CARA MELATIH ANAK AGAR HIDUP
TAHAN BANTING
Oleh: Drs. H. M. Yusron
Hadi, M.M
Di sebuah warung Pecel Lele.
Di bawah remang lampu yang
cahayanya seadanya.
Seorang anak usia 14-an tahun
serius bekerja.
Dia terampil bergerak dari satu
pekerjaan ke pekerjaan lain.
Memotong sayur-sayuran.
Menyedu teh atau jeruk panas.
Menyiapkan nasi.
Atau membawa piring-gelas
kotor lalu mencucinya.
Lap basah itu bergerakputar
cepat di tangannya.
Membersihkan meja yang baru
ditinggal pengunjung warung.
Anak ini lincah, tangkas,
cakap dan ceria.
Saya pandang dia dari kejauhan.
Dari tempat saya duduk di
warung itu.
Sesekali mata kita bertatapan.
Lalu kita sama-sama saling
senyum.
Dia tahu saya memperhatikan.
Dan sesekali dia juga mencuri
pandang.
Saya panggil dia dan tanya
sedang apa.
Dijawabnya, “Sedang memotong
sayur Pak.”
Lalu saya pesan, “Kalau sudah
selesai, nanti ke sini lagi ya.”
Dia mengangguk.
Saya ingin ngobrol dengan dia.
Tapi dia lama tidak balik.
Rupanya dia non stop bekerja.
Sejak menunggu hingga makan
pecel lele itu selesai.
Dia tak berhenti dari satu
kerjaan ke kerjaan lainnya.
Di warung ini pengemudi ojek
datang silih berganti.
Rupanya mereka juga melayani
pembelian secara online.
Pantas saja pekerjaan tidak
pernah berhenti.
Saya selesai makan, baru dia
datang.
Kami duduk semeja.
Dia tak canggung.
Menjawab dng percaya diri.
Dan membawakan diri sebagai
orang terbiasa bercakap dengan orang dewasa.
Dia cerita,
“Jika pas Bapak lagi ada
urusan lain, saya yang kerja di sini Pak.”
Saya tanya, apakah bisa
kerjakan semua.
Dijawabnya, “Ya Pak, bisa
semua.
Tapi tetep harus ada yang
bantu biar cepet.”
Anak ini dinamakan oleh orang tuanya:
Muhammad Fahri Husaini Arrosi.
Panggilannya Rosi.
Saat Rosi, siswa SMP kelas 8.
Kapan belajarnya?
“Kalau pagi
Pak.
Soalnya sekolahnya masuk siang.
Dan sekarang kan online.”
Rupanya mereka pilih sekolah
yang masuknya siang.
Agar di pagi hari bisa
istirahat dan belajar.
“Saya mau jadi pengusaha Pak,”
jawab dia.
Saat ditanya rencana masa depannya.
Mimpinya jelas.
Jawabnya cepat.
Berasal dari Jatibarang,
Brebes.
Keluarga ini menjalankan
sebuah usaha warung pecel lele di tepi jalan.
Di serambi sebuah bengkel.
Yang mereka sewa tempat untuk
warung.
Tenda tenda dibentang setelah
bengkel tutup di sore hari.
Suami, istri dan anak bekerja
bersama.
Dan, semua tertib bermasker.
Walaupun areal penggorengan
itu lembab dan panas.
Sebuah warung yang amat
sederhana.
Keluarga ini juga sederhana.
Tapi mereka adalah keluarga
tangguh.
Terlihat bahwa sesungguhnya
Pak Agus itu pendidik yang hebat.
Dia sedang mendidik anaknya
menjadi ulet, terampil, bersahaja dan tangguh.
Ayah dan Ibu yang sederhana
ini.
Tengah menumbuhkan sebuah
generasi baru yang hebat.
Warungnya adalah ruang
pendidikannya.
Warungnya adalah ruang
perluasan wawasannya.
Mereka latih anaknya untuk
kalahkan kantuk, kalahkan lelah.
Dan untuk menata satu persatu
bata utk bangunan masa depan yang lebih baik.
Malam ini dalam perjalanan
bersepeda dari Stasiun MRT Lebakbulus menuju rumah.
Kami berhenti di warung pecel
lele di tepi Jalan Pasar Jumat.
Malam ini saya bukan cuma
menemukan pecel lele yang enak sekali.
Tapi menemukan sebuah keluarga
tangguh.
Sebuah keluarga pejuang,
keluarga pendidik.
Kota ini penuh dengan
orang-orang tangguh.
Negeri ini memang produsen
pekerja keras.
Orang tua yang dalam
kesederhanaanya.
Dan -tanpa disadarinya- sedang
mendidik anak-anaknya jadi pribadi hebat.
Dan kita doakan Rosi.
Serta jutaan Rosi lain di kota
ini.
Di bangsa ini makin tangguh
ditempa.
Dan kelak mereka jadi pribadi
membanggakan bagi ibunya.
Bagi ayahnya dan bagi kita
semua.
(Sumber Gubernur Jakarta Anies
Baswedan)
0 comments:
Post a Comment