pro dan kontra
demo harus izin atau tidak
Oleh: Drs. HM Yusron
Hadi, MM
DEMONSTRASI
TIDAK pERLU IZIN.
CUKUP
MEMBERITAHU POLISI
Polda Metro Jaya.
Dan berbagai kantor Kepolisian di beberapa daerah.
Melarang mahasiswa memakai hak konstitusionalnya.
Yaitu untuk berdemonstrasi.
Menyampaikan pendapat dimuka umum.
Hingga Pelantikan Presiden RI dan Wakil Presiden RI terpilih.
Pada 20 Oktober 2019.
Berkenaan dengan itu.
Kapolda menyatakan,
“Jika ada pihak yang akan melakukan unjuk rasa.
Maka kepolisian akan melakukan diskresi.
Yaitu tidak memberi izin unjuk rasa.
Dengan dalih agar situasi-kondisi tetap kondusif.”
Menanggapi hal itu.
LBH Jakarta
berpendapat:
1. Hak menyampaikan pendapat di muka umum.
Pada dasarnya adalah
hak konstitusional warga Negara.
Yang dijamin tegas
dalam Konstitusi.
Pasal 28 E UUD 1945.
Pasal 19 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik.
Yang diratifikasi
lewat Undang-Undang No. 12 Tahun 2005.
Pasal 25 UU Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998.
Tentang Penyampaian
Pendapat di Muka Umum.
2. Kepolisian
tidak boleh melarang warga untuk berdemonstrasi.
Hanya dengan alasan
diskresi.
Pembatasan hak
menyampaikan pendapat dimuka umum.
Hanya boleh dilakukan
berdasarkan kewenangan.
Yang diatur dalam undang-undang bukan diskresi.
3.
Pelarangan unjuk rasa.
Bukan keputusan yang dapat dilakukan diskresi.
Mengingat tidak memenuhi syarat.
Sebagaimana diatur dalam UU No. 30 tahun 2014.
Tentang Administrasi Pemerintahan Pasal 24.
Pejabat pemerintah yang mengambil Diskresi harus memenuhi
syarat:
1) Sesuai
dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2).
2) Tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan.
3) Sesuai
dengan AUPB.
4) Berdasar
alasan objektif.
5) Tidak
menimbulkan Konflik Kepentingan.
6) Dilakukan
dengan iktikad baik.
Oleh karena itu.
Dengan tidak dipenuhinya syarat diskresi pejabat
pemerintah oleh kepolisian.
Artinya kepolisian tidak bisa melakukan diskresi.
Jika tindakan itu tetap dilakukan oleh kepolisian.
Maka patut diduga kepolisian melakukan penyalahgunaan wewenang.
4.
Bahwa sesuai dengan
Pasal 13 UU Nomor 9 tahun 1998.
Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Pada dasarnya aktivitas unjuk rasa.
Atau demonstrasi tidak perlu mendapat izin kepolisian.
Tapi partisipan unjuk rasa.
Cukup menyampaikan surat pemberitahuan tertulis.
Kepada kepolisian.
Setelah kepolisian menerima surat pemberitahuan.
Kepolisian wajib untuk segera memberi surat tanda
terima pemberitahuan.
Untuk selanjutnya.
Kepolisian segera berkoordinasi.
Dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum.
Dan juga berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga.
Yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat.
Dan menyiapkan pengamanan tempat, lokasi. dan rute.
Dengan demikian.
Sesuai mandat
undang-undang itu.
Kepolisian tidak punya
kewenangan.
Untuk mengizinkan atau
tidak.
Hak penyampaian
pendapat di muka umum.
Tapi berwenang dan
bertanggung jawab.
Memberi perlindungan
keamanan.
Terhadap peserta
penyampaian pendapat di muka umum.
Dan menyelenggarakan
pengamanan.
Untuk menjamin
keamanan dan ketertiban umum.
Sesuai prosedur yang
berlaku.
Untuk itu.
LBH Jakarta mendesak
kepolisian.
Tetap memberi keamanan
dan perlindungan.
Kepada warga Negara.
Yang melakukan
demonstras/unjuk rasa.
Atau penyampaian
pendapat di muka umum.
Dan tidak melakukan
tindakan represif.
Terhadap partisipan
unjuk rasa.
LBH Jakarta juga
mendesak Presiden RI Joko Widodo.
Agar memenuhi janjinya.
Untuk tetap menjamin
kebebasan berpendapat.
Dan berekspresi di
Indonesia.
Sebagai bagian dari
janjinya.
Dalam menjaga iklim
demokrasi.
Dalam konteks Negara
Hukum, HAM dan Demokrasi.
Demonstrasi atau unjuk
rasa.
Menjadi salah satu indicator.
Kemajuan demokratisasi
di suatu negara.
Jika demonstrasi/unjuk
rasa dihalangi.
Dan justru direspon represif.
Oleh aparat penegak hukum.
Hal itu akan
menurunkan citra kualitas demokrasi negeri ini.
Di mata publik dunia
internasional.
Lembaga Bantuan Hukum Jakarta.
Jakarta, 16 Oktober 2019
(Sumber LBH Jakarta)
0 comments:
Post a Comment