SANTRI
BELAJAR BISNIS BANGUN RUMAH
*Penakut
Kalian
bangun rumah.
Sudah
deal dengan kontraktornya.
"Pokoknya
ini habis 590 juta ya."
Kontraktornya
bilang,
“Iyes,
Pak.”
Kan
kami sudah riset, study, sudah lengkap kabeh.
Tenang
saja."
Kalian
bilang lagi ke kontraktornya,
“Betulan
yo. “
Pokoknya
kamu bangun, 590 juta jadi.
Soalnya
aku sudah nolak yang satunya.
Dia nawarin
630 juta.
Aku
milih sampeyan.
Harus
jadi.
Kalau
ada apa2, tanggung sendiri.'
Lantas
rumah mulai dibangun.
Dan 6 bulan.
Pondasi
sdh jadi, tiang2 sudah didirikan.
Kontraktor
datang,
“Pak,
ternyata salah hitung. 800 juta butuhnya.
Ternyata
itu di bawah pondasinya susah.
Ada
pohon bawang.
Juga
ada sarang ulat bulu tadi.
Susah,
di luar dugaan.”
Kalian
gimana tanggapannya?
Karena
itu duit kalian sendiri.
Tentu
silakan mau gimana keputusannya.
Tapi
kebanyakan sih.
Mesti
marah dulu sama kontraktornya.
Enak
saja, kok jadi berubah.
Itu
hikayat jika bangun rumah.
Bagaimana
dengan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung?
Mirip2
situasinya.
Nah,
menariknya.
Proyek
kereta api cepat ini katanya b2b toh?
full
100% swasta toh?
Investasi
bareng2 dengan China.
Maka
seharusnya solusinya simpel.
Bilang
sama pihak kontraktornya,
“Yo wis, sudahlah, kita hentikan saja.
Kamu
kok mencla-mencle.
Kok
mendadak naik 28 triliun.
Kamu
kira duit 28 triliun dikit opo?'
Karena
proyek ini konon katanya b2b loh ya.
Jadi
saat kita ngambek.
Hentikan
total.
Siapa
yang harusnya mikir?
CHINA!
Coba
kamu perhatikan foto di postingan ini.
Diambil
dari Kompas.
Ini proyek
patungan 40% China.
Dan 60%
swasta Indonesia (katanya begitu).
Meskipun
40:60.
Pada
kenyataannya.
Pendanaan,
utang dari China.
Bahan,
material tenaga kerja dll, dari mana?
Ayo
dijawab.
Maka,
karena swasta kita mayoritas.
Bisa kita
bikin keputusan sepihak.
Beres.
Hentikan,
suruh China yang mikir.
Page
ini menulis berkali2 soal proyek ini karena:
Minta
nambah 28 triliun.
Lantas
nanti ditambal pakai APBN.
Ayolah,
duit 28 triliun itu banyak.
Habiskan
utk merenovasi seluruh sekolah2 di penjuru Indonesia.
Maka 1
sekolah dapat jatah 1 miliar.
Kita
bisa merenovasi 28.000 sekolah.
Mending
mana?
Kita
langsung punya 28.000 sekolah dgn fasilitas top.
Atau
cuma punya kereta cepat doang?
Kamu
kok nurut banget sama China?
Proyek
ini tuh kan swasta.
Maka
simpel saja.
Kita
marah ke mereka.
Bilang
kok saya dibohongin.
Bilang
28 triliun silakan China yg tanggung.
Tidak
mau?
Stop
total.
Utang
dari China, silakan saja ditanggung swasta, kan b2b.
Kalau
China mau tuntut, silakan tuntut perusahaan swastanya.
Nggak ada urusan sama pemerintah.
Betulan
kasus kereta cepat ini.
Sangat
luar binasa susah dipahami.
Kalau
kamu turuti maunya China.
Jangan2
tahun depan.
Proyek
ini gelembung lagi jadi 150 trilyun total.
Nambah
lagi duitnya.
Enak
di China coy.
Dia
sudah untung di konstruksi.
Bahan2,
dia juga untung di bunga pinjaman selama konstruksi.
Jadi ayolah,
jangan penakut.
Lupakan
sejenak soal pencitraan.
Ini soal uang puluhan triliun.
Jangan
mudah sekali nalanginnya pakai APBN.
Uang
triliunan itu milik rakyat.
Dari
Sumatera, Papua, dll.
Bukan
cuma milik Jakarta-Bandung.
Yang
sebenarnya bisa naik tol.
Bisa
naik kereta biasa.
Bisa
naik pesawat.
Jika
besok2 proyek ini mangkrak.
Karena
kita menolak pakai APBN.
Ada
yang mengkritik.
Kamu
bisa teriak ke dia,
'WOI!
KADAL GURUN!
Ini
tuh b2b, swasta,
ini
bukan proyek pemerintah!
Salahin
swastanya!
Ini
beda dgn Candi Hambalang.'
Gampang toh?
Enak
toh?
Dan
kamu benar sekali.
Memang
ini b2b, iya tdk?
Kenapa
kamu malah yg semangat banget pengin nalangin pakai APBN?
Kamu
dapat apa sih?
*Tere
Liye, penulis novel 'Negeri Para Bedebah'
0 comments:
Post a Comment