Wednesday, October 7, 2020

5740. HUKUMNYA MENGAMALKAN HADIS DAIF

 


HUKUMNYA MENGAMALKAN HADIS DAIF

Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M

 

 

 

A.  Hukumnya mengamalkan hadis daif.

 

1.  Hadis adalah segala perkataan (sabda), perilaku, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan ketetapan dan hukum agama Islam.

 

2.  Secara umum pengertian hadis Nabi adalah segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan oleh Nabi, perkataan atau perilaku sahabat yang disetujui, didiamkan, dilarang, atau dikomentari negatif oleh Nabi Muhammad.

 

 

3.  Hadis mutawatir adalah hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang dengan banyak  sanad dan banyak sumber, sehingga tidak mungkin mereka bersepakat untuk berdusta.

 

4.  Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya yang diriwayatkan oleh orang yang adil, kuat ingatannya, tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih sahih, dan tidak cacat.

 

5.  Hadis hasan adalah hadis yang banyak sumbernya atau jalannya dan di kalangan perawinya tidak ada yang diduga pendusta dan tidak cacat.

 

 

6.  Hadits daif (lemah) adalah hadis yang terputus dan tidak bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil dan orang yang cacat.

 

7.  Imam Suyuthi berpendapat boleh meriwayatkan dan mengamalkan hadis daif (lemah), dengan syarat berikut.

 

1)  Bukan pada masalah akidah serta tentang sifat Allah, bukan hal yang boleh dan mustahil bagi Allah.

2)  Dibolehkan pada kisah teladan, inspiratif, keutamaan amal, nasihat, dan bukan bukan pada hukum halal dan haram.

 

3)  Hadis yang tidak terlalu daif, perawinya bukan “kadzdzab” (pendusta), dan bukan tertuduh sebagai pendusta, atau terlalu banyak kekeliruan dalam periwayatan.

 

 

4)  Bernaung di bawah hadis sahih.

 

5)  Tidak diyakini sebagai suatu ketetapan, hanya sebagai bentuk kehati-hatian saja.

 

 

B.  Contoh hadis daif yang boleh diamalkan.

 

1.  Yaitu hadis tentang doa buka puasa.

 

1.  Mu’adz bin Zuhrah berkata ketika berbuka Rasulullah berdoa,”Ya Allah untuk-Mu puasaku dan atas rezeki-Mu aku berbuka”.

 

      اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

 

    Ya Allah untuk-Mu puasaku dan atas rezeki-Mu aku berbuka.

 

 

2.  Syekh Ibnu ‘Utsaimin membolehkan membaca doa yang didaifkan oleh Syekh Albani, “Sesungguhnya waktu berbuka adalah waktu terkabulnya doa, karena waktu berbuka itu waktu akhir ibadah, karena biasanya manusia dalam keadaan sangat lemah ketika akan berbuka, setiap kali  manusia  dalam keadaan jiwa  yang lemah, hati yang lembut, maka  lebih dekat  kepada penyerahan diri kepada Allah.

 

3.  Doa berbuka puasa yang ma’tsur adalah, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu”.

 

 

      اَللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

  

 Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan atas rezeki-Mu aku berbuka.

 

 

4.  Nabi Muhammad  bersabda,”“Dzahaba azh-Zhama’u wabtallati al-‘Uruqu wa tsabata al-Ajru insya Allah.”

 

      ذَهَبَ الظَّمَـأُ، وابْــتَلَّتِ العُرُوقُ، وثَــبَتَ الأَجْرُإِن شَاءَ اللهُ

    

    Dahaga telah pergi, urat-urat telah basah dan balasan telah ditetapkan insya Allah.

 

 

Daftar Pustaka

1.  Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 77 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.

2.  Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 99 Tanya-Jawab Seputar Salat, 2017.

3.  Somad, Abdul. E-book Tafaqquh 37 Tanya-Jawab Masalah Populer, 2017.

4.  Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital Qur’an Ver 3.2

5.  Tafsirq.com online

0 comments:

Post a Comment