KISAH INI HANYA PEMISALAN
Oleh: Drs. H. M.
Yusron Hadi, M.M.
Perumpamaan yang sangat terang
PEMISALAN 1
Suatu hari, seorang kiai dan
pejabat hendak salat bersama.
Mereka wudu bersisian.
Kiai membuka keran airnya
besar-besar.
Mengucur deraslah air itu,
kemana-mana.
"Astagfirullah,
Kiai," kata pejabat.
"Tidakkah keran airnya
terlalu besar dibuka?
Itu boros sekali.
Padahal Nabi menyuruh kita
berhemat air saat wudu."
Kiai menoleh kepada pejabat,
"Itu benar sekali,
Pejabat.
Tapi jika engkau melihat keran
air ini saja tahu itu tidak boleh.
Lantas bagaimana dengan uang
negara yang kalian hambur2kan.
Boros, bahkan dikorupsi dan
sebagainya.
Bukankah Nabi jelas2 lebih
melarang soal itu?"
Kisah ini ada di buku2 lama.
Kitab2 lama.
Saat seorang ulama mencoba
mengingatkan penguasa sebuah negeri.
Beruntung sekali negeri itu.
Punya seseorang yang berani
mengingatkan.
Dan lebih beruntung lagi.
Saat penguasanya juga mau
diingatkan.
Malu, kemudian berubah.
Karena sindiran ulama itu
telak.
Negara yang maju, selalu punya
orang2 ini.
Tokoh, entah itu ulama,
pendeta, akademisi, atau apa pun.
Yang memang tulus mau
mengkritisi negerinya.
Tidak berharap imbalan.
Apalagi berharap dikasih
jabatan.
Wah, repot kalau tokoh tsb
diam2 pingin jabatan.
Sekali dikasih, dia mingkem.
Pun selalu punya pejabat2 yang
memang mau dikritisi.
Bukan bilang silakan kritik.
Tapi membiarkan yang
mengkritisi dituntut di sana-sini.
Bahkan jangan2 di dalam
hatinya dia bersorak,
'Syukur, masuk penjara yg
rese2 ini.'
Sungguh beruntung negara yang
punya kombinasi baik itu.
Ada yang berdiri tegak
mengkritisi.
Ada pejabat yang mau
dikritisi, diingatkan.
PEMISALAN 2
Karena ada kisah lain terkait
kiai dan pejabat ini.
Di sebuah tempat, ada masjid
baru yang megah.
Saat pemilihan DKM masjidnya.
Yang akan mengurusi keuangan,
kegiatan, dll,
Kiai mencalonkan anaknya yang
masih belia.
Karena itu anak kiai.
Semua orang setuju, memilihnya
jadi ketua DKM.
Pejabat datang meresmikan
masjid megah tsb.
Dan bingung melihat ketua
DKMnya yang semua serba masih belajar.
Padahal di sana jelas lebih
banyak yang lebih luas ilmunya.
Banyak yang lebih
berpengalaman.
"Kiai, kenapa anaknya
yang dijadikan ketua DKM?
Dia bahkan ngaji saja belum
lurus. Sy tahu dia dipilih jamaah.
Tapi kenapa dia yang
dicalonkan?"
"Itu benar sekali,
Pejabat.
Tapi jika kau heran
melihatnya, bukankah anak-anakmu juga sengaja sekali menyingkirkan orang lain.
Dicalonkan juga oleh
kelompokmu.
Lantas dipilih menjadi
pejabat.
Jika kau heran melihat anakku.
Maka tidakkah kau heran
melihat anakmu bisa jadi pejabat?"
Ini perumpamaan yang terang
sekali.
Jika kalian masih punya nurani
dan bersedia memikirkannya.
Tabik.
(Sumber Tere Liye)
0 comments:
Post a Comment