SUDUT LAIN ZAMAN PAK
HARTO NEGARA DIURUS SERIUS
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M
Indonesia pernah diurus sepenuh
hati.
Melihat foto di timeline.
Kenangan langsung terbayang.
Bagaimana metode pemilihan
Menteri zaman Pak Harto.
Pemilihan Menteri berjalan
dengan:
1. Selektif.
2. Berwibawa.
3. Berilmu.
4. Berintegritas.
Hampir tak pernah kita
dengar.
Ada Menteri zaman Presiden
Soeharto.
Yang aneh-aneh
pernyataannya.
Dan perbuatannya.
Semua terdidik dan tertata
dengan baik.
Koordinasi antar departemen
sangat baik.
Tidak ada yang menjadi
Menteri segala urusan.
Pemilihan Menteri.
Semua berkompeten dalam
bidangnya.
Meskipun zaman itu profesor
sangat jarang.
Tapi kebanyakan para
menteri bergelar profesor.
Artinya apa?
Memang kemampuan akademik.
Salah satu ukurannya.
Menjadi tolok ukur menjadi
menteri:
1. Kemampuan,
2. Pemikiran.
3. Kewibawaan.
Di acara kenegaraan.
Tingkat ASEAN atau level
dunia.
Untuk mencari pemimpin lndonesia
paling gampang.
Saat foto bersama.
Pasti berada di depan.
Dan posisinya di tengah.
Benar-benar dihormati.
Sebagai pemimpin negara
besar.
Beralih ke daerah.
Zaman Presiden Soeharto.
Tak ada ceritanya.
Anak baru tamat kuliah.
Langsung menjadi Bupati.
Atau menjadi anggota DPR
dan DPRD.
Zaman Presiden Soeharto.
Politik memang zonanya.
Orang mapan berpikir.
Mapan ekonomi.
Dan mapan pendidikan.
Benar2 diseleksi.
Level Gubernur atau Bupati.
Setidaknya pensiunan
tentara.
Pangkatnya Kolonel.
Atau mantan ReKtor.
Atau pejabat.
Yang berpengalaman puluhan
tahun.
Mereka bisa menerjemahkan.
Arah pembangunan.
Dari skala nasional ke
daerah.
Zaman Presiden Soeharto.
Politik bukan tempat orang
buangan.
Yang tak diterima di dunia
kerja.
Karena banyak duitnya.
Dan banyak keluarga.
Bisa menjadi anggota dewan.
Dan pemimpin daerah.
Contohnya.
Mbak Tutut bisa menjadi
menteri .
Setelah usia 49 tahun.
Dan sebelumnya.
Pernah menjadi anggota MPR
RI.
Jadi memang Nepotisme.
Tapi bermutu.
Bandingkan dengan sekarang.
Perasaan sekarang ini.
Nepotismenya mencolok mata.
Meskipun dengan dalih.
Dipilih langsung oleh
rakyat.
Dalam pemerintahan dan
sejenisnya.
Siapa pun bisa menjadi apa
pun.
Karena bapaknya.
Berada dalam ingkaran
kekuasaan.
Akh.. Benar-benar kangen zaman
Pak Harto.
Zaman Presiden Soeharto.
Tak boleh ada sekolah
swasta kaya.
Seragam SD, SMP, SMA
diciptakan.
Tujuannya agar anak si kaya
dan si miskin.
Bisa satu kelas.
Dalam tujuan pendidikan.
Zaman Presiden Soeharto.
Masa swasembada pangan.
Bahkan bisa ekspor.
Rakyat bisa hidup tenang.
Tak mikir beras habis.
Negara agraris bukan hanya
slogan.
Semua dikelola dan dijamin
oleh pemerintah.
Zaman Pak Harto.
Pak Tani dimuliakan.
Dalam mimbar dialog rutin.
Yang disebut kelompencapir.
Bukan dibohongi.
Diberi subsidi pupuk dan traktor.
Tapi ditarik lagi.
Zaman Pak Harto.
Saat ke sawah.
Panen raya bersama semua
Menteri.
Menunjukkan pada dunia.
Bahwa Indonesia negara
besar.
Maka tiap kali acara
kenegaraan.
Mencari posisi Presiden Soeharto
paling gampang.
Yaitu paling depan dan
tengah.
Zaman sekarang mungkin berbeda.
Pergi ke sawah.
Pas dekat pemilu saja.
Sampai masuk belepotan lumpur.
Tapi giliran sudah jadi
pejabat.
Para petani tak dipikir.
Bahkan saat petani panen.
Malah dihajar.
Dengan cara dibuka keran
impor.
Zaman Pak Harto.
Masuk kuliah UI dan UGM
murah banget.
Zaman sekarang.
Pendidikan mahal banget.
Anak SD bisa puluhan juta.
Masuk sekolah swasta.
Yang status sosialnya
tinggi.
Pendidikan untuk komoditas
status social.
Zaman Pak Harto.
Pendidikan diatur Negara.
Mutunya ada di tangan Negara.
Sehingga yang maju.
Yaitu sekolah-sekolah
negeri.
Kita masih ingat.
Nama SMA 1 adalah sekolah
terbaik.
Dan ada sekolah terbaik
negeri.
Di segala penjuru.
Anak orang kaya dan miskin.
Bisa bersekolah di tempat sama.
Zaman anak tukang becak
kuliah sudah biasa.
Zaman sekarang.
Anak tukang becak.
Bisa lulus dokter.
Dianggap mukjizat.
Dan dirayakan besar-besaran.
Sistem pendidikan dirampas.
Hanya untuk orang kaya.
Zaman Pak Harto.
Puskesmas di mana-mana.
Sistem pengobatan teratur.
Posyandu dijadikan gerbang
besar kesehatan public.
Para ibu PKK dijadikan
volunteer.
Atas kinerja Negara.
Dalam bidang kesehatan.
Tapi zaman sekarang.
Para dokter dan suster
diajarkan cara berbisnis.
Di zaman sekarang.
Tragedi kesehatan
berlangsung.
Ada bayi mati ditolak rumah
sakit.
Ada remaja mati ditolak
rumah sakit.
Padahal rumah sakit
menjamur dimana-mana.
Zaman Pak Harto.
Pendidikan dan kesehatan.
Jadi papan tugas layanan Negara.
Di zaman demokrasi liberal.
Pendidikan dan kesehatan.
Sebagai alat kapitalis.
Dalam menguras keringat rakyat.
Tak ada tanggung jawab Negara.
Atas ruang publik.
Zaman Pak Harto.
Selalu dekat dan santun
dengan Ulama.
Maka zaman itu.
lndonesia adem.
Karena diurus dengan
serius.
(Sumber Eje Busro Eka)
0 comments:
Post a Comment