Wednesday, January 13, 2021

8369. PENJELASAN PENULIS KARTUN ANAK NUSSA RARA

 


PENJELASAN PENULIS KARTUN ANAK NUSSA-RARA

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

 

 

·          

Saya tidak menyangka esai saya terkait film kartun Nussa menarik perhatian publik.

 

 

Sejak meningkatnya kesadaran kelas menengah atas eksistensi dan pentingnya simbol-simbol Islam.

 

 

Hal ini berefek pada kebutuhan ketersediaan ruang keagamaan terutama di kota besar.

 

 

Kehadiran Pusat Keislaman atau Islamic Centre bertebaran di kota besar adalah salah satu faktanya.

 

 

Di titik posisi ini kartun Nussa dalam diskursus keberislaman sekarang.

 

 

Saat informasi keislaman di media sosial dijadikan rujukan informasi keagamaan, maka harus ada penyesuaian dengan selera kelas menengah.

 

 

Fenomena ini karena kebangkitan Islam tahun 1980-an yang  menyapu seluruh Indonesia.

 

 

Efek dominonya adalah pergeseran keislaman anak-anak.

 

 

Mereka sebelumnya terfokus interaksi dengan pengetahuan keislaman belaka.

 

 

Hanya berkisar 2 hal yakni kultural dan pendidikan.

 

 

Sehingga kehadiran simbol Islam di ruang publik dalam kehidupan anak-anak turut berubah.

 

 

 

Semuanya disesuaikan dengan pasar, monetisasi dan kreativitas.

 

 

Muncul model keislaman anak-anak disesuaikan gaya kelas menengah.

 

 

Seperti munculnya Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) untuk  kebutuhan kelas menengah.

 

 

Untuk mencetak anak saleh (hafalan Al-Quran, hadis dan punya akhlak bagus).

 

 

Kehadiran kartun Nussa adalah model keberislaman masyarakat selera kelas menengah.

 

 

 

Kelahiran kartun Nussa yang dibidani kanal Youtube “Nussa Official”, menjelaskan selera kelas menengah.

 

 

 

 

 

Saya ingin menegaskan kartun Ipin-Upin bukan tanpa kekurangan.

 

 

Tapi kartun itu punya keunggulan representasi ras, suku dan agama.

 

 

Ipin-Upin unggul menampilkan kehidupan anak-anak natural dengan segala kejailan dan kegembiraannya.

 

 

Mungkin paling mudah disoroti ketika kartun Nussa dalam visualisasi keberagaman hukum fiqih di masyarakat.

 

 

Di antaranya adegan Nussa dan Rara yang enggan bersalaman dengan orang non-mahram.

 

 

Bagi saya, saat tim Nussa menampilkan  fiqih beragam secara lugas dalam episode “Bukan Mahram” adalah keputusan berani.

 

 

 

Ketika kita belajar fiqih dengan guru atau ustad secara langsung dengan mudah dijelaskan  mendalam.

 

 

 

 

 

Tim Nussa membangun realitas menurut mereka sebagai representasi Islam yang benar.

 

 

Saya menyadari apa yang dilakukan oleh tim Nussa terlalu jauh masuk ke wilayah hukum yang beragam.

 

 

 

Rupanya ada hubungan  konstruksi tim Nussa membangun realitas Islam yang mereka anggap “benar”.

 

(Sumber internet)

 

 

0 comments:

Post a Comment