HUMOR PERMAINAN
TINGKAT TINGGI
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa tahun lalu. Kepala SMP Negeri
Sidoarjo. Sebanyak 44 orang. Dari sekolah masing-masing. Berangkat menuju ke
Malang. Memakai kendaraan sendiri. Beberapa orang bergabung dengan temannya.
Termasuk saya. Dengan satu tujuan. Hotel Purnama, Batu, Malang. Dalam acara Program MKKS Bermutu.
Saya ikut menumpang mobil teman. Berangkat
dari Bogi, Pademo Negoro, Sukodono. Pak Rodhi, sebagai joki yang mengendalikan
“kuda”. Agar baik jalannya. Duduk di sebelah kiri Pak Rodhi adalah Pak Azhari. Si
“Ahli Hisap”. Tentu saja, sambil kebul-kebul. Duduk dengan santai sambil
merokok. Pak Azhari, si “Kepala Suku”.
Yang menentukan “abang ijonya” rombongan. Kapan berangkat. Jalur yang dilewati.
Di mana mampir. Kapan berhenti untuk makan dan “pipis”.
Di
belakang Pak Rodhi, duduk Pak Hariono. Si “Raja Lokal” yang memiliki IP tinggi.
Makna IP di sini, bukan hanya berarti Indeks Prestasi waktu kuliah. Juga bermakna “Ilmu Pendekatan”. Terbukti,
selama bertugas sebagai kepala sekolah. Selalu berada di lokasi yang dekat
tinggalnya. Pak Ari, berada di sebelah
kiri Pak Hariono. Pak Ari mendapatkan julukan si “Panglima Pinggiran”. Laksana
sebuah peperangan. Mulai dari pinggiran, kemudian menguasai pusat kota.
Artinya, Pak Ari merasa “senang” dan “nyaman” bertugas di sekolah pinggiran.
Sedangkan saya, duduk di dekat pintu mobil. Sebagai “kernet” yang membuka dan
menutup pintu mobil. Agak mirip dengan Pak Ari.
Kami menunggang mobil Toyota Avanza. Warna
silver. Toyota Avanza, jenis mobil yang “ditakuti” sopir bis. Mengapa? Tidak
bisa disalip. Percuma mendahului mobil Toyota Avanza. Ketika berhasil
mendahului satu mobil Avanza. Ternyata, di depan bis, masih ada mobil Avanza
lagi. Menyalib lagi. Masih ada lagi. Begitu seterusnya. Saking banyaknya.
Selama perjalananan. Kami membahas topik
“ngalor ngidul”. Bicara “nggedabrus”. Juga “ngomong blek”. Sambil mendengarkan radio SS, Radio Suara
Surabaya. Saat itu, Yoyong Burhanuddin, penyiar SS menyampaikan telah terjadi peristiwa
kejahatan. Di suatu Bank Surabaya. Si
pelaku menggunakan semacam isolasi “double tape”. Berusaha menghambat lubang
masuk dan keluar Kartu ATM. Kemudian
penjahat memanfaatkan kejadian tersebut. Untuk melaksanakan niat jahatnya.
Saya mengawali pembicaraan, “Bank yang
ditakuti pedagang adalah Bank Krut”. Karena
pedagang yang “bangkrut”, berarti barang dagangan habis. Tetapi, uangnya
juga ludes. Tak bersisa. “Bank yang amat menjengkelkan adalah Bank ES-A-TE,”
ujar Pak Azhari. “Bank apa itu?” tanya Pak Hariono. “Bangsat!”, seru Pak
Azhari. Kami tertawa bersama. Tapi, Pak Ari diam saja. Mengapa? “Gak lucu”,
teriak Pak Ari. Sambil tersenyum. Kami tertawa meledak. Ya, sungguh lucu. Wong humor kok tidak lucu.
Berarti kan lucu!
Setelah salat Subuh, beberapa orang sudah
siap berpakaian olah raga. Mereka membawa peralatan tenis lapangan, berangkat
dari kamar masing-masing menuju lapangan tenis di pojok hotel Purnama, Batu, Malang.
Para pemain tenis lapangan sudah melakukan
pemanasan di lapangan. Pak Hartoyo, Pak Solik, Pak Arie, Pak Wahid, sudah
berkeringat sejak langit masih gelap. Saya, Pak Mujib, Pak Kayis, Pak Afani,
dan beberapa orang dari kabupaten lain duduk manis di kursi tepi lapangan menyaksikan
permainan.
Permainan tenis kelompok pertama selesai. Pak
Wahid berkata,”Ayo, sekarang giliran Pak Yusron, pemain tenis rasa badminton
untuk turun ke lapangan.”
Saya berpasangan dengan Pak Hartoyo berhadapan
dengan pasangan Pak Solik dan pak Wahid.
Saya mengenal olahraga badminton sejak
kecil. Paman saya (Pak Chusyairi) adalah seorang mantri kesehatan yang mempunyai
lapangan badminton di samping rumahnya di Desa Panjunan, Sukodono, Sidoarjo. Saya
sering ikut menonton dan bermain bersama teman-teman sebaya.
Tangan saya sudah terbentuk lama untuk bermain
badminton. Saya bermain tenis lapangan baru ikut belajar setelah menjadi kepala
sekolah dan biasanya bermain tenis ketika ada kegiatan di luar kota yang ada
lapangan tenisnya.
Saya mempunyai raket tenis lapangan bekas
pakai merk BB di Pasar Sepanjang, Taman, Sidoarjo seharga Rp. 100.000,- dan sepatu olah raga merk
Kodachi seharga Rp. 85.000,- di Toko Santi Jaya Sukodono.
Permainan baru dimulai, saya menerima
bola yang diserve oleh Pak Wahid dan bola terbang melambung jauh di atas pagar
besi setinggi sekitar 5 meter dan jatuh di luar pagar lapangan tenis.
Pak Wahid berteriak,”Hebat, ini adalah
permainan tingkat tinggi.” “Ya, sungguh hebat! Pak Yusron adalah pemain tingkat
tinggi, karena pukulannya jauh meninggi melewati atas pagar lapangan tenis,”
teriak Pak Arie dengan sumringah.
Pak Hartoyo dan Pak Solik berteriak
bersamaan,” Ya, Pak Yusron adalah pemain tenis lapangan rasa badminton!” Semua orang
yang menyaksikan bola melambung tinggi keluar lapangan, tertawa membahana.
Saya juga ikut gembira dengan pukulan
menyentak ala badminton ternyata mampu menghilangkan bola tenis dan membuat semua
orang tertawa terbahak-bahak.
Menertawakan diri sendiri dan tidak menyinggung
orang lain adalah salah satu hiburan yang menyenangkan.
0 comments:
Post a Comment