SYARAT NIKAH
Oleh: Drs. H. M. Yusron Hadi, M.M.

Beberapa orang bertanya,”Mohon dijelaskan tentang syarat pernikahan
menurut Islam?” Profesor Quraish Shihab menjelaskannya
1. Syarat (menurut KBBI V) adalah ketentuan,
peraturan, dan petunjuk yang harus diindahkan dan dilakukan.
2. Persyaratan adalah hal-hal yang menjadi
syarat.
3. Rukun adalah sesuatu yang harus dipenuhi
untuk sahnya suatu pekerjaan.
4. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 232.
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ
أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا
تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ
يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ
ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Apabila kamu menalak istri-istrimu, lalu
habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi
dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan
cara yang makruf. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang yang beriman di
antaramu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci.
Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui”.
5. Para ulama menjelaskan untuk sahnya suatu
pernikahan telah dirumuskan rukun
dan syarat berdasarkan Al-Quran dan
hadis Nabi.
6. Syarat sahnya suatu pernikahan adalah:
a. Adanya calon suami dan istri.
b. Wali
c. Dua
orang saksi
d. Mahar
e. Ijab dan kabul
7. Rukun dan syarat lain yang
rinciannya dapat berbeda dalam berbagai
mazhab.
a. Calon istri tidak terikat
pernikahan dengan pria lain.
b. Calon istri tidak dalam keadaan iddah (masa menunggu).
c. Calon istri sendirian karena suaminya wafat
atau bercerai.
d. Calon istri tidak sedang hamil.
e. Bukan orang yang terlarang untuk dinikahi.
8. Para ulama berpendapat bahwa calon suami
tidak memerlukan wali, tetapi adanya izin wali dari pihak calon istri mutlak harus ada.
9. Nabi Muhammad bersabda, “Suatu pernikahan
tidak sah, apabila tanpa izin dari wali”.
10. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 221.
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ
يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ
ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ
خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ
ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ
آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun
dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga
dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.
11. Sebagian ulama berpendapat bahwa suatu
pernikahan dianggap sah, apabila pasangan yang dikawininya sekufu (setara).
12. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 234.
وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ
أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ۖ
فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيمَا فَعَلْنَ فِي
أَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan
istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) 4 bulan 10
hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tidak berdosa bagimu (para
wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah
mengetahui apa yang kamu perbuat”.
13. Sebagian ulama berpendapat para wanita bebas
melakukan apa pun yang dianggapnya baik, misalnya berhias, bepergian, dan menerima lamaran dari seorang lelaki, termasuk menikahkan
diri sendiri tanpa adanya wali.
14. Al-Quran surah Al-Baqarah (surah ke-2)
ayat 230.
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ
بَعْدُ حَتَّىٰ تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ ۗ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا جُنَاحَ
عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ۗ
وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Kemudian jika si suami menalaknya (sesudah
talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka
tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan istri) untuk kawin
kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah.
Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui”.
15. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa
ayat Al-Quran di atas menjelaskan tentang pernikahan seorang janda.
16. Sebaiknya dalam pernikahan seorang janda,
tetap memerlukan adanya seorang wali dari calon pengantin wanita.
17. Al-Quran surah An-Nisa (surah ke-4) ayat
25 memerintahkan untuk menikah atas
izin keluarga atau mereka, meskipun ayat ini
turun berkaitan dengan budak wanita yang boleh dikawini.
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ مِنْكُمْ طَوْلًا أَنْ
يَنْكِحَ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ فَمِنْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ مِنْ
فَتَيَاتِكُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ۚ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِكُمْ ۚ بَعْضُكُمْ
مِنْ بَعْضٍ ۚ فَانْكِحُوهُنَّ بِإِذْنِ أَهْلِهِنَّ وَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ مُحْصَنَاتٍ غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلَا مُتَّخِذَاتِ أَخْدَانٍ ۚ
فَإِذَا أُحْصِنَّ فَإِنْ أَتَيْنَ بِفَاحِشَةٍ فَعَلَيْهِنَّ نِصْفُ مَا عَلَى
الْمُحْصَنَاتِ مِنَ الْعَذَابِ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِيَ الْعَنَتَ مِنْكُمْ ۚ
وَأَنْ تَصْبِرُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan barangsiapa di antaramu (orang merdeka) yang tidak cukup
perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, dia boleh
mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah
mengetahui keimananmu; sebagian kamu adalah dari sebagian yang lain, karena itu
kawini mereka dengan seizin tuan mereka dan beri maskawin mereka menurut yang
patut, sedangkan mereka wanita-wanita yang menjaga diri, bukan pezina dan bukan
wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka
telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang
keji (zina), maka atas mereka separuh hukuman dari hukuman wanita merdeka yang
bersuami. (Kebolehan mengawini budak), adalah bagi orang-orang yang takut
kepada kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antaramu, dan kesabaran
itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang”.
18. Para ulama berbeda pendapat tentang
kedudukan hukum para saksi, apakah saksi adalah syarat kesempurnaan atau tidak,
tetapi semua ulama sepakat bahwa pernikahan tidak boleh dirahasiakan.
19. Para ulama sepakat dalam konteks di
Indonesia sebaiknya semua pernikahan dilaksanakan secara sah menurut ajaran Islam
dan aturan Pemerintah, karena Al-Quran memerintahkan patuh kepada ulil amri.
20. Al-Quran surah An-Nisa (surah ke-4) ayat 59.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, patuhi
Allah dan patuhi Rasul, dan ulil amri di antaramu. Kemudian jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunah),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Daftar Pustaka
1. Shihab, M.Quraish. Lentera Hati. Kisah
dan Hikmah Kehidupan. Penerbit Mizan, 1994.
2. Shihab, M. Quraish Shihab. Wawasan
Al-Quran. Tafsir Maudhui atas Perbagai Persoalan Umat. Penerbit Mizan, 2009.
3. Shihab, M.Quraish. E-book Membumikan
Al-Quran.
4. Al-Quran Digital, Versi 3.2. Digital
Qur’an Ver 3.2
5. Tafsirq.com online.
0 comments:
Post a Comment