BEDANYA NASIKH DAN MANSUKH
Oleh: Drs. H.M. Yusron Hadi, M.M.
Semua umat Islam sangat yakin Al-Quran memang
benar-benar berasal dari Allah diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat
Jibril.
Tetapi para ulama berbeda pendapat tentang
cara menghadapi ayat-ayat Al-Quran yang sepintas lalu menunjukkan adanya pertentangan.
Al-Quran
An-Nisa (surah ke-4) ayat 82.
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ
اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Apakah mereka
tidak memperhatikan Al-Quran? Seandainya Al-Quran bukan berasal Allah, pasti
mereka akan menemukan banyak
pertentangan atau kontradiksi di dalamnya.
Muncul pembahasan
“nasikh” dan “mansukh”.
Dalam
Al-Quran, kata “naskh” dalam berbagai bentuknya, ditemukan 4 kali, yaitu:
1.
QS 2:106.
2.
QS 7:154.
3.
QS 22:52.
4.
QS 45:29.
Al-Quran
Al-Baqarah (surah ke-2) ayat 106.
۞ مَا نَنْسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنْسِهَا نَأْتِ
بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا ۗ أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ
شَيْءٍ قَدِيرٌ
Ayat mana saja
yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan
yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”
Kata “nasikh” dipakai
dalam beberapa arti, yaitu:
1.
Pembatalan.
2.
Penghapusan.
3.
Pemindahan
dari satu wadah ke wadah lain.
4.
Pengubahan.
5.
Dan sejenisnya.
Sesuatu yang
membatalkan, menghapus, memindahkan, dan semacamnya disebut “nasikh”.
Yang dibatalkan,
dihapus, dipindahkan, dan sebagainya, disebut “mansukh”.
Para ulama
sepakat tidak ditemukan “ikhtilaf” (pertentangan) dalam kandungan ayat
Al-Quran.
Dalam
menghadapi ayat-ayat Al-Quran yang sepintas punya “gejala kontradiksi”, para
ulama mengkompromikannya.
Pengkompromian
ditempuh dengan cara “rekonsiliasi”.
Para ulama sepakat
tidak ada kontradiksi dalam ayat Al-Quran.
Syarat pertentangan
adalah adanya persamaan subjek, objek, waktu, syarat, dan lainnya.
Para ulama memperluas
arti “naskh” mencakup.
1. Pembatalan hukum yang ditetapkan terdahulu
oleh hukum yang ditetapkan kemudian.
2. Ppengecualian hukum yang bersifat umum oleh
hukum yang bersifat khusus yang datangkemudian.
3. Penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum
yang bersifat samar.
4. Penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang
belum bersyarat.
Sebagian ulama
menganggap suatu hukum yang ditetapkan pada suatu kondisi tertentu, telah
menjadi “mansukh” (dibatalkan) jika ada ketentuan lain yang berbeda kondisinya.
Misalnya,
1. Perintah untuk “bersabar menahan diri” pada
periode Mekah saat kondisi umat Islam masih lemah.
2. Dianggap telah “dinasikhkan” (dibatalkan) oleh
“perintah” (izin berperang) pada periode Madinah saat umat Islam sudah kuat.
Para ulama pendukung
“nasikh” menyatakan,
“Hukum diundangkan
untuk kemaslahatan manusia, maka bisa berubah akibat perbedaan waktu dan
tempat.”
Ulama
pendukung “nasikh” menyebut Al-Quran surah An-Nahl (surah ke-16) ayat 101.
وَإِذَا بَدَّلْنَا
آيَةً مَكَانَ آيَةٍ ۙ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إِنَّمَا
أَنْتَ مُفْتَرٍ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Dan jika Kami meletakkan suatu ayat di tempat
ayat lain sebagai penggantinya padahal Allah lebih mengetahui apa yang
diturunkan-Nya, mereka berkata,”Sesungguhnya kamu adalah orang yang
mengada-adakan saja". Bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahui.
Para ulama penolak
“nasikh” dalam Al-Quran, menganggap pembatalan hukum Allah adalah mustahil.
Karena berarti
Allah tidak mengetahui, sehingga perlu mengganti suatu hukum.
Para ulama pendukung
“nasikh” mengakui naskh baru dilakukan jika ada 2 ayat hukum saling bertolak
belakang dan tidak bisa dikompromikan.
Tetapi harus diketahui
meyakinkan urutan turunnya ayat-ayatnya.
Yang lebih dahulu
sebagai “mansukh” (yang diganti).
Dan yang turun
kemudian sebagai “nasikh” (yang mengganti).
Dalam arti semua
ayat Al-Quran tetap berlaku dan tidak ada pertentangan.
Yang ada hanya
pergantian hukum bagi masyarakat atau orang tertentu, karena kondisinya
berbeda.
Dengan
demikian ayat hukum yang tidak berlaku lagi bagi masyarakat pada zaman tertentu.
Tetap bisa berlaku
bagi masyarakat lain yang kondisinya sama dengan semula.
Pemahaman
semacam ini sangat membantu penyebaran dakwah Islam.
Sehingga ayat hukum
bertahap dijalankan umat Islam yang kondisinya sama atau mirip dengan kondisi zaman
awal dahulu.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah dan
Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan Al-Quran.
Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an
Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment