PENULISAN TAFSIR
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan sejarah perkembangan penulisan
tafsir Al-Quran?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya.
1. Perkembangan penulisan (kodifikasi) tafsir
Al-Quran dapat dibagi dalam tiga periode.
1) Periode ke-1: Zaman Nabi Muhammad, para
sahabat, dan permulaan para tabiin.
a. Pada zaman itu tafsir Al-Quran belum
ditulis.
b. Secara umum riwayat tafsir Al-Quran tersebar
berdasarkan lisan dari mulut ke mulut.
2) Periode ke-2: Bermula dengan penulisan hadis secara resmi zaman Khalifah
Umar bin Abdul Aziz pada tahun 99 sampai 101 Hihjriah.
a. Tafsir Al-Quran saat itu ditulis bergabung
dengan penulisan hadis dan dihimpun dalam satu bab seperti bab hadis.
b. Penafsiran yang ditulis umumnya Tafsir bil
Ma'tsur (gabungan tiga sumber), yaitu penafsiran Nabi, para sahabat, dan
tabiin, dirangkum menjadi satu disebut Tafsir bil Ma'tsur.
3) Periode ke-3: Diawali dengan penyusunan kitab
tafsir secara khusus dan berdiri sendiri oleh Al-Farra, wafat tahun 207 Hijriah,
dengan kitabnya yang berjudul Maani Al-Quran.
2. Sejarah perkembangan tafsir Al-Quran
dapat ditinjau dari sudut metode penafsirannya, meskipun disadari setiap mufasir
mempunyai metode berbeda dalam perinciannya dengan mufasir lain.
3. Mufasir ialah orang yang menerangkan
makna atau maksud ayat Al-Quran.
4. Mufasir adalah orang yang ahli dalam
penafsiran.
5. Secara umum dapat diamati sejak periode
ke-3 penulisan kitab tafsir sampai tahun 1960 Masehi, para mufasir menafsirkan
ayat Al-Quran ayat per ayat, sesuai dengan susunan dalam mushaf.
6. Penafsiran berdasarkan perurutan mushaf
ini dapat menjadikan petunjuk dalam Al-Quran terpisah, tidak disodorkan kepada
pembaca secara utuh dan menyeluruh.
7. Suatu masalah dalam Al-Quran sering ditampilkan
secara terpisah dalam beberapa surah.
a. Misalnya, tentang masalah riba, yang
dikemukakan dalam surat Al-Baqarah, Ali Imran, dan Al-Rum.
b. Untuk mengetahui pandangan Al-Quran secara
menyeluruh diperlukan pembahasan yang mencakup semua ayat tersebut.
8. Para ulama berpendapat meskipun suatu
masalah dimunculkan dalam ayat yang berbeda, tetapi terdapat suatu benang merah
(sentral yang mengikat dan menghubungkan) semua masalah tersebut.
9. Januari 1960, Syaikh Mahmud Syaltut
menyusun kitab tafsirnya yang berjudul Tafsir Al-Quran Al-Karim dengan metode tafsir
maudhui.
10. Tafsir maudhui adalah metode tafsir yang tidak menafsirkan Al-Quran ayat per ayat, tetapi
membahas surat demi surat atau bagian tertentu dalam satu surah, merangkainya dengan tema sentral yang terdapat
dalam suatu surat tersebut.
11. Metode tafsir maudhui belum menjadikan pedoman
dan petunjuk dalam Al-Quran dipaparkan dalam bentuk menyeluruh, karena suatu masalah
ditemukan dalam berbagai surah.
12. Muncul ide menghimpun semua ayat yang
berbicara tentang suatu masalah atau suatu bab tertentu, mengaitkan dengan yang
lain, serta menafsirkannya secara utuh
dan menyeluruh.
13. Gagasan ini dikembangkan di Mesir oleh
Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy pada akhir tahun enam puluhan, pada hakikatnya ide
ini kelanjutan metode maudhui model Mahmud Syaltut.
14. Metode maudhui mempunyai dua pengertian.
1) Ke-1: Penafsiran suatu surah Al-Quran:
a. Menjelaskan tujuannya secara umum sesuai
dengan tema sentralnya.
b. Menghubungkan masalah yang beraneka ragam
dalam surah tersebut, sehingga suatu surah dengan berbagai problemanya menjadi
satu kesatuan.
2) Ke-2: Penafsiran dengan menghimpun semua ayat
Al-Quran:
a. Membahas suatu masalah tertentu yang
sedapat mungkin diurutkan sesuai dengan urutan kronologis waktu turunnya.
b. Menjelaskan pengertiannya secara menyeluruh
untuk menarik pedoman dan petunjuk Al-Quran secara utuh.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan
Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2,
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment