KEGIATAN PRESIDEN SETELAH DILANTIK
Oleh:Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.
PERAN
Partai/DPR terlalu dominan.
Membuat
aturan Pemilu/Pilpres.
DPD RI
sebagai repsentasi Daerah.
Tak
punya peran.
Dalam
menyusun aturan Pemilu/Pilpres.
Organisasi:
1)
NU.
2)
Muhammadiyah.
3)
Dan lainnya.
Anggotanya
belum tentu.
Salurkan
aspirasi ke partai.
Dan
Kelompok Profesi/Intelektual.
Raja
dan Sultan.
Punya
andil besar.
Dalam
kelahiran Indonesia.
Mestinya
mendapat tempat.
Sebagai
Utusan Golongan.
Terkait
spirit teks UUD 1945.
Pada 18
Agustus 1945.
Dan Sila
ke-4 Pancasila.
Harus diatur
dalam UU Pemilu/Pilpres.
Peran
partai dominan.
Tanpa
penyeimbang.
Partai
enak kompromi.
Dan
mengatur Capres.
Tanpa ditimbang
matang.
Dalam
pengajuan capres.
Mereka
bisa dikendalikan uang.
Dari
oligarki kapital.
Sehingga
abaikan mutu calon Presiden.
Kata
Bambang Soesatyo.
Untuk kuasai
1 Partai.
Cukup Rp1
triliun.
Dengan
Sistem Pilpres Langsung.
Meskipun
punya calon bagus.
Tapi
jika oligarki kapital tak mau.
Bisa bermain.
Saat
proses calon.
Atau
proses pilihan.
Sistem one
man one vote.
Dalam
Pilpres langsung.
Suara
1 orang gila.
Sama
dengan suara 1 Guru Besar.
Sungguh
aneh.
Biaya
Pilpres langsung.
Ratusan
triliun rupiah.
Untuk
KPU.
Dan triliunan
dari capres.
Atau cukong.
Hasilnya
belum tentu.
Sesuai
harapan:
1)
Rakyat.
2)
Cukong.
Biaya itu.
Belum untuk
keamanan, birokrasi.
Dan
lainnya.
Biaya
sosial dan psikologis mahal.
Suasana
kampanye.
Merusak
hubungan sosial rakyat.
Banyak
hoaks dan fitnah.
Hubungan
antar warga:
1)
Kurang harmonis.
2)
Curiga.
3)
Rakyat terbelah.
4)
Tak rukun.
5)
Rusak Sila ke-3 Pancasila.
Isu
sensitif:
1)
Suku.
2)
Ras.
3)
Golongan.
4)
Agama.
5)
Cara ibadah.
Diumbar
sebagai instrumen kampanye.
Hingga
ancam persatuan.
Daftar
Pemilih lama.
Tahun
2014.
Banyak
meninggal.
Masih
dihitung .
Untuk
Pemilu/Pilres 2019.
Tapi pemilih
pemula.
Usia
17 tahun.
Pada tahun
2018.
Tak
dianggap.
Hal
itu.
Cacat
hukum, cacat akal sehat, dan cacat moral.
Bahkan
angka itu.
Untuk
basis.
Presidential
Threshold.
Memasukkan
orang gila.
Atau
cacat mental.
Sebagai
pemilih.
Tanda
ada hal tersembunyi.
Termasuk
data pemilih misterius.
Sangat
tidak logis.
Pada
pilpres tahun 2019.
Sekitar
17,5 juta suara.
Pemilih
misterius
(Ahli IT Agus Maksum).
Muncul
dugaan konspirasi.
Teknologi
IT canggih.
Bisa
dimainkan.
Produksi
KTP misterius.
Formulir
misterius.
Dan lainnya.
Sangat
tidak kondusif.
Dalam
membangun rasa percaya.
KPU aneh.
Mendadak
ubah cara debat.
Pada
Pilpres 2019.
Berbagai
indikasi lain.
Diduga
akomodasi peserta pilpres.
Rakyat
sulit percaya KPU bisa netral.
Negara
sebesar ini.
Kaum
menengahnya kaya.
Kenapa
Kotak Pemilu/Pilpres.
Dibuat
dari kardus?
Lalu
Kardus Digembok?
Ada
apa di balik ini?
Kalau
kita percaya angka ini.
Hasil
Pilpres tahun 2019.
Dengan
calon:
1)
Joko Widodo – Ma’ruf Amin.
2)
Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
DPT
Pemilu/Pilpres 2019.
Yaitu 192,83
juta jiwa.
Jumlah
pemilih.
1)
Jokowi-Ma'ruf = 85.607.362 suara.
2)
Prabowo-Sandi = 68.650.239 suara.
Total = 85.607.362 + 68.650.239
= 154.257.601.
Berdasarkan
DPT.
Selisih
192.830.000 – 154.257.601 = 38.572.399.
Angka
38.572.399 ini.
1)
Golput.
2)
Rusak.
3)
Dan lainnya.
Kesimpulan:
Jumlah
pemilih.
1)
Jokowi-Ma' ruf = 85.607.362 : 192.830.000 = 44,40
persen.
2)
Prabowo-Sandi = 68.650.239 : 192.830.000 = 35,60
persen.
Jumlah
golput, suara rusak dll = 38.572.399 : 192.830.000 = 20 persen.
Pilpres
2014.
1)
Joko Widodo – Jusuf Kalla.
2)
Prabowo Subianto – Hatta Rajasa.
1.
Jokowi-JK = 37,30 persen.
2.
Prabowo-Hatta = 32,88 persen.
3.
Golput dll = 29,81 persen.
Rumus
menang demokratis.
Yaitu 50+1.
Jokowi
menang 2 kali.
1)
37,30 persen.
2)
44,20 persen.
Menang
2 kali.
Tapi suaranya.
Di
bawah 50 persen pemilih.
Mengacu
rumus menang demokratis.
Tak tercapai.
Hasilnya
legal.
Tapi tidak
legitimatif.
Pilpres
Perwakilan.
Dan
Musyawarah MPR RI.
Dianggap
kurang demokratis.
Tapi terpilih
Presiden bermutu.
Karena
faktor Utusan Golongan.
Bisa
jadi “penyaring capres”.
Kegiatan
Presiden setelah dilantik.
1.
Tahun ke-1.
1)
Konsolidasi kekuasaan.
2)
Partai bukan pendukung.
Diijinakkan segala cara.
3)
Sekongkol bangun oligarki.
4)
Kepentingan rakyat diselewengkan.
2.
Tahun ke-2.
1)
Kerja program nyata.
Bisa dilihat rakyat.
Agar rakyat kagum.
2)
Program abstrak disingkirkan.
Seperti: revolusi mental, nation and character
building.
Disingkirkan.
Meskipun masuk janji kampanye.
Sinetron kejar tayang.
Membuat rakyat kagum.
3)
Dipilih program praktis.
Seperti kartu sehat.
Paling mudah bangun infrastruktur.
Dengan pinjaman bunga besar.
Pakai dana tak semestinya.
Untuk infrastruktur.
Seperti: dana haji, dana pensiun.
Hal itu.
Sekadar contoh kerja.
Tanpa GBHN.
3.
Tahun ke-3.
1)
Bangun pencitraan.
2)
Banyak selfie.
3)
Berbagai konsolidasi.
4)
Agar terpilih periode ke-2.
4.
Tahun ke-4.
1)
Sibuk bertempur.
2)
Kampanye sembunyi atau jelas.
3)
Program rakyat.
Seperti raskin, bansos.
Diolah jadi modal politik petahana.
(Sumber fnn)
0 comments:
Post a Comment