BUKAN SANGGAR WAYANG TAPI
MENDIRIKAN SEKOLAH ISLAM
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M
Kata “Wayang” berasal
dari bahasa Jawa.
Artinya: Bayangan.
Wayang adalah seni pertunjukan tradisional Indonesia.
Yang berkembang di
pulau Jawa dan Bali.
Tahun 2003.
UNESCO
sebagai lembaga PBB membawahi kebudayaan.
Menetapkan wayang
sebagai pertunjukan boneka bayangan tersohor dari Indonesia.
Termasuk Warisan
Mahakarya Dunia.
Yang Tak Ternilai
dalam Seni Bertutur.
Dalam bahasa Inggris
disebut:
Masterpiece
of Oral and Intangible Heritage of Humanity.
Catatan awal pertunjukan
wayang.
Berasal dari Prasasti
Balitung.
Pada Abad ke-4.
Yang berbunyi:
Si Galigi mawayang.
Ketika agama Hindu
masuk lndonesia.
Seni pertunjukan wayang.
Jadi media efektif
menyebarkan agama Hindu.
Pertunjukan wayang memakai
cerita:
Ramayana dan Mahabharata.
Para Wali Songo di Jawa.
Membagi wayang menjadi
3 model. Yaitu:
1. Wayang
Kulit di Jawa Timur.
2. Wayang
Wong di Jawa Tengah.
3. Wayang
Golek di Jawa Barat.
Raden Patah dan Sunan
Kali Jaga jasanya besar dalam seni wayang.
Arti filsafatnya.
Carilah wayang di Jawa
Barat.
Yaitu:
“Golek ono wonge”
dalam bahasa Jawa.
Sampai ketemu isinya
yang di Jawa Tengah.
Tapi jangan hanya
ketemu kulit nya saja di Timur.
Atau wetan wiwitan.
Mencari jati diri itu
di Barat.
Atau Kulon atau kula.
Yang ada dalam dada
hati manusia.
Maksud para Wali luhur
dan tinggi filosofinya.
Wayang itu tulen dari
Jawa asli.
Pakeliran artinya
pasangan bayangan dan aslinya.
Seperti 2 kalimah
syahadat.
Tuhan masyrik wal
maghrib.
Diterjemahkan dalam
bahasa Jawa.
Wetan kawitan dan
kulon.
Atau kula atau saya
yang ada di dalam.
Carilah Tuhan yang
kawitan.
Atau pertama.
Dan yang ada dalam
hati manusia.
Saat Islam datang.
Pertunjukan menampilkan
“Tuhan”
atau “Dewa”.
Dilarang dalam wujud manusia.
Diganti boneka wayang.
Terbuat dari kulit sapi.
Saat pertunjukan.
Yang ditonton hanya
bayangannya saja.
Wayang ini dikenal
sebagai wayang kulit.
Untuk menyebarkan
Islam.
Juga berkembang wayang Sadat.
Yang mengenalkan nilai
Islam.
Misionaris Katolik.
Bruder Timotheus L.
Wignyosubroto.
Pada tahun 1960.
Dalam misi menyebarkan
agama Katolik.
Dia mengembangkan Wayang Wahyu.
Yang sumber ceritanya dari Al-Kitab.
WAYANG HANYA BONEKA
Wayang dimainkan “sutradara”.
Yang berada di bawah layar.
Cerita adegan wayang.
Pasti diatur sutradara.
Apa pun lakon wayangnya.
Tetap di bawah kendali
orang lain.
Yaitu “dalang atau sutradara”.
Yang berada di balik layar.
Atau di bawah layar.
Jika kagum terhadap wayang.
Maka harus lebih kagum
terhadap sutradaranya.
Sutradara punya beragam
suara dan watak.
Dalang memainkan berbagai
peran.
Yang beraneka ragam.
Mulai pahlawan sampai
penjahat.
Semua dikendalikan dalang.
Dari bawah layar.
Jika dalang tampil di depan
layar.
Maka pertunjukan wayang
menjadi kacau.
Dan tidak menarik lagi.
Tokoh wayang jahat.
Atau pahlawan.
Tak terima gaji.
Yang terima bayaran adalah
dalangnya.
Dan semua aktor pewayang.
Pasti masuk kotak.
Setelah pertunjukan
selesai.
Sebagian wali songo memakai
wayang.
Untuk media dakwah lslam.
Tapi para santrinya.
Sibuk diajari mengaji kitab.
Mondok menghafal Al-Quran,
hadis.
Belajar bahasa Arab dan
ilmu lainnya.
Pemimpin organisasi lslam.
Sibuk mengembangkan sekolah
lslam.
Mendirikan kampus dan
pesantren.
Untuk belajar ilmu-ilmu lslam
.
Bukan mendirikan Sanggar Seni.
(Dari beragai sumber)
0 comments:
Post a Comment