah menafsirkan “perintah berdoa” dengan
“beribadah”.
28. Penafsiran ini disebut penafsiran “talazum”,
karena setiap doa pasti ibadah dan setiap ibadah mengandung doa.
29. Al-Quran surah Al-Mukmin (surah ke-40)
ayat 60.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ
إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Tuhanmu berfirman,”Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan.
Sesungguhnya orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahanam dalam keadaan hina dina”.
30. Rasulullah menafsirkan “akhirat” dengan
“kubur”.
31. Penafsiran semacam ini dinamakan
penafsiran “tadhamun”, karena kubur adalah sebagian dari akhirat.
32. Penjelasan rasulullah tentang arti dan
maksud ayat Al-Quran tidak banyak yang kita ketahui.
33. Riwayat yang diterima generasi setelah Nabi
tidak banyak, sebagian riwayat tidak dapat dipertanggungjawabkan keautentikannya.
34. Rasulullah tidak menafsirkan semua ayat
Al-Quran.
35. Para ulama terpaksa berusaha memahami ayat Al-Quran berdasarkan
kaidah disiplin ilmu tafsir, kemampuan, dan persyaratan tertentu.
36. Allah memerintahkan merenungkan ayat Al-Quran
dan mengecam orang yang sekadar mengikuti pendapat atau tradisi lama tanpa
suatu dasar.
37. Al-Quran diturunkan untuk semua manusia
kapan pun dan di mana pun.
38. Manusia pada zaman kapan pun dituntut memahami
Al-Quran seperti tuntutan yang pernah ditujukan kepada masyarakat pada zaman
Nabi.
39. Pemikiran seseorang dipengaruhi tingkat
kecerdasannya, disiplin ilmu yang ditekuni, pengalaman, penemuan ilmiah, kondisi
sosial, politik, dan faktor lainnya, sehingga hasil pemikiran setiap orang
berbeda.
40. Setiap orang dianjurkan merenungkan,
memahami, dan menafsirkan ayat Al-Quran sesuai dengan kemampuannya.
41. Hal itu perintah Al-Quran sendiri, meskipun
hasilnya berbeda dengan pendapat lain, harus ditampung.
42. Semuanya konsekuensi logis dari perintah Al-Quran,
selama pemahaman dan penafsiran dilakukan dengan sadar dan penuh tanggung
jawab.
43. Kebebasan yang bertanggung jawab inilah “batasan”
dalam menafsirkan Al-Quran, layaknya “batasan” yang disyaratkan dalam setiap
disiplin ilmu.
44. Mengabaikan pembatasan tersebut dapat
menimbulkan polusi dalam pemikiran dan malapetaka dalam kehidupan.
45. Para sahabat Nabi kadang berbeda pendapat
dalam memahami maksud ayat Al-Quran, sehingga muncul pembatasan dalam penafsiran
Al-Quran.
46. Ibnu Abbas (seorang sahabat Nabi) yang
paling mengetahui maksud firman Allah berpendapat “Tafsir Al-Quran” terbagi 4
bagian:
1) Yang dapat dipahami secara umum oleh
orang Arab berdasarkan pengetahuan bahasa mereka.
2) Yang dapat diketahui oleh semua orang.
3) Yang hanya dipahami para ulama.
4) Yang hanya diketahui Allah dan Rasul-Nya.
47. Terdapat 2 pembatasan, yaitu:
1) Menyangkut materi ayat (bagian ke-4).
2) Menyangkut syarat penafsir (bagian ke-3).
48. Dalam segi materi terdapat ayat Al-Quran
yang hanya diketahui Allah dan Rasul, jika menerima penjelasan dari Allah.
49. Hal ini mengandung kemungkinan, terdapat ayat
Al-Quran yang tidak dipahami seseorang.
1) Misalnya, Ya Sin, Alif Lam Mim, dan
sejenisnya.
2) Berdasarkan firman Allah yang membagi ayat
Al-Quran ke dalam “muhkam”( jelas” dan “mutasyabih” (samar).
50. Al-Quran surah Ali Imran (surah ke-3)
ayat 7.
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ
آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ
فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ
وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ
فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ
إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Allah yang menurunkan Al-Quran
kepadamu. Di antara (isi) nya ada ayat yang muhkamat itulah pokok isi Al-Quran
dan yang lain mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat yang mutasyabihat untuk
menimbulkan fitnah dan untuk mencari takwilnya, padahal tidak ada yang
mengetahui takwilnya selain Allah. Orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami
beriman kepada ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan
tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) selain orang-orang yang berakal.”
51. Ada ayat Al-Quran yang diketahui secara
umum sesuai bentuk redaksinya, tetapi
tidak dipahami maksudnya.
52. Misalnya, masalah metafisika, perincian
ibadah an sich, dan semacamnya, yang tidak termasuk dalam wilayah pemikiran dan
jangkauan akal manusia.
53. Syarat penafsir Al-Quran.
1) Menguasai bahasa Arab dalam berbagai
bidangnya.
2) Menguasai ilmu Al-Quran, sejarah
turunnya, hadis Nabi, dan ushul fiqih.
3) Menguasai prinsip pokok keagamaan.
4) Menguasai disiplin ilmu yang menjadi
materi bahasan ayat.
54. Menafsirkan berbeda dengan berdakwah dan berceramah
berkaitan dengan tafsir ayat Al-Quran.
55. Seseorang yang tidak memenuhi syarat, boleh
menyampaikan uraian tafsir, selama uraian yang dikemukakan berdasarkan pemahaman
para ahli tafsir.
56. Seorang mahasiswa yang membaca kitab “Tafsir
An-Nur” karya Prof. Hasby As-Shiddiqie atau “Tafsir Al-Azhar” karya Prof Hamka,
kemudian menyampaikan kesimpulan yang dibacanya, bukan berfungsi
menafsirkan ayat.
57. Faktor penyebab keliru dalam penafsiran ayat
Al-Quran.
1) Subjektivitas mufasir.
2) Keliru dalam menerapkan metode atau
kaidah.
3) Kedangkalan dalam ilmu alat.
4) Kedangkalan pengetahuan tentang materi
uraian pembicaraan ayat.
5) Tidak memperhatikan konteks, “asbab
al-nuzul”, hubungan antar ayat, dan kondisi sosial masyarakat.
6) Tidak memperhatikan pembicara dan jamaah pendengarnya.
58. Sekarang
ini, ilmu pengetahuan, sains, dan teknologi modern makin meluas, maka dibutuhkan
kerja sama para pakar dalam berbagai disiplin ilmu untuk bersama menafsirkan ayat
Al-Quran.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
3. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2.
4. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment