BILAL MEMBUAT IDE SALAT 2
RAKAAT SETELAH WUDU
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
Nabi membenarkan perbuatan para sahabat.
Padahal Nabi tidak pernah melakukannya,
tidak pernah beliau ucapkan, dan
tidak pernah beliau
ajarkan.
Tetapi
dilakukan oleh sahabat dan Nabi
membenarkannya.
KASUS KE-1:
Salat 2 rakaat setelah wudu’.
Abu Hurairah berkisah Nabi bersabda
kepada Bilal pada salat Subuh,
“Wahai Bilal, ceritakan kepadaku tentang
amal yang paling engkau harapkan yang telah engkau amalkan dalam Islam?
Karena aku mendengar suara gesekan sandalmu
di depanku di dalam surga.”
Bilal
menjawab,
“Saya tidak pernah melakukan amal yang
paling saya harapkan, hanya saja saya tidak pernah bersuci (wudu’) di waktu
malam atau siang, melainkan aku salat dengan itu (salat sunah wudu’), salat yang
telah ditetapkan bagiku.”
(HR. Bukhari).
Nabi tidak pernah melakukan,
mengucapkan, atau mengajarkan salat sunat 2 rakaat setelah berwudu.
Sehingga salat sunah setelah wudu’
adalah bid’ah.
Karena Nabi tidak pernah melakukannya.
Maka salat sunah 2 rakaat setelah wudu’
adalah “bid’ah hasanah”.
Hal
itu disebut sunah “taqririyah” setelah Nabi membenarkannya.
Tetapi sebelum Nabi membenarkannya,
salat sunat 2 rakaat setelah berwudu adalah bid’ah, yaitu amal yang dibuat-buat
oleh Bilal.
Seandainya Nabi tidak bertanya kepada
Bilal, tentu Bilal melakukannya seumur hidupnya.
Tanpa mengetahui apa pendapat Nabi
tentang salat 2 rakaat setelah wudu.
Sehingga salat setelah wudu’ itu “bid’ah
hasanah’ sebelum diakui Nabi, dan setelah mendapatkan pengakuan Nabi, maka
berubah menjadi sunah “taqririyah”.
KASUS KE-2:
Salat 2 rakaat sebelum
dibunuh.
Abu Hurairah berkisah,
“Nabi mengutus 10 orang ke daerah Hadah
antara Asfan dan Mekah, ternyata Khubaib ditawan pasukan musuh.
Ketika pasukan musuh akan membunuhnya,
Khubaib berkata:
lzinkan
aku melaksanakan salat 2 rakaat”.
Pasukan musuh mengizinkan dan kemudian
membunuhnya.
Khubaib adalah orang pertama yang
“men-sunah-kan” salat sunah bagi setiap muslim yang terbunuh dalam keadaan sabar.
(HR. Bukhari).
Nabi tidak pernah mengajarkan,
“Hai orang-orang beriman, jika kamu akan
dibunuh, maka salat sunahlah 2 rakaat”.
Salat sunah 2 rakaat ini murni inisiatif
dari Khubaib.
Maka Khubaib melakukan perbuatan yang
tidak dilakukan, tidak diucapkan, dan tidak diajarkan oleh Nabi.
Sehingga termasuk bid’ah, tetapi “bid’ah hasanah”.
Setelah disampaikan kepada Nabi dan
diakui beliau, barulah ia menjadi “sunah taqririyah”.
KASUS KE-3:
Membaca surat Al-Ikhlas
sebelum surat yang lain.
Anas bin Malik berkisah tentang seorang
laki-laki yang menjadi imam salat kaum Ansar di Masjid Quba.
Setiap selesai membaca Fatihah, ia
mengawalinya dengan membaca surat Al-Ikhlas.
Setelah itu barulah ia membaca surah
yang lain.
Para sahabat melaporkan kepada Nabi,
kemudian Nabi bersabda,
“Wahai Fulan, apa yang membuatmu terus membaca
surat Al-Ikhlas?”
Ia menjawab,
“Sesungguhnya saya sangat suka surat
Al-Ikhlas”.
Nabi bersabda,
“Cintamu kepada surat Al-Ikhlas
membuatmu masuk surga.”
(HR. Bukhari).
KASUS KE-4:
Sahabat menutup bacaan dengan
surat Al-Ikhlas.
Aisyah berkata,
”Nabi mengutus seorang laki-laki dalam
satu pasukan perang.
Ia menjadi imam bagi para sahabatnya
dalam salat mereka.
Ia selalu menutup bacaan ayat dengan
surat Al-Ikhlas.
Ketika mereka kembali, peristiwa
dilaporkan kepada Nabi.
Dan Nabi bersabda,
”Tanyakan kepadanya, mengapa dia
melakukannya?”
Sahabat menjawab,
“Karena
Al-Ikhlas adalah sifat
Allah Yang Maha
Pengasih, maka saya suka membacanya”.
Nabi bersabda,
“Beritahukan kepadanya bahwa Allah
mencintainya.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
KASUS KE-5:
Qatadah bin Nu’man membaca
surat Al-Ikhlas semalam penuh.
Hal itu dilaporkan kepada Nabi.
Nabi bersabda,
”Sesungguhnya surat
Al-Ikhlas sama dengan sepertiga
Al-Qur’an.”
(HR. Bukhari).
KASUS KE-6:
Bacaan iftitah yang dibuat
oleh sahabat.
Ibnu Umar berkata,
“Ketika kami salat bersama Nabi, seorang
laki-laki dari suatu kaum mengucapkan doa iftitah tertentu.
Nabi bersabda,
”Siapakah yang mengucapkan kalimat anu
dan anu?”
Laki-laki itu menjawab, “Saya wahai
Nabi.”
Nabi bersabda,
”Saya kagum dengan bacaan itu, karena
pintu-pintu langit dibukakan karena doa itu.”
KASUS KE-7:
Sebuah doa yang dibuat oleh
sahabat Nabi.
Anas bin Malik berkata,
”Sesungguhnya Nabi mendengar seorang
laki-laki mengucapkan suatu doa tertentu.”
Nabi bersabda,
“Engkau telah mohon kepada Allah dengan
nama-Nya yang Agung, apabila berdoa dengan doa itu maka doanya akan dikabulkan
oleh Allah.”
KASUS KE-8:
Doa tambahan pada bacaan
sesudah rukuk.
Rifa’ah bin Rafi’ berkata,
“Suatu hari kami salat di belakang Nabi.
Ketika Nabi mengangkat kepala dari rukuk
dan mengucapkan doa, maka seorang laki-laki yang berada di belakangnya mengucapkan
doa tambahan tertentu.
Ketika
selesai salat, Nabi bersabda,
“Siapakah yang mengucapkan kalimat tadi?”.
Laki-laki itu menjawab, “Saya”.
Nabi bersabda,
”Aku melihat puluhan malaikat
mendatangimu, para malaikat berebut menuliskannya pertama kali.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
KASUS KE-9:
Bacaan ruqyah dibuat oleh
sahabat Nabi.
Seorang
sahabat menyembuhkan orang gila yang terikat dengan ruqyah, dengan membacakan
surat Al-Fatihah 3 hari pagi dan petang.
Dia berkata,
”Setiap kali selesai membaca surat
Al-Fatihah, saya kumpulkan air liur saya, kemudian saya tiupkan.
Seakan-akan orang gila itu sadar dari
ikatannya, lalu mereka memberi saya upah.
Maka saya jawab,
‘Saya akan menanyakan hukumnya kepada
Nabi terlebih dahulu’.”
Nabi bersabda,
”Sungguh engkau telah makan dari hasil
ruqyah yang benar.” (HR. Abu Daud, Ahmad dan Hakim).
Daftar Pustaka
1.
Somad,
Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
2.
Somad,
Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.
3.
Somad,
Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.
4.
Al-Quran
Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2
5.
Tafsirq.com
online
0 comments:
Post a Comment